"Je—jeruji besi?! Apa yang sedang kau bicarakan, Luca?! Apa yang kulakukan, sampai aku mendapat ancaman seperti ini darimu?!" Bianca masih terlihat mengelak. Netranya membulat dan terlihat gemetar, memaksa diri untuk memandang wajah Luca.Luca sendiri terlihat semakin terluka. Ia tidak ingin mengubah pembicaraan yang tenang ini menjadi beringas. "Tch! Ernesto, kau lihat sendiri seperti apa kerasnya hati ibumu—""Ini tidak ada urusannya dengan Ernesto!" raung Bianca memotong ucapan Luca. Tapi Ernesto langsung meminta perhatian Bianca. "Ma, apa benar kau menyuruh orang menculik Dante? Apa benar kau meminta pria ini untuk mengurung Kak Visha?" Ernesto menggenggam tangan Bianca erat-erat, tapi ia sendiri tidak tahu harus berharap apa.Berharap Bianca mengakui perbuatannya? Tapi bagaimana kalau sang ibu tidak melakukannya? Bagaimana kalau bukti-bukti di tangannya sekarang tidak benar? Mungkin ada yang menjebak Bianca? "Ernesto, jangan percaya dengan semua ini. Mama tidak melakukan ap
Beberapa hari berlalu sejak kejadian penculikan. Visha pun sudah sehat lagi dan sedang mempersiapkan diri untuk dilantik dalam rapat pemegang saham.Dante sendiri tidak terlalu terpengaruh dengan kejadian itu. Mungkin karena pria yang menjaga mereka tidak melakukan hal buruk. Luca bahkan menerima pria tersebut menjadi anak buahnya.Dan hari ini, adalah rapat pemegang saham yang dilaksanakan di luar kewajiban perusahaan, karena adanya perubahan susunan manajemen di Viensha Ltd. "Apa ada yang perlu kulakukan?" tanya Visha pada Damian.Pria itu menggeleng. "Tidak ada, Nona. Hanya di akhir acara, harus berdiri menerima ucapan selamat dari para pemegang saham."Visha mengangguk percaya pada ucapan Damian. Ia sudah membayangkan dirinya harus maju ke depan dan memperkenalkan diri.Sesuatu yang membuatnya cukup rendah diri, kalau sampai ada yang terdengar membandingkannya dengan sang ayah."Nona, sudah akan dimulai." Damian membuka pintu ruang persiapan dan mengantar Visha ke ruangan yang
"Astaga, Kak! Minum dulu! Kenapa kau tersedak sih?!" bisik Ernesto sambil melirik ke arah para peserta rapat, kalau-kalau ada yang melihat momen bodoh sang kakak yang tiba-tiba terbatuk tanpa sebab.Adik laki-lakinya itu langsung membukakan air mineral botol kecil yang ada di hadapan Visha dan menyuguhkan padanya.Visha sedikit malu, karena pada akhirnya, ia menarik perhatian beberapa peserta rapat yang sedang serius menanggapi isu mengenai karyawan.'Javier! Dan balasan bodohnya!' keluh Visha dalam hati. Begitu pun, ia masih tidak tahu bagaimana harus membalas pesan Javier yang terakhir tadi. Padahal ia hanya berniat bercanda, tapi sekarang ia jadi terjebak sendiri dengan gurauannya itu.Setelah merasa tenggorokannya sudah tidak gatal, Visha pun membalas pesan Javier tadi.Ia memutuskan untuk mengabaikan pesan Javier dan membahas hal lain.Visha C. [11.45]: Kesampingkan itu dulu. Tolong beri aku laporan mengenai keluarga Adinata segera.Atas pesannya itu, Visha mendapatkan 'ok' seba
"Huh? Dari mana Nona tahu?" tanya Javier yang tak menyangka bahwa berita rahasia itu akan sampai di telinga Visha.Padahal Luca sudah mewanti-wanti kalau cerita itu jangan sampai terdengar oleh Visha."Jadi benar?! Padahal kau ingat, kan? Ayah memberikan ruang bagiku untuk pembalasan dendam ini. Kenapa Ayah melanggar janjinya?!" protes Visha pada Javier yang merasa kalau sang nona salah sasaran, karena protes padanya dan bukan pada Luca."Sabar dulu, Nona. Saya mau menjelaskan." Javier mencoba menenangkan Visha, sambil melirik ke arah Ernesto yang dia yakini menjadi dalang ketahuannya rahasia itu.Bukannya Luca ingin menutupi karena ia mendukung keinginan Lyuvent, tapi karena memang masalah itu sudah selesai diatasi. Tidak perlu diributkan lagi "Bos Luca berhasil membuat Tuan Besar menunggu sedikit lagi, Nona. Jadi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan.""Eh?!" Visha dikejutkan lagi dengan adanya informasi yang berbeda. Tapi kali ini ia bisa menghela napas lega mendengarnya berita bag
"Ah! Jadi benar soal Adinata," gumam Luca yang menerima anggukan kepala dari Visha, berulang kali. Luca mengambil sejumlah kudapan dan mencicipi beberapa makanan yang terlihat unik bentuknya, sementara pikirannya sibuk menimbang ini dan itu, terkait keputusan Visha.Ia tidak mungkin meninggalkan Italia terlalu lama. Tentu saja, jika Visha berencana untuk melancarkan rencananya itu, ia tidak mungkin tinggal hanya sebentar di Indonesia.‘Paling cepat selesai dalam 6 bulan. Tapi aku tidak bisa meninggalkan Cavallo terlalu lama. Aku tidak bisa ikut dengan Visha,’ batin Luca sambil menatap dalam-dalam netra biru Visha, dengan diam.Tak lama kemudian, Luca bertanya, "Kau yakin sudah siap, Navisha? Kau tahu, kan, Ayah tidak bisa meninggalkan Italia terlalu lama. Kau akan bergerak sendiri. Bagaimana?" tanya Luca setelah menelan salah satu kudapan yang beruntung dicicipinya.Visha terdiam sambil mengepalkan tangannya. Tapi dengan tegas ia berkata, "Aku tidak siap, Ayah, tapi aku merasa kalau
“Sudah, Bos.”Luca mengangguk. “Kalau Ernesto bilang dia tak ingat sudah menyetujui ini besok, kita sudah punya buktinya,” ujar Luca sambil tergelak.Sementara itu, Ernesto sudah benar-benar tak sadarkan diri, karena ia menghabiskan 2 botol wine dengan cepatnya.Yang selalu disayangkan oleh Luca dari Ernesto adalah anak itu takkan pernah bisa menemaninya minum hingga larut. Sebentar saja, ia pasti sudah mabuk. Dan itu cukup menyulitkan di dunia mafia.“Damian, minta Celez membawanya ke kamar,” perintah Luca dengan nada mengeluh.Ia mengeluhkan lemahnya Ernesto terhadap minuman keras, padahal ia menyimpan begitu banyak minuman keras di kamarnya.“Baik, Bos. Sekalian saya dan Javier pamit.”Luca mengangguk menerima pamitnya.Dan segera, ruangan itu sunyi kembali, sebelum Luca berkata, “Visha, Nak. Tidurlah di sini malam ini. Kurasa Dante sudah ada di kamar lamamu.”Visha sedikit kaget mendapat undangan itu. Tapi tidak mungkin ia menolaknya.“Ah, ya. Tapi … uhm, apa Mama tidak masalah?”
“Saya butuh foto terbaru Nona dan Tuan muda. Siang nanti sebaiknya kita ke studio foto.” Damian menjelaskan jadwal tambahan yang harus dilakukan Visha hari ini.Setelah kemarin mereka berdiskusi panjang lebar mengenai persiapan Visha untuk berangkat ke Indonesia, Damian mulai bergerak.Saat ini, Ernesto yang tengah panik, karena ia benar-benar tak menyangka kalau dirinya mengiyakan permintaan Visha untuk mengurus perusahaan Viensha Ltd. ini selama keabsenannya.“Kau diam dulu, Damian! Jelaskan padaku bagaimana pembicaraan ini bisa sampai pada keputusan bahwa aku akan mengurus perusahaan sementara waktu!” tuntut Ernesto lagi.Padahal ia sudah mendengarkan rekaman yang diambil Damian kemarin dan sudah jelas alur pembicaraannya.“Seperti yang sudah Tuan muda lihat di video rekaman tersebut, Tuan muda Ernesto. Beberapa tanggung jawab yang perlu dipindahtangankan kepada Anda, sudah diatur oleh bagian legal perusahaan. Tinggal menunggu suratnya saja.” Damian menjawab dengan santai.Melihat
“Kau yakin sudah tidak ada lagi yang tertinggal, Visha?”tanya sang ayah—Luca Cavallo.Pria tua itu sengaja berlama-lama. Ia masih tidak bisa merelakan putrinya untuk pergi, setelah sekian lama bersama.Sekali lagi Visha terkekeh mendengar pertanyaan yang sudah 3 kali diulangnya. Dan dengan sabar ia menjawab, “Sudah, Ayah. Tenang saja. Kalau ada yang ketinggalan aku akan minta Damian mengirimnya.”Acara foto keluarga yang mendadak 2 minggu lalu itu berakhir manis. Bahkan Bianca yang dibebaskan sementara karena harus ikut berfoto juga turut mendoakan Visha yang akan menjalankan misinya.Apa yang sudah dilakukan keluarga Adinata bukan lagi sekedar masalah pribadi per pribadi. Menghancurkan mereka, sudah menjadi sebuah misi yang diemban Visha untuk membersihkan nama Cavallo. Terutama namanya.Sekitar 2 jam kemudian, Visha sudah berada di dalam pesawat. Dante masih belum bisa duduk tenang di kursinya. Ia dan Madoka tengah mengamati interior pesawat terbang.Ini kali pertama putranya itu na