“Kenapa tiba-tiba mengajak jalan saat jam kerja? Ini bukan kebiasanmu,” ucap Medha sambil melirik Briana yang berjalan di sampingnya.“Nanti malam Dharu mau mengajakku bertemu orang tuanya lagi. Aku tak mungkin ke sana dengan tangan kosong lagi,” balas Briana sambil mengamati barang di toko yang mereka lewati.Medha langsung berhenti dengan ekspresi terkejut.“Kamu benar-benar akan menikah dengannya?” tanya Medha memastikan karena berpikir jika Briana bisa saja berubah pikiran.Briana diam mendengar pertanyaan Medha, lantas menoleh ke sahabatnya itu.“Hanya untuk sandiwara,” jawab Briana, “aku juga butuh seseorang yang berdiri di belakangku untuk memperkuat posisiku agar rencana balas dendamku berjalan lancar.”“Hm ... sejak kapan kamu jadi licik. Tapi tak masalah juga, sekali-kali licik demi harga diri,” balas Medha lantas tertawa kecil.“Kadang kala kita harus menjadi antagonis agar tidak diinjak. Aku tidak berniat terlalu jahat, hanya ingin membuktikan jika wanita yang diremehkan i
Briana melihat Medha yang tampak kesal melihat siapa yang muncul di sana. Dia pun agak malas harus berhadapan dengan adik Farhan yang sombong.“Aku mau jam itu,” kata Rani menunjuk ke jam tangan yang tadi dipilih Briana.“Heh! Tahu aturan ga, sih? Temanku sudah memilihnya lebih dulu, jadi jangan berani-beraninya merebut!” amuk Medha yang kesal.Rani langsung tersenyum mencibir mendengar amukan Medha.“Memangnya punya uang? Jangan sok kaya dengan beli jam tangan di sini, jangan-jangan belinya dicicil. Opss ....” Rani meremehkan Briana, masih menganggap kalau mantan kakak iparnya itu miskin.Briana hanya tersenyum miring mendengar ejekan mantan adik iparnya. Dia membuka tas, lantas mengeluarkan kartu hitam tanpa batas juga kartu member toko itu.“Apa ini cukup untuk membuktikan kalau aku mampu,” ucap Briana sambil menyodorkan kartu itu ke penjaga toko, tapi tatapannya tertuju ke Rani.Rani sangat terkejut karena Briana memiliki kartu member eksklusif, belum lagi mantan kakak iparnya itu
Briana pergi ke rumah Dharu saat malam hari sesuai dengan undangan orang tua pria itu.Saat mobilnya baru saja memasuki halaman rumah orang tua Dharu, ternyata pria itu sudah menunggunya di teras rumah.“Kupikir kamu kabur dan berubah pikiran,” seloroh Dharu saat menghampiri Briana yang baru saja turun dari mobil.Briana menatap kesal dengan candaan pria itu yang meledeknya, tapi dia tak mengambil pusing.“Kamu pikir aku suka kabur?”Briana melirik Dharu, lantas membuka pintu belakang untuk mengambil barang bawaannya.Dharu hanya mengulum senyum mendengar ucapan Briana, hingga melihat banyaknya barang yang dibawa wanita itu.“Kamu benar-benar membeli barang untuk keluargaku?” tanya Dharu agak terkejut dengan yang dilihat.“Tentu saja, memangnya kenapa? Aku tidak mau adikmu sinis atau menganggapku buruk karena datang dengan tangan kosong,” balas Briana sambil menenteng lima paper bag beda ukuran.Baru saja Briana menutup pintu mobil, tiba-tiba saja Dharu menggunakan satu tangan untuk me
“Meski kakakku menerimamu begitu juga dengan kedua orang tuaku, tapi aku takkan langsung menerimamu,” ucap Dhira saat sedang duduk berdua dengan Briana setelah mereka makan malam.Briana menatap Dhira yang bicara sambil menatap tak senang, bahkan setelah menerima hadiah ratusan juta, ternyata adik kembar Dharu itu tak mudah diluluhkan.“Tidak masalah, yang akan hidup bersamaku nantinya kakakmu, bukan kamu. Aku akan fokus ke kakakmu saja, tidak perlu memikirkan yang lain,” balas Briana hanya agar Dhira paham jika dia takkan menjilat agar wanita itu menyukainya.Dhira terkejut mendengar balasan Briana, hingga teringat akan ucapan sang kakak soal bagaimana dulu Briana diperlakukan buruk di keluarga mantan suami.“Meski kamu fokus ke Dharu, tapi dia akan selalu mengutamakanku. Jadi jangan nangis kalau dia lebih menuruti ucapanku daripada kamu,” ucap Dhira tak mau kalah dari Briana.Briana hanya tersenyum mendengar ucapan Dhira, hingga kemudian membalas, “Aku takkan berusaha membujuk atau
“Kamu bilang Dharu kalau mau pergi?” tanya Medha sambil menatap Briana yang sedang bersiap-siap.“Tidak usah, penting aku tidak kabur. Kita ‘kan mau healing, apalagi setelah ini aku nikah, kapan lagi kita bisa pergi berdua,” balas Briana yang sedang menyisir rambut.“Kupikir kamu akan mengajaknya? Bagaimana kalau dia nyari?” tanya Medha sambil menatap penasaran ke Briana.Briana menoleh Medha, lantas membalas, “Tidak akan nyari kalau tidak ada hal penting. Urusan pentingnya sudah dibicarakan kemarin malam, jadi sudah aman.”Medha mengangguk-angguk, lantas kembali bicara.“Apa keluarga Dharu baik? Aku penasaran karena kamu menerima tawarannya begitu saja?” tanya Medha ingin mengulik soal keluarga calon suami sahabatnya itu.Briana menoleh Medha, lantas menjawab, “Baik, mamanya lemah lembut, meski aku harus menghadapi rasa tidak suka kembarannya.”Medha mengangguk-angguk, agak lega jika memang keluarga Dharu lebih baik dari keluarga Farhan.“Semoga saja memang mereka benar-benar baik ag
"Seharusnya kamu cari hotel lain saja."Briana menatap Dharu yang berada satu kamar dengannya.Dharu menoleh Briana, menatap wanita itu yang berdiri tak jauh darinya."Kita sebentar lagi akan menikah, nantinya juga akan tinggal sekamar. Lantas, kenapa sekarang keberatan? Menurutku, anggap saja ini simulasi," balas Dharu dengan santainya sambil menatap Briana yang terlihat kesal."Tapi kita hanya sandiwara," ucap Briana sambil mendekat ke Dharu."Tapi tetap saja, kalau tidak sekamar, orang lain pasti akan menyadarinya," balas Dharu takkan kalah berdebat dari Briana.Briana hendak membalas, tapi terhenti dan terlihat berpikir sejenak. Hingga dia akhirnya bisa membalas Dharu."Kita takkan tinggal di rumah orang tuamu, pastinya takkan ada yang tahu," ucap Briana, "aku juga mau mengajukan syarat, setelah menikah kita hidup di rumahku.""Deal," balas Dharu mengiakan syarat Briana."Meski tinggal di rumahmu, tapi tetap saja ada pelayan yang melihat. Kamu tidak mau mereka curiga, kan?"Briana
Medha menunggu di depan kamar Briana. Mereka sepakat untuk berjalan-jalan di pantai, tapi Briana belum juga keluar dari kamar.“Aku yakin Dharu takkan mengizinkan Briana keluar menggunakan bikini,” ucap Dika yang juga menunggu.Dika memakai kaus yang dipadukan dengan kemeja dan celana pendek.Medha menoleh ke Dika sekilas saat mendengar ucapan pria itu, lantas kembali menatap pintu.“Sepertinya iya,” balas Medha.“Padahal Dharu akan selalu kalah dari Briana ketika berdebat, tapi masih saja mengajak debat Briana,” ujar Dika.Medha mengembuskan napas kasar sampai kedua pundak melorot, dia mencoba mengetuk pintu lagi, tapi tak ada balasan dari dalam.“Kita keluar saja dulu. Jika Dharu sudah memperbolehkan, mereka pasti akan keluar,” ujar Dika memberi ide daripada menunggu lama di sana.Medha merasa itu ide bagus. Dia pun mengetik pesan untuk dikirimkan ke Briana.“Ayo!” ajak Medha tak ingin menyiakan kesempatan jalan-jalan di pantai.Di kamar, Dharu dan Briana benar-benar sedang berdebat
“Kupikir kamu akan menang dari Dharu, ternyata kalah.” Medha menatap Briana yang hanya memakai kaus ketat dengan celana pendek.“Mau bagaimana lagi, daripada dia mengancam,” balas Briana sambil menatap lautan dari balik kacamata hitamnya.Medha mendadak duduk mendengar balasan Briana. Dia membuka kacamata, lantas menatap Briana sekilas sebelum menoleh ke arah Dharu dan Dika yang sedang membeli minum.“Memangnya dia mengancam apa?” tanya Medha sangat penasaran.Briana menoleh Medha, hendak menjawab tapi mengurungkannya.“Ah … sudahlah, tidak perlu dibahas,” balas Briana agak kesal karena kalah dari Dharu.Medha agak kecewa karena Briana tak mau cerita. Dia kembali memakai kacamata hitamnya, lantas kembali merebahkan tubuh di kursi pantai.“Cuaca hari ini sangat indah. Lihat di sana, pria bertubuh sixpack sangat enak dipandang. Seperti vitamin penambah semangat,” ucap Medha sambil mengagumi tubuh pria yang baru saja selesai berenang di laut.Jika dilihat dari tempat mereka berada, para