Share

bab 9

Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.

Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh.

Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka

Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris.

Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil.

“Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan.

Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu

Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya itu dengan senyuman yang lebar.

“Akhirnya, cucu kesayanganku pulang juga.” Ucap kakek Harmoko

Karina belum menjawab Dia menatap Wajah pria tua di hadapannya itu kemudian dia menunduk hormat untuk beberapa saat, setelah itu dia kembali mengangkat pandangannya. Ada bulir air mata yang tiba-tiba jatuh di sudut mata indahnya.

Tangan kakek Harmoko terangkat untuk mengusap bulir air mata yang sudah jatuh di pipi putih itu.

“Tidak perlu menangis, tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Bukankah itu adalah pilihanmu sendiri? Jika sekarang kamu sudah sadar dan pulang kembali ke asalmu, kakek benar-benar sangat bahagia.”

Karina tertegun, dia tidak menyangka jika kakeknya mempunyai hati yang begitu lapang. Selalu memaafkan kesalahannya dan masih mau menerima kehadirannya kembali.

“Kakek maafkan aku, aku sudah salah.”

Kakek Harmoko menggeleng cepat kemudian menjawab, “Kamu tidak bersalah. Kamu hanya belum tahu mana yang benar.”

Karina tersenyum menatap harmonis pada kakeknya. “Terima kasih, Kek. Kakek sudah mau memberiku kesempatan kembali.”

Kakek Harmoko tertawa kecil, “Ini adalah rumahmu, selamanya akan menjadi rumahmu. Dan kamu adalah cucu kakek satu-satunya, kakek tidak punya siapapun di dunia ini selain kamu. Kakek juga sudah pernah mengatakan kapanpun kamu akan pulang pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu.”

“Ah, baiklah, karena kamu sudah kembali Jadi mari kita masuk.” Kakek Harmoko berkata kembali.

Karina mengangguk, kemudian meraih lengan kakek Harmoko dan mereka melangkah masuk ke dalam rumah.

Di ruangan yang luas dengan nuansa gold itu, kakek Harmoko sudah duduk di sofa sedangkan Karina, dia masih berdiri mengedarkan pandangannya.

Tiga tahun dia sudah meninggalkan rumah ini dan sedikitpun tidak ada perubahan. Masih sama seperti waktu terakhir dia keluar dari rumah ini.

Kakek Harmoko menoleh, menatap ke arah Karina yang masih berdiri di sana. Dia kemudian menepuk sofa di sebelahnya, “Kenapa masih berdiri di sana? Duduklah di sini.”

Karina menghampiri kakeknya, kemudian dengan lembut dia duduk di sampingnya.

Kakek Harmoko terdengar menghela nafas lega, kemudian terdengar dia berkata “Kakek benar-benar lega melihat kamu sudah kembali, Karina. Lihatlah, rumahmu ini sedikitpun tidak ada yang berani merubah tata letak atau apanya pun sedikit saja. Semua masih sama seperti dulu, karena kami semua selalu mengharapkan kepulanganmu.”

Karina merasa bersalah karena telah mementingkan egoisnya, dia bahkan tidak memikirkan kakeknya juga penghuni rumah ini yang sudah belasan tahun setia untuk mendampingi mereka di rumah besar ini.

“Kakek, mulai hari ini aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Mulai detik ini aku akan berada di sini. Aku akan kembali ke perusahaan untuk memimpin grup Harmoko seperti dulu lagi.”

Begitu mendengar ucapan cucunya seperti itu Kakek Harmoko langsung tersenyum lebar, dia menepuk bahu Karina beberapa kali.

“Terima kasih cucuku. Terima kasih karena kamu telah mau memikirkan masa depan perusahaan kita.”

Setelah diam sejenak, kakek Harmoko terdengar bertanya, “Karina, ngomong-ngomong, apa kamu sudah tahu bagaimana keluarga Limanto?”

Karina tersenyum getir, “ Sebenarnya aku sudah tahu sejak awal aku masuk rumah itu. Tapi bodohnya aku, aku masih rela bertahan di sana. Tetapi setelah hampir tiga tahun berada di sana, aku merasa tidak tahan lagi atas penindasan mereka. Mereka sudah benar-benar keterlaluan padaku. Sebab itu aku memutuskan untuk bercerai dari Adnan dan kembali ke rumah ini dengan membawa sakit hati yang begitu banyak.”

Kakek Harmoko menarik nafas panjang, dia menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya erat-erat, “Keluarga sampah itu sudah berani membuat cucuku menderita selama itu. Mereka tidak tahu jika kamu ini bukanlah wanita sembarangan.”

Benar yang dikatakan kakek Harmoko, keluarga Limanto tidak pernah tahu siapa Karina sebenarnya. Yang dipandang mereka hanyalah status dan kehormatan saja tanpa adanya ketulusan dan kasih sayang.

Mereka tidak pernah berpikir jika wanita yang selama ini mereka hina itu adalah seorang wanita yang terhormat, bahkan hanya dengan sekali ucap saja apa, yang diinginkannya akan terlaksana.

“Kamu harus membalasnya, Karina. Tunjukkan kepada mereka , siapa dirimu sebenarnya, agar mereka menyesal dan menangis darah. Jika itu terjadi, maka jangan pernah memaafkan mereka!”

Bayangan tentang perlakuan Ibu mertuanya kepadanya, kemudian ucapan kasar Adnan yang selalu diucapkan padanya. Lalu adegan di mana Adnan berciuman dengan Lidya, membuat Karina mengangguk tanpa ragu.

Melihat Karina mengganggu, kakek Harmoko pun sangat puas, kemudian dia menyuruh Karina untuk istirahat.

Sebelum Karina melangkah ke kamar, dia memanggil Mia.

“Nona muda, apa ada perintah?” Mia bertanya penuh semangat.

“Mulai sekarang, hentikan suntikan dana pada grup Limanto. Dan besok, kamu temui pimpinan perusahaan itu untuk menghentikan kerjasama.”

Mia mengerutkan keningnya, tetapi kemudian dia segera mengangguk dengan matanya yang dipenuhi dengan senyuman, “Baik Nona muda, aku akan segera mengaturnya.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status