Share

Bab 5

Mobil taksi yang ditumpangi Karina berhenti di depan gedung perkantoran grup Harmoko yang menjulang tinggi dan tampak mencolok di antara gedung-gedung lainnya di kota itu. 

Sebelum dia melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan itu, Mia sudah terlihat menunggunya di depan pintu masuk bersama dengan dua pria kekar yang memakai jas hitam. 

Melihat Karina datang, Mia langsung berlari kecil menyambut, diikuti dengan dua pria tadi.

“Nona Muda, ternyata anda benar-benar datang. Kalau begitu, mari silahkan.” Mia terlihat begitu senang, begitu juga dengan dua pria di belakangnya. Mereka tidak menyangka jika Nona Muda mereka benar-benar akan datang ke perusahaan.

Sebelum melangkah masuk, Karina menoleh dan bertanya dulu pada Mia, “Kamu tidak memberitahu kakek kan, tentang kedatanganku ini?”

“Tidak, Nona Muda. Tuan Besar sudah ada satu mingguan ini tidak pergi ke perusahaan. Dia terlalu khawatir memikirkan mu.”

“Baguslah, jangan beritahu pada kakek dahulu tentang rencanaku.”

Mia mengangguk dengan hormat, kemudian mengikuti langkah kaki Karina yang masuk ke dalam gedung. Orang-orang melihat mereka. Tidak ada yang lupa dengan wanita cantik yang berjalan di samping sekretaris Mia. Meskipun Karina berpakaian lusuh dan sama sekali tidak layak untuk menginjakkan kaki di wilayah perkantoran megah seperti grup Harmoko ini, tetapi semua orang juga sudah tahu siapa dia.

Ada senyum kebahagiaan di mata semua orang. Ada juga yang berani berbisik karena tidak bisa menahan diri, “Nona Muda sudah kembali. Semoga saja Perusahaan kita akan semakin jaya.” 

“Iya benar. Kasihan sekali dia. Sepertinya, setelah pergi dari grup Harmoko, Nona Muda mengalami banyak kesulitan. Lihatlah penampilannya sangat kumel.”

“Iya, aku dengar Tuan Besar terus berusaha untuk membujuknya agar bersedia kembali. Mudah-mudahan saja saat ini, hati Nona Muda akan luluh dan dia bersedia untuk kembali ke perusahaan ini lagi.”

Semua orang juga tahu alasan kenapa Karina pergi dari perusahaan. Bahkan pergi dari rumah besar Grup Harmoko, rela meninggalkan kekuasaan dan kekayaannya. 

Tapi melihat kedatangan Karina kali ini, yang sudah hampir tiga tahun tidak pernah menginjakkan kakinya di perusahaan ini, mereka merasa sedikit lega. Beberapa orang justru berdoa semoga saja ini adalah firasat yang baik. 

Mia membukakan pintu dengan lembut, Karina kemudian melangkah masuk. Hatinya berdesir ketika pandangannya menatap ke sekelilingnya. 

Ruangan ini begitu sangat rapi, meskipun sudah hampir tiga tahun dia tidak memasukinya.

Beberapa fotonya pun masih terpajang di sana dengan baik. 

Tentu saja, karena mereka selalu merawat ruangan presiden ini dengan baik. Mereka selalu yakin jika Nona Muda mereka pasti akan kembali suatu saat nanti. 

Kakek Harmoko juga jarang sekali masuk ke ruangan ini, mungkin hanya sesekali saja jika dia sedang merindukan Karina. 

Karina menarik nafas berat perusahaan ini sebenarnya adalah tanggung jawabnya. Tetapi dia justru menelantarkannya hanya demi seorang Adnan yang ternyata tidak lebih rendah dari seorang sampah.

Dia bahkan tega membiarkan kakeknya yang sudah tua memikul beban perusahaan ini. Memikirkan kesalahannya itu, dia hampir meneteskan air mata. Tetapi dia langsung menghapusnya, kemudian dia melangkah dan duduk di sofa.

Mia mengikutinya, berdiri di sampingnya tetapi belum mengatakan apapun. Sampai Karina menoleh padanya dan berkata, “Bagaimana tentang kerjasama kita dengan Grup Limanto?”

“Semua berjalan lancar sesuai permintaan Nona Muda. Tetapi,” Wanita muda tetapi penuh wibawa itu menggantung kalimatnya. Dia agak ragu-ragu untuk melanjutkan. 

Melihat keraguan Mia, Karina langsung berkata, “Katakan saja.”

“Kualitas perusahaan itu memang jelek. Jika bukan karena suntikan dana kita yang secara berkala, perusahaan itu pasti sudah mengalami kebangkrutan sejak tahun lalu.”

Karina mengangguk, sekarang dia mengerti apa yang harus dilakukan. Kemudian dia berdiri.

“Baiklah, sekarang siapkan sopir untuk mengantarku pulang. Hari ini aku akan menyelesaikan segala urusanku. Tunggu aku menelpon mu, baru kamu bisa menjemput ku.”

“Baik, Nona Muda. Kami akan mematuhi perintah.” Mia mengangguk dengan patuh, meskipun bibirnya tidak tersenyum sedikitpun tetapi hatinya benar-benar sangat bahagia saat mendengar ucapan Karina. Artinya, Nona mudanya akan segera kembali. Dengan semangat dia menelpon sopir untuk mengantar Karina pulang.

Sebelum kembali ke rumah Karina mampir terlebih dahulu ke toko baju ternama. Dia membeli sepasang baju yang mewah, tas, perhiasan, bahkan sepatu baru dengan merek terkenal. Kemudian dia menyuruh sang sopir untuk mengantarnya pulang.

Karina menyuruh sang sopir berhenti di persimpangan jalan saja.

“Nona, tapi ini belum sampai ke tujuan.” Sang sopir sedikit terkejut.

“Tidak apa-apa, aku turun saja di sini.”

Sang sopir tidak berani membantah, dia ingin segera keluar untuk membukakan pintu. Tetapi Karina sudah membuka pintu itu sendiri dan keluar dari mobil, kemudian menutup pintu dan memberi isyarat agar sopir agar cepat pergi.

Sampai di rumah, Karina langsung pergi ke kamar bahkan dia tidak menghiraukan ketika ibu mertuanya memanggil dan memarahinya.

Laras begitu kesal melihat kelakuan Karina, “Benar-benar wanita tidak tahu diri! Entah dari pergi ke mana, pulang-pulang langsung ke kamar! Tidak tahu apa, kalau dapur dan rumah masih berantakan seperti ini?” Laras menggerutu, dia ingin pergi ke kamar Karina untuk membuat perhitungan. Tetapi langkahnya terhenti ketika suara Lidya memanggilnya.

“Bibi Laras.” 

Laras langsung menoleh dan menyunggingkan senyuman yang lebar.

“Lidya.” Laras segera menghampiri Lidya dan mengajaknya untuk duduk.

“Bagaimana, sayang? Apa tadi kamu sudah menemui Adnan dan berbicara baik-baik dengannya?” Laras bertanya penuh harapan.

Lidya tersenyum, “Aku sudah menemui Adnan di kantornya dan berbicara baik-baik padanya.”

“Terus bagaimana?” Laras bertanya dengan rasa tidak sabaran, dia benar-benar sudah tidak sabar ingin menjadikan Lidya sebagai menantunya dan nyonya Limanto untuk menyingkirkan Karina yang baginya sama sekali tidak pantas.

Senyum Lydia tiba-tiba memudar. Dia berkata dengan nada muram. “Sepertinya wanita itu benar-benar sudah mempengaruhi Adnan. Tadinya Adnan sudah hampir membuka hati, tetapi perempuan itu tiba-tiba datang merusak suasana. Lalu Adnan berkata lagi padaku, jika dia akan memikirkannya dulu tentang permintaanku untuk menikah dengannya.“ 

Laras terkejut, “Maksud kamu apa? Jadi wanita itu datang ke kantor Adnan, begitu?”

“Iya, Bibi. Pada saat aku sedang mencoba merayu Adnan, dia tiba-tiba muncul dengan pakaian kumuhnya itu dengan alasan mengantar makan siang. Sepertinya wanita itu benar-benar tidak ingin melepaskan Adnan lagi.”

Laras mendengus kesal. “Dasar perempuan murahan! Tidak tahu malu! Kalau orang-orang tahu jika dia istrinya Adnan, itu pasti sangat memalukan dan bisa mencoreng nama baiknya, kan? Aku benar-benar harus memberi pelajaran wanita itu?”

Sedangkan di dalam kamar, Karina sudah selesai berganti pakaian dengan gaun warna coklat muda di atas lutut. Dia juga memoles wajahnya dengan make up tipis memakai perhiasan berliannya dan sepatu hak tinggi yang dibelinya tadi. Dia menggunakan tas bermerek untuk membawa barang-barang kecil miliknya.

Sebelum membalikkan badan, dia sempat menatap bayangan dirinya di cermin. “Adnan, maafkan aku. Kurasa, balas budi ku padamu sudah selesai. Sekarang sudah saatnya aku memikirkan untuk kebahagiaanku sendiri. Aku sudah menyerah. Kamu tidak pernah bisa membuka hatimu untukku.” Setelah berkata demikian, dia mengambil ponselnya dan menghubungi Mia.

Di sana Mia langsung mengangkat panggilan dari Karina, “Nona muda,  bagaimana? Apakah kami akan menjemputmu sekarang?” 

“Ya.” Hanya satu kata itu yang keluar dari mulut Karina.

“Baik, Nona muda. Dengan senang hati, kami akan segera ke sana.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status