“Aku sangat senang melihatmu naik jabatan. Aku tidak sabar bekerjasama denganmu,” ucap seorang wanita sambil merapikan dasi Farhan.
“Terima kasih, semua juga karena kamu mau mendukung sampai aku naik jabatan. Aku pasti tidak akan melupakan jasamu,” ucap Farhan ke wanita itu.
Briana tertegun di tempatnya, memandang suaminya sedang menatap intens ke wanita lain, bahkan tangan pria itu berada di pinggang wanita itu.
Briana mengepalkan kedua telapak tangannya erat, bahkan kuku-kukunya sampai memucat karena dia mengepal erat melihat Farhan menyentuh wanita lain.
Briana hendak menghampiri, tapi kembali mendengar ucapan wanita itu.
“Aku punya hadiah untukmu, tapi tak bisa kuberikan di sini. Apa setelah pesta kamu bisa menemuiku?”
Briana merasa kepalanya mendidih mendengar ucapan centil wanita itu yang sedang menggoda suaminya. Dia yakin Farhan akan menolak, tapi siapa sangka keyakinannya itu kini runtuh.
“Tentu saja, kamu mau bertemu di mana, aku pasti akan datang.”
Hati Briana hancur berkeping-keping. Dia ingin pergi melabrak suami dan wanita itu, tapi tiba-tiba tangannya dicekal seseorang.
“Kamu mau ke mana, hah? Bukankah sudah kubilang tetap di dapur!” bentak sang mertua sambil menahan tangan Briana.
“Aku hanya mau menemui Farhan karena dia--” Ucapan Briana dipotong cepat oleh sang mertua dengan kasar.
“Dia apa, hah? Farhan sedang bicara dengan anak pemegang saham tertinggi di perusahaan, apa kamu tidak bisa membiarkannya saja, hah!”
Briana terperangah mendengar ucapan sang mertua, apakah itu artinya mertuanya menutupi keburukan Farhan, jangan-jangan mertuanya pun tahu lantas sengaja menutupi darinya.
“Tapi dia--” Briana mau menjelaskan lagi, tapi sang mertua kembali memotong cepat ucapannya.
“Berhenti bersikap kalau kamu bisa membuat Farhan sukses! Perusahaan bisa seperti sekarang karena usaha Farhan dibantu wanita itu. Seharusnya kamu itu bersyukur, jika tak ada wanita itu, perusahaan akan sama saja seperti dulu, bahkan Farhan tidak akan naik jabatan. Kamu ini istri tak tahu diuntung, sudah miskin tak punya apa-apa, di sini hanya menumpang, tapi berani bersikap sok berkuasa. Lupa ini rumah siapa, hah! Jangan mengganggu Farhan kalau kamu masih mau tinggal di sini!”
Briana terdiam mendengar ucapan mertuanya itu. Hingga tanpa sadar dia diseret paksa sang mertua ke dapur.
“Sana bantu cuci atau masak kalau perlu, jangan mengurusi urusan orang lain!” hardik sang mertua, lantas meninggalkan dapur dengan amarah berapi-api.
Pelayan yang ada di sana sangat terkejut, tidak menyangka jika Briana akan diperlakukan sekasar itu, padahal dia adalah menantu.
“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya pelayan saat melihat Briana ingin menangis.
Briana menoleh pelayan itu, lantas menggelengkan kepala.
“Aku baik-baik saja,” jawab Briana dengan suara bergetar.
Briana menghapus air matanya, mencoba menarik napas panjang untuk melegakan sesak yang menekan dada.
Dulu Briana terpaksa menerima Farhan karena suatu hal, berharap pria itu benar-benar menyayanginya karena suaminya itu dulu sangat perhatian. Namun, semuanya berubah semenjak hidupnya jatuh. Briana tak pernah menyangka keputusannya di masa lalu untuk menahan rasa malu, malah membawanya ke penderitaan seperti sekarang ini.
Briana benar-benar di dapur selama pesta berlangsung. Dari dapur dia melihat bagaimana wanita tadi terus menempel pada Farhan seperti seorang istri.
Briana merasa sangat sakit melihat pemandangan itu, apalagi sang mertua seolah membiarkan apa yang dilakukan Farhan. Mertuanya seolah tutup mata dengan perbuatan Farhan.
“Kamu mau ke mana?” tanya Briana saat suaminya berganti pakaian rapi setelah pesta berakhir.
“Ada urusan penting,” jawab Farhan tanpa menoleh Briana.
“Apa aku benar-benar jadi benalu bagimu, Far?” tanya Briana sambil menatap suaminya dengan sorot mata yang berbeda.
Farhan menoleh Briana, lantas menjawab, “Benalu atau tidak, kamu tahu jawabannya apa.”
Farhan menutup lemari, lantas berniat pergi tapi terhenti saat mendengar ucapan Briana.
“Kenapa kamu berubah?” tanya Briana sambil menarik lengan Farhan agar menatap ke arahnya. Dia menatap nanar juga penuh emosi ke pria itu.
“Bukan aku yang berubah. Tapi kamu yang berubah. Sudahlah, aku malas berdebat denganmu!” Farhan melepas paksa tangan Briana yang memegang lengannya.
Farhan mengabaikan Briana, lantas meninggalkan kamar begitu saja.
Briana meremas sisi rok yang dikenakan saat melihat Farhan pergi. Dia yakin kalau pria itu pasti ingin menemui wanita di pesta. Dia tak bisa diam begitu saja mengetahui suaminya berselingkuh darinya.
Briana ingin pergi dari rumah untuk mengikuti Farhan, tapi saat baru menuruni anak tangga, sang mertua menghadang jalannya.
“Mau ke mana kamu? Memangnya kamu sudah membereskan bekas pesta tadi?” tanya sang mertua sambil menghalangi langkah Briana.
Briana menatap kesal ke sang mertua. Dia benar-benar tak bisa lagi menghormati wanita itu karena perbuatan yang sudah dilakukan kepadanya.
“Kamu mau mengikuti Farhan? Kamu ini memang istri tak tahu diuntung. Sudah syukur Farhan tidak menceraikanmu, tapi kamu masih saja bertingkah!” hardik sang mertua karena Briana hanya diam menatap.
Briana mengepalkan kedua telapak tangan. Dia benar-benar sudah tidak tahan dengan segala sikap dan ucapan mertua juga iparnya itu.
“Farhan ingin menemui wanita lain, Ma. Apa aku tidak boleh menghentikannya? Aku ini istrinya, bagaimana bisa aku membiarkannya bersama wanita lain!” Briana mencoba menjelaskan agar sang mertua memahami dirinya sebagai sesama wanita.
Namun, sayangnya sang mertua memang tak pernah ada di pihaknya. Wanita itu berkata, “Urusi dirimu yang tak ada gunanya di sini. Farhan mau ketemu sama satu atau sepuluh wanita juga suka-suka dia. Kamu harusnya sadar diri, punya kontribusi apa kamu di hidup dan kariernya, hah? Hanya parasit!”
“Daripada mengurusi ke mana Farhan pergi, lebih baik sana ke belakang! Setrika semua pakaian yang ada di sana!” perintah sang mertua yang benar-benar menganggap Briana seperti pelayan di sana.
Briana memandangi ponselnya. Dia menggenggam erat benda pipih itu bersamaan dengan air mata yang jatuh ke pipi.Semalaman Briana tidak bisa tidur karena memikirkan di mana suaminya, hingga pagi ini dia tahu jawabannya.“Setega ini kamu, Far?”Briana menarik napas panjang, lantas mengembuskannya kasar berulang kali untuk melegakan rasa sesak yang menekan dada.“Briana! Kamu tuli, hah! Sedang apa kamu?”Suara sang mertua terdengar melengking di telinga. Hatinya sedang panas, ditambah teriakan sang mertua yang begitu menyakitkan hatinya.Briana berjalan membuka pintu, hingga melihat sang mertua yang sudah berdiri sambil memasang wajah beringas ke arahnya.“Setrika ini! Bukankah semalam sudah kubilang setrika, kenapa masih kumal begini?”Sebuah baju dilempar ke wajah Briana, membuat wanita itu memejamkan mata karena sikap kasar sang mertua.“Aku bukan pelayan di sini, bisakah Mama memperlakukanku layaknya anak?” Briana mencoba melawan sang mertua karena benar-benar sudah lelah dengan sika
“Dia benar-benar tidak kenapa-napa?”“Seperti yang saya katakan tadi. Dia hanya kelelahan dan sepertinya belum makan apa pun. Selebihnya kondisinya baik-baik saja.”“Baik, Dok. Terima kasih.”Samar-samar Briana mendengar suara pria sedang bicara saat kesadarannya mulai kembali. Dia mendengar suara langkah kaki menjauh, tapi belum bisa membuka mata dengan sempurna untuk mengetahui siapa yang tadi bicara.Briana merasakan tubuhnya tak dingin lagi, pakaiannya pun tak basah. Dia merasa hangat, saat membuka mata melihat selimut tebal membungkus tubuhnya.Briana mencoba menajamkan penglihatan yang masih agak kabur, hingga menyadari jika berada di tempat yang tak dikenalnya.“Di mana aku?”Briana memegangi kepala yang terasa pusing, dia benar-benar tak tahu ada di mana, hingga mendengar suara pria.“Kamu sudah bangun?”Briana menoleh ke sumber suara, hingga begitu syok melihat siapa yang dilihatnya.“Dharu?”Pria berwajah manis itu tersenyum, lantas duduk di kursi yang ada di samping ranjang
Briana makan dengan lahap karena sangat lapar. Dia menghabiskan satu porsi makanan dengan sangat cepat karena sudah lama sekali tak bisa makan dengan tenang seperti itu.Sejak dirinya memberitahu ke suami dan keluarganya kalau perusahaannya bangkrut beberapa bulan lalu dan harus menjual semua aset termasuk saham ke orang lain, sejak itu hidup Briana tidak tenang.Briana mulai diperlakukan buruk, bahkan untuk makan pun dibedakan oleh mertuanya. Tindakan itu pun didukung Farhan yang tak mempermasalahkan sikap sang ibu ke Briana.Namun, ada satu rahasia yang tak diketahui Farhan dan keluarganya, Briana menyembunyikan sesuatu yang akan dijadikan senjata untuk membalas dendam atas segala perlakuan yang didapatnya.Saat Briana baru saja merenung, terdengar suara ketukan pintu kamar, membuat Briana buru-buru menarik selimut untuk menutup setengah tubuhnya.Briana melihat Dharu yang masuk membawa paper bag di tangan.“Aku pikir kamu takkan nyaman memakai pakaian itu, jadi aku memesan pakaian
Briana membuka mata saat pagi hari. Kepalanya masih pusing, tapi dia berusaha untuk bisa bangun karena tak bisa berlama-lama di tempat itu.“Jam berapa sekarang?”Briana menengok ke jam dinding, hampir jam tujuh pagi tapi tak ada yang membangunkannya membuat dia terkejut dan siap turun dari ranjang.Namun, sejenak dia diam karena baru sadar. Dia sudah tak di rumah suaminya yang seperti neraka, membuatnya tersenyum kecut karena trauma dengan perilaku mertua dan keluarga suaminya hingga terbawa sampai di luar rumah.Briana memilih membasuh mukanya, lantas keluar kamar untuk mencari Dharu.Briana melihat Dharu yang ada di depan kompor dengan celemek yang melekat di tubuh pria itu.“Kamu sedang apa?” tanya Briana.Dharu menoleh saat mendengar suara Briana, hingga senyum manis pria itu mengembang di wajah.“Kamu sudah bangun, pas sekali sarapannya juga siap,” ucap Dharu sambil memindah telur dari wajan ke piring.Briana terkejut melihat Dharu bisa masak. Setahunya, Dharu dari keluarga kaya
Briana menangis sesenggukan setelah menceritakan apa yang terjadi kepadanya. Dia benar-benar menyesali pilihannya dulu.“Itu sudah terjadi, Bri. Mau kamu tangisi pun sekarang tak ada guna. Bukankah bagus karena dengan cara ini, kamu sekarang tahu betapa busuknya suami dan keluarganya? Jika kamu tak menjalankan rencana ini seperti wasiat papamu, mungkin bukan kamu yang dibilang parasit, tapi mereka yang benar-benar parasit.”Medha memberikan tisu ke Briana yang sedang menangis sesenggukan. Dia ikut sedih tapi juga bersyukur karena akhirnya Briana bisa melihat dengan jelas seperti apa keluarga Farhan.“Aku hanya tak menyangka saja. Farhan aku bela mati-matian di depan Papa, tapi ternyata hatinya busuk. Dia menganggapku sampah saat aku tak punya apa-apa,” ujar Briana mengeluarkan keluh kesahnya.Medha mengusap pelan punggung Briana untuk menenangkan. Dia tidak tega melihat temannya itu terus menangis seperti itu.“Sudah, air matamu terlalu berharga untuk pria seperti itu. Kamu tak seharu
“Kenapa kamu berpakaian seperti itu?” tanya Medha saat melihat penampilan Briana.“Aku tidak mau mengubah keputusan bercerai dari Farhan, jadi aku harus berpakaian seperti ini,” jawab Briana sambil memperhatikan penampilannya dari pantulan cermin.Medha tak paham dengan maksud ucapan Briana. Dia menggaruk kepala tidak gatal sambil menatap sahabatnya yang hanya memakai kaus biasa dengan celana kain tak ada modisnya.“Biarkan dia menghinaku untuk saat ini. Tapi aku akan pastikan dia tak bisa menghinaku di kemudian hari,” ucap Briana sambil melirik Medha yang berdiri di sampingnya.Medha langsung paham hingga mengangguk-angguk mendengar ucapan Briana.“Aku akan mengantarmu,” ucap Medha.“Tidak usah. Farhan akan curiga jika melihatmu,” tolak Briana.“Lalu, kamu mau naik mobil sendiri?” tanya Medha lagi.“Tidak, aku akan naik bus,” jawab Briana sambil melebarkan senyum.Medha menaikkan satu sudut alis mendengar jawaban Briana, tapi meski begitu dia pun tak bisa mencegah keinginan sahabatny
Briana berjalan keluar dari kafe setelah menemui Farhan. Setelah bicara dan melihat bagaimana sikap Farhan, Briana semakin yakin untuk bercerai. Tak ada yang bisa menghalanginya dan alasan untuknya tak berpisah.Saat akan mencari taksi, tiba-tiba saja sebuah mobil mewah tiba-tiba saja berhenti di depannya dan langsung membuka pintu.Briana mencoba melihat siapa yang ada di dalam, hingga alangkah terkejutnya dia saat melihat Dharu.“Masuklah!” perintah Dharu.“Tidak--” Briana ingin menolak, tapi Dharu langsung memotong.“Masuk!” perintah pria itu seolah tak bisa ditolak.Briana pun akhirnya masuk mobil Dharu. Dia bingung kenapa Dharu ada di sana.Mobil itu pun melaju meninggalkan tempat itu. Briana duduk sambil memangku paper bag berisi dokumen penting miliknya.“Kamu diusir suamimu?” tanya Dharu tanpa menoleh Briana.Briana terkejut mendengar pertanyaan itu. Dia memilih diam tak mau menjawab pertanyaan Dharu.“Kenapa tidak dijawab? Jika kamu diam, itu artinya benar.” Dharu langsung me
Briana benar-benar menyembunyikan diri dari dunia luar juga keluarga Farhan. Bahkan dia tak mengaktifkan ponsel yang diberikan Dharu. Dia ingin fokus dengan perceraian, serta menggiring opini keluarga Farhan jika dia memang terpuruk dan benar-benar tak bisa berbuat apa-apa.“Bri, aku mau ke supermarket. Kamu mau ikut?” tanya Medha karena sudah hampir sebulan ini Briana tak keluar rumah.“Tidak usah, aku malas kalau tiba-tiba ketemu keluarga Farhan. Belum waktunya aku bertemu mereka,” jawab Briana menolak ajakan Medha.Medha mengangguk-angguk mendengar jawaban Briana. Dia pun akhirnya pamit pergi sendiri.Medha pergi ke supermarket yang biasa didatanginya. Dia berjalan di antara etalase barang sambil mendorong troli, hingga langkahnya terhenti saat melihat siapa yang berdiri di depannya.“Kamu Dharu, kan?” tanya Medha memastikan karena sudah sangat lama tak melihat pria itu.Dharu tersenyum sambil menganggu