Share

Minta Cerai

Briana memandangi ponselnya. Dia menggenggam erat benda pipih itu bersamaan dengan air mata yang jatuh ke pipi.

Semalaman Briana tidak bisa tidur karena memikirkan di mana suaminya, hingga pagi ini dia tahu jawabannya.

“Setega ini kamu, Far?”

Briana menarik napas panjang, lantas mengembuskannya kasar berulang kali untuk melegakan rasa sesak yang menekan dada.

“Briana! Kamu tuli, hah! Sedang apa kamu?”

Suara sang mertua terdengar melengking di telinga. Hatinya sedang panas, ditambah teriakan sang mertua yang begitu menyakitkan hatinya.

Briana berjalan membuka pintu, hingga melihat sang mertua yang sudah berdiri sambil memasang wajah beringas ke arahnya.

“Setrika ini! Bukankah semalam sudah kubilang setrika, kenapa masih kumal begini?”

Sebuah baju dilempar ke wajah Briana, membuat wanita itu memejamkan mata karena sikap kasar sang mertua.

“Aku bukan pelayan di sini, bisakah Mama memperlakukanku layaknya anak?” Briana mencoba melawan sang mertua karena benar-benar sudah lelah dengan sikap keluarga itu kepadany.

Mertua Briana malah tertawa keras mendengar ucapan wanita itu, hingga kemudian berkata, “Kamu lupa diri, hah? Di sini ini kamu hanya benalu! Kamu ini numpang!”

“Tapi aku istrinya Farhan!” Briana benar-benar sudah tak bisa menahan sebutan atau makian wanita itu kepada dirinya selama beberapa bulan ini.

“Sadar diri! Kamu ini sudah tidak dianggap semenjak tak punya apa-apa. Kamu pikir dengan hidup bersama Farhan, bisa membuatmu tetap menjalani hidup yang enak. Mimpi saja!” hardik wanita paruh baya itu.

Semenjak Briana tak punya apa-apa setelah perusahaannya diberitakan bangkrut dan semua asetnya diambil alih bank. Dia diremehkan di keluarga itu, bahkan benar-benar tak pernah dianggap sebagai keluarga.

“Tidak usah banyak protes! Setrika itu lalu antar ke kamar!”

Briana meremas pakaian itu. Padahal ada beberapa pelayan di rumah itu, tapi kenapa dia yang harus menyetrika.

Saat menjelang malam, Farhan baru saja pulang setelah sejak semalam tak memberi kabar.

Briana melihat pria itu terlihat sangat bahagia, bahkan terus tersenyum saat melepas pakaian.

“Semalam kamu dari mana saja?” tanya Briana sambil memperhatikan Farhan.

“Urusan penting, bukankah aku sudah bilang!” Farhan langsung bicara dengan nada tinggi saat mendengar pertanyaan Briana.

“Urusan penting apa sampai membuatmu tak pulang, hah!” Briana ikut meninggikan suara karena lelah menghadapi Farhan yang lama-lama berubah.

“Kamu ini lama-lama cerewet, hah! Bisa diam saja dan nikmati yang ada saja. Kamu pikir, dengan posisimu sekarang bisa menuntut banyak hal dariku, hah!”

Briana menatap Farhan yang bicara sambil melotot seolah pertanyaannya begitu membuat pria itu marah.

“Kamu punya simpanan? Apa wanita itu?” tanya Briana menurunkan nada bicara, tapi tatapan matanya masih sangat tajam.

Briana melihat Farhan yang gelagapan, hingga pria itu kembali mengelak sambil marah seperti biasa.

“Kamu ini terlalu berpikiran negatif. Kalau pergi tak pulang, memangnya bisa langsung dituduh selingkuh? Sudah syukur kamu tetap bisa enak, sekarang malah menuntut banyak hal dariku. Benar kata Mama, kamu tak punya muka!”

Briana mengepalkan kedua telapak tangan di samping tubuh mendengar amukan Farhan. Sekuat hati dia berusaha tak menangis agar tak dianggap remeh pria itu.

“Tapi kamu jelas-jelas berselingkuh! Kamu pikir aku ini buta! Aku melihatmu bermesraan dengan wanita itu di depan banyak orang. Kamu pikir aku ini bodoh!” Briana meluapkan emosinya karena Farhan mengelak.

“Kamu ini memang berisik! Seharusnya kamu ini sadar diri, sejak kamu bangkrut, kamu hanya menumpang di sini, yang kerja harus aku, aku yang mencukupi hidupmu, jadi lebih baik kamu diam!” bentak Farhan seperti tak punya kata-kata halus untuk diucapkan ke wanita yang sudah dinikahinya satu tahun lalu itu.

Air mata tak bisa dibendung dari pelupuk mata Briana. Dia mencoba menahan diri, hingga kemudian berkata, “Ayo cerai! Sudah cukup kamu dan keluargamu memperlakukanku buruk. Bahkan kamu tega berselingkuh dariku! Aku bukan pengemis yang menunggu belas kasih kalian!”

Briana melihat Farhan yang menatapnya dengan ekspresi terkejut, hingga pria itu tersenyum.

“Bagus! Kamu memang tak tahu diri. Kalau mau cerai, aku kabulkan. Kita cerai!”

“Oke! Kamu pikir aku takut berpisah darimu!” Briana menantang sambil mengusap air mata yang luruh di wajah.

“Kamu tidak mau hidup bersamaku, kan? Kalau begitu keluar dari rumah ini!” Farhan dengan tega mengusir Briana begitu saja.

Ternyata sebelum masuk kamar, sang mama sudah memprovokasi pria itu, hingga Farhan tak segan mengucapkan kata cerai ke Briana.

Briana benar-benar hancur, pria yang mati-matian dipertahankan di depan ayahnya, ternyata begitu busuk karena harta. Dia benar-benar menyesal karena dulu mau menikah dengan pria itu.

Tanpa kata, Briana pun ingin meninggalkan tempat itu, tapi sebelum dirinya pergi, Farhan kembali mencegahnya.

“Kamu tidak boleh membawa barang apa pun dari rumah ini. Semua yang ada di sini, milikku! Termasuk ponselmu itu!”

Briana melirik ponsel yang digenggamnya. Dia mengeluarkan sim card dari ponsel, lantas melempar benda pipih itu hingga membentur dinding dan hancur.

Briana pun keluar dari kamar hanya membawa sandal dan pakaian yang melekat di tubuh. Saat membuka pintu, dia melihat sang mertua dan adik iparnya berdiri di sana dengan senyum mencibir.

“Harusnya Farhan melakukan ini sejak dia tak punya apa-apa, untungnya sekarang kakakmu itu sadar dan mau menceraikannya,” ucap sang mertua ke adik ipar Briana.

“Benar, Ma. Wanita tak tahu diuntung ini seharusnya dibuang saja, menyusahkan saja di rumah ini!” balas adik ipar Briana.

Briana menatap bergantian mertua dan adik iparnya itu, dia pun memilih segera meninggalkan rumah itu.

Briana berjalan meninggalkan rumah itu. Hatinya benar-benar sakit karena kebusukan Farhan akhirnya terbongkar. Dia tak pernah menyangka jika pria yang dinikahinya hanya gila harta.

Beberapa bulan Farhan tak mau menyentuhnya, ternyata pria itu memang punya simpanan dan Briana yakin jika wanita di pesta adalah simpanan Farhan.

Hujan tiba-tiba mengguyur saat Briana masih berjalan. Langit malam itu sangat gelap, angin bersamaan hujan yang turun terasa dingin menusuk tubuhnya.

Kaki Briana sudah tak kuat untuk melangkah. Sejak siang tidak diberi makan, lalu sekarang harus berjalan cukup jauh.

Ketika dirinya hendak menyeberang jalan, tiba-tiba terlihat sebuah lampu mobil menyorot ke arahnya. Briana yang sudah lemas dan syok, tiba-tiba terjatuh di tengah jalan di bawah guyuran hujan.

“Briana!”

Samar-samar Briana mendengar suara laki-laki memanggil, tapi dia tak bisa melihat siapa yang berjongkok di depannya, hingga akhirnya tak sadarkan diri.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
vieta_novie
drpd sakit hati terus²an mending pergi aja dari rumah itu...keluarga Farhan emang keterlaluan...gara² perusahaan nya bangkrut,Briana dibilang benalu & dianggap sbg pembantu bukan istri....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status