“Kalian sudah dapatkan CCTV? Black box?” tanya Nigel yang sedikit lebih sehat ketimbang Kahlun.Pria itu—Kahlun, terkena luka tusuk di perutnya beberapa kali, dan sekarang sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Ia sempat menelepon Visha tadi, untuk memberitahu apa yang terjadi.Sementara menunggu Visha datang, mereka sudah mencoba mengumpulkan rekaman CCTV dan black box di sekitar area di mana Dante terlihat bermain bersama teman-temannya.Sayangnya, CCTV sudah dimatikan sejak setengah jam sebelum kejadian berlangsung. Jelas sekali mereka sudah merencanakan ini dengan sangat rapi. Dan tentu saja tidak ada kendaraan di dalam taman bermain.Kalaupun ada, itu adalah truk makanan, dan truk itu tidak memiliki black boxDengan kata lain, pencarian mereka sia-sia.Tak lama kemudian Visha tiba di tempat kejadian. Ditemani Lucas, ia langsung mencari Nigel.Visha menyuruh Lucas yang menanyakan segala sesuatu, karena ia tahu dengan kondisi emosinya saat ini, ia akan sangat mudah marah dan tida
“Jangan gegabah, Visha!” Luca memperingatkan putrinya, “Kita harus membuat rencana dulu. Dinginkan kepalamu, Navisha!”Tapi rasa khawatir yang terlalu besar itu membuatnya segera menarik lepas infus di tangannya sebelum berlari cepat, keluar dari kamar perawatan.“Nona Visha!”“Javier! Kejar Visha!” perintah Luca.Tanpa menunggu perintah 2 kali, Javier segera meninggalkan tempat itu dan berlari mengejar Visha, sementara Luca langsung mengatur posisi para anak buahnya.Ia berhasil menahan Visha di tangga darurat dan memeluknya erat.“Lepaskan aku, Javier!” raung Visha seperti orang yang sudah kehilangan kewarasannya.Tentu saja Javier harus mengabaikan perintah Visha lalu berkata, “Tolong dengarkan saya, Nona Navisha. Saya akan mengantar anda ke tempat yang diminta si penculik. Oke?”Visha menatap Javier, mencari kebenaran di balik kalimatnya itu dan mengangguk ketika hatinya mempercayai ucapan pria itu.“Bawa aku ke sana, Jav. Aku tidak peduli mereka mau melakukan apa, yang penting ak
“Huft!”Visha bersandar di dekat pohon besar yang ada di tempat terakhirnya berhenti tadi. Seperti perintah di dalam pesan tadi, ia harus diam di tempatnya.Karena kepalanya semakin pusing dan berakibat pada pandangannya yang mulai kabur, Visha pun memutuskan untuk duduk.‘Dante, bertahan sedikit lagi, Nak. Mama datang,’ batin Visha nelangsa. Sementara air mata kembali membanjir kala ia membayangkan putranya sedang ketakutan.Tak lama kemudian, ia kembali tak sadarkan diri. Seorang pria yang ditugaskan menjemputnya pun cukup kebingungan melihat Visha yang sudah tergeletak tanpa kesadaran di atas tanah.“Sepertinya pingsan, Bos,” lapor pria itu lewat protofon—walkie talkie yang menghubungkannya dengan seseorang di dalam gudang.“Bawa saja ke sini. Jangan lupa tutup matanya dan ikat tangan dan kakinya ke belakang,” perintah seorang pria dari seberang, yang menjadi lawan bicara si pembicara.“Siap, Bos.”Si penjemput itu kemudian mengangkat tubuh Visha dan memasukkannya ke dalam mobil. I
“Ha!”Madoka langsung berlari cepat melesat. Hanya satu tujuan yang ingin ia capai. Lantai 2 di mana Dante di sembunyikan.Bang!Bang!Bang!Ratata! Ratata!Semua senjata terarah pada Madoka. Tapi bukan Madoka—Mad Dog namanya, kalau tidak bisa beraksi tanpa celah. Ia berhasil melewati setengah dari ruangan itu.Sayang, sebuah peluru melesat tak terdeteksi oleh telinga tajam pria cantik itu dan mengenai pangkal pahanya.“Akh!”Bruk!Madoka terjatuh tepat di atas anak tangga terbawah. Ia merintih kesakitan sementara semua musuhnya menertawakannya.“Nyawamu tinggal 1 kah, Kitty?” ejek salah satu dari mereka sambil memanggul senjata laras panjangnya dengan gaya angkuh.“Miauw! Ha! Ha! Ha!” sambar yang lainnya.Madoka masih berusaha untuk setidaknya duduk di atas tangga dan membentengi diri dengan tongkat panjang yang masih ada di tangannya.Dan setelah ia berhasil duduk di atas anak tangga sambil bersandar di tiang tangga itu, ia langsung mengarahkan tongkat panjangnya ke arah mereka semu
Sementara itu, di gudang tua di mana Visha dikurung, Javier baru saja melumpuhkan 5 penjaga yang bertugas di belakang gudang.Sampai saat ini Javier dan Madoka masih menebak-nebak siapa dalang dibalik penculikan Dante. Yang sedikit membuatnya lega adalah kabar dari Madoka kalau tuan mudanya sudah selamat di tangan Madoka.Yang tersisa kini adalah menyelamatkan Visha dari gudang itu. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda Luca mengirimkan bala bantuan untuknya. 'Berarti aku harus bekerja sendirian ,' keluh Javier dalam hati.Bukannya ia tidak bisa mengalahkan mereka, hanya saja, sudah lama sekali sejak perkelahian besar dulu. Ia tidak terlalu yakin hasilnya akan baik.Jadi, ia harus sangat berhati-hati saat mendekati gudang. Tidak mau kehadirannya ketahuan terlalu cepat dan harus menghadapi mereka semua sendirian. Untungnya, Javier membawa senapan yang tidak bising, jadi ia bisa membunuh musuh dalam kesunyian.Saat ini, ia berhasil masuk ke dalam gudang dari pintu belakang dan
"Bagaimana kondisi putri saya. Dok?" Luca betanya dengan nada penuh kekhawatiran.Setelah menyelamatkan Visha dari gudang, Luca langsung membawanya ke rumah sakit. Ia juga memeriksakan kondisi Dante serta ketiga temannya.Secara tidak langsung, semua kejadian ini adalah karena kesalahannya dalam mengambil keputusan."Nona Navisha sepertinya kelelahan. Beberapa jam menerima cairan infus akan membuatnya segar kembali. Tapi, kalau bisa, biarkan Nona beristirahat sendiri, tanpa diganggu dengan urusan yang berat."Dokter keluarga Cavallo yang baru saja kembali dari penugasan di negara lain itu, menjelaskan sambil memberikan tatapan menegur."Yeah. Terima kasih, Dok."Dokter tua bernama Benigno tersebut pun pamit, setelah melihat raut wajah Luca yang sudah memahami maksudnya. Seperti apa yang dikatakan Dokter Benigno, Luca pun meminta Javier untuk berjaga di kamar perawatan Visha. Ia sendiri langsung ke kamar Dante dan tiga temannya untuk menerima laporan hasil pemeriksaan."Organ dalam s
"Aku tidak terlibat, Pa. Kau tahu sendiri apa yang sedang kukerjakan. Kau bisa memeriksaku secara terbuka. Aku tidak keberatan," tantang Ernesto sambil meletakkan ponselnya di atas meja.Helaan napas berat keluar dari mulut Luca. "Hati manusia tidak ada yang tahu, Ernesto. Maafkan kalau Papa membuatmu marah. Papa sedang tidak dalam keadaan bisa mempercayaimu dan ibumu." Luca mengalihkan pandangannya kembali pada jalan raya yang sesekali terlihat rapat dengan mobil.Mereka kembali terdiam. Luca benar-benar kesulitan memutuskan, siapa yang akan ia percayai.Melihat netra Ernesto yang mampu menatap matanya dengan tidak goyah, Luca pun tidak yakin lagi dengan keraguannya.'Walau bisa saja, ada kemungkinan Ernesto mencoba-coba dengan berpura-pura menantangku seperti ini. Argh! Aku tidak tahu lagi mana kebenaran,' keluh Luca dalam hatinya. Setelah terdiam cukup lama, Luca akhirnya membuka suara, memecah keheningan di antara mereka."Aku akan menuntut Bianca." Luca mengumandangkan keputus
Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu. Bianca yang baru saja tiba di bandara negara Italia langsung dikawal oleh Damian dan Madoka, menuju ke tempat yang belum pernah ia datangi."Kalian mau bawa aku ke mana?! Aku tidak tahu tempat ini!" seru Bianca panik. Madoka pun tersenyum lebar, mencoba menenangkan istri bos-nya itu, sambil berkata, "Tenang saja, Madam. Tidak ada yang mungkin berani melukai Madam."'Kecuali Bos Luca sendiri,' lanjut Madoka dalam hati."Tapi ada keperluan apa, kalian menjemputku ke tempat yang tak kukenal ini, Madoka?!" tanyanya dengan nada yang mulai meninggi.Madoka mencoba sabar, karena Luca sudah memperingatkan mereka untuk tetap bersikap hormat pada Bianca.Melihat Madoka yang sudah diambang batas kesabaran, Damian memutuskan untuk menjawab kemarahan Bianca, "Bos Luca meminta kami untuk membawa Nyonya ke sini. Mohon bersabar sampai Nyonya berada di tempat tujuan. Nyonya bisa menanyakannya pada Bos Luca."Bianca tak lagi membantah. Ia sedikit takut kala