Tiga mobil Bentley hitam yang meluncur di jalanan aspal hitam. Meskipun padat, tetapi tiga mobil itu tetap lancar seperti sengaja diberi jalan oleh para pengguna jalan lainnya.
Di sebuah persimpangan jalan mobil-mobil itu berbelok dan berhenti di depan sebuah rumah besar dengan pagar besi hitam yang tinggi dan kokoh. Hanya selang beberapa detik gerbang besi itu terbuka tiga mobil itu masuk dan berhenti sebelum pintu mobil paling depan terbuka para pelayan wanita dan pria sudah keluar secara teratur dan berbaris rapi untuk menyambut kedatangan mereka Mia turun terlebih dahulu sebelum kemudian dia membuka pintu untuk sang putri pewaris. Para pelayan membungkuk Dengan hormat ketika Nona mudanya keluar dari dalam mobil. “Selamat datang kembali Nona muda.” mereka serempak mengucapkan kata penyambutan. Karina hanya tersenyum dan mengangguk ringan kemudian dia menatap seorang Pria tua yang memakai tongkat keluar dari pintu Kakek Harmoko menyambut kedatangan cucu satu-satunya miliknya itu dengan senyuman yang lebar. “Akhirnya, cucu kesayanganku pulang juga.” Ucap kakek Harmoko Karina belum menjawab Dia menatap Wajah pria tua di hadapannya itu kemudian dia menunduk hormat untuk beberapa saat, setelah itu dia kembali mengangkat pandangannya. Ada bulir air mata yang tiba-tiba jatuh di sudut mata indahnya. Tangan kakek Harmoko terangkat untuk mengusap bulir air mata yang sudah jatuh di pipi putih itu. “Tidak perlu menangis, tidak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Bukankah itu adalah pilihanmu sendiri? Jika sekarang kamu sudah sadar dan pulang kembali ke asalmu, kakek benar-benar sangat bahagia.” Karina tertegun, dia tidak menyangka jika kakeknya mempunyai hati yang begitu lapang. Selalu memaafkan kesalahannya dan masih mau menerima kehadirannya kembali. “Kakek maafkan aku, aku sudah salah.” Kakek Harmoko menggeleng cepat kemudian menjawab, “Kamu tidak bersalah. Kamu hanya belum tahu mana yang benar.” Karina tersenyum menatap harmonis pada kakeknya. “Terima kasih, Kek. Kakek sudah mau memberiku kesempatan kembali.” Kakek Harmoko tertawa kecil, “Ini adalah rumahmu, selamanya akan menjadi rumahmu. Dan kamu adalah cucu kakek satu-satunya, kakek tidak punya siapapun di dunia ini selain kamu. Kakek juga sudah pernah mengatakan kapanpun kamu akan pulang pintu rumah ini akan selalu terbuka untukmu.” “Ah, baiklah, karena kamu sudah kembali Jadi mari kita masuk.” Kakek Harmoko berkata kembali. Karina mengangguk, kemudian meraih lengan kakek Harmoko dan mereka melangkah masuk ke dalam rumah. Di ruangan yang luas dengan nuansa gold itu, kakek Harmoko sudah duduk di sofa sedangkan Karina, dia masih berdiri mengedarkan pandangannya. Tiga tahun dia sudah meninggalkan rumah ini dan sedikitpun tidak ada perubahan. Masih sama seperti waktu terakhir dia keluar dari rumah ini. Kakek Harmoko menoleh, menatap ke arah Karina yang masih berdiri di sana. Dia kemudian menepuk sofa di sebelahnya, “Kenapa masih berdiri di sana? Duduklah di sini.” Karina menghampiri kakeknya, kemudian dengan lembut dia duduk di sampingnya. Kakek Harmoko terdengar menghela nafas lega, kemudian terdengar dia berkata “Kakek benar-benar lega melihat kamu sudah kembali, Karina. Lihatlah, rumahmu ini sedikitpun tidak ada yang berani merubah tata letak atau apanya pun sedikit saja. Semua masih sama seperti dulu, karena kami semua selalu mengharapkan kepulanganmu.” Karina merasa bersalah karena telah mementingkan egoisnya, dia bahkan tidak memikirkan kakeknya juga penghuni rumah ini yang sudah belasan tahun setia untuk mendampingi mereka di rumah besar ini. “Kakek, mulai hari ini aku berjanji tidak akan meninggalkanmu lagi. Mulai detik ini aku akan berada di sini. Aku akan kembali ke perusahaan untuk memimpin grup Harmoko seperti dulu lagi.” Begitu mendengar ucapan cucunya seperti itu Kakek Harmoko langsung tersenyum lebar, dia menepuk bahu Karina beberapa kali. “Terima kasih cucuku. Terima kasih karena kamu telah mau memikirkan masa depan perusahaan kita.” Setelah diam sejenak, kakek Harmoko terdengar bertanya, “Karina, ngomong-ngomong, apa kamu sudah tahu bagaimana keluarga Limanto?” Karina tersenyum getir, “ Sebenarnya aku sudah tahu sejak awal aku masuk rumah itu. Tapi bodohnya aku, aku masih rela bertahan di sana. Tetapi setelah hampir tiga tahun berada di sana, aku merasa tidak tahan lagi atas penindasan mereka. Mereka sudah benar-benar keterlaluan padaku. Sebab itu aku memutuskan untuk bercerai dari Adnan dan kembali ke rumah ini dengan membawa sakit hati yang begitu banyak.” Kakek Harmoko menarik nafas panjang, dia menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya erat-erat, “Keluarga sampah itu sudah berani membuat cucuku menderita selama itu. Mereka tidak tahu jika kamu ini bukanlah wanita sembarangan.” Benar yang dikatakan kakek Harmoko, keluarga Limanto tidak pernah tahu siapa Karina sebenarnya. Yang dipandang mereka hanyalah status dan kehormatan saja tanpa adanya ketulusan dan kasih sayang. Mereka tidak pernah berpikir jika wanita yang selama ini mereka hina itu adalah seorang wanita yang terhormat, bahkan hanya dengan sekali ucap saja apa, yang diinginkannya akan terlaksana. “Kamu harus membalasnya, Karina. Tunjukkan kepada mereka , siapa dirimu sebenarnya, agar mereka menyesal dan menangis darah. Jika itu terjadi, maka jangan pernah memaafkan mereka!” Bayangan tentang perlakuan Ibu mertuanya kepadanya, kemudian ucapan kasar Adnan yang selalu diucapkan padanya. Lalu adegan di mana Adnan berciuman dengan Lidya, membuat Karina mengangguk tanpa ragu. Melihat Karina mengganggu, kakek Harmoko pun sangat puas, kemudian dia menyuruh Karina untuk istirahat. Sebelum Karina melangkah ke kamar, dia memanggil Mia. “Nona muda, apa ada perintah?” Mia bertanya penuh semangat. “Mulai sekarang, hentikan suntikan dana pada grup Limanto. Dan besok, kamu temui pimpinan perusahaan itu untuk menghentikan kerjasama.” Mia mengerutkan keningnya, tetapi kemudian dia segera mengangguk dengan matanya yang dipenuhi dengan senyuman, “Baik Nona muda, aku akan segera mengaturnya.”“Karina, kamu harus dengar ucapan kakek. Adnan itu bukan suami yang baik untukmu. Kamu tidak akan bahagia jika bersamanya.” Kakek Harmoko terus berusaha untuk menyadarkannya, tetapi hati Karina seperti sudah tertutup. Karina bergeming, dia menatap wajah kakeknya. Pria tua itu yang telah membesarkan dirinya sendirian sejak dia lahir ke dunia ini. Sebenarnya, hatinya merasa sedih dan tidak tega. Tetapi dia tidak bisa mengubah keputusannya. Dia telah berjanji dan dia harus menepati janjinya. “Kakek, maafkan aku. Beri aku waktu tiga tahun untuk membuktikannya, jika pilihanku ini tidak salah.” Kakek Harmoko tidak bisa lagi mencegah keinginan cucunya. Karina memang sangat keras kepala. Pria tua itu menegakkan pandangannya, kemudian dia berkata dengan tegas, “Baik. Tiga tahun. Tiga patah kata yang keluar dari mulutnya cukup membuat Karina lega. Dengan pikiran yang mantap, Karina menarik koper dan keluar dari pintu rumahnya yang cukup megah itu. Tapi baru satu meter dia melangkah, suara ka
Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya. Adnan segera membantu ibunya bangun. “Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras. Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya. Plak! Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!” “Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Ka
Lidya mengulurkan tangannya untuk meraih lengan Adnan. Dia berkata dengan suara manja. “Adnan, bisakah kita seperti dulu lagi? Aku ingin bersamamu dan kali ini aku sudah mendapatkan restu dari kedua orang tuaku untuk menikah denganmu.” Adnan menarik nafas panjang, kemudian dia menoleh dan berkata. “Aku belum memikirkan hal itu karena biar bagaimanapun juga sekarang aku sudah menikah.” “Adnan, dia hanya pengantin penggantiku, kamu sama sekali tidak menyukainya dan kehidupan rumah tangga kamu juga tidak bahagia. Dia bukan wanita yang baik. Lihatlah, ibumu menderita karena memiliki menantu yang tidak berpendidikan dan berlatar belakang tidak jelas seperti dia. Dilihat dari sudut pandang manapun, aku lebih baik dari dia. Jika kamu merasa kecewa karena kejadian dulu, itu hanya sebuah kesalahpahaman saja. Aku pergi ke luar negeri juga demi kebaikan kita. Ayahku berjanji setelah aku menyelesaikan sekolahku, maka dia akan memberi restu untuk kita.” Setelah beberapa saat terdiam, Adnan kem
Karina menuruni angkot yang ditumpanginya tadi dengan menjinjing keranjang sayur di tangannya. Angkot yang dinaikinya tadi tidak sampai ke depan rumah Adnan, hanya ada di persimpangan. Jadi dia harus berjalan kaki beberapa meter untuk sampai ke rumah itu. Ketika dia membuka pintu, dia langsung disambut oleh ibu mertuanya dengan ocehan dan kata-kata yang pedas. “Benar-benar perempuan tidak berguna! Ke pasar saja sangat lama! Sepertinya kamu sengaja ya, ingin membuat aku mati kelaparan?” Karina tidak menjawab ocehan mertuanya, dia langsung pergi ke dapur untuk segera memasak. Laras bukannya berhenti mengoceh, tapi dia justru mengikuti Karina dan melanjutkan ocehannya. “Kamu itu sebenarnya berasal dari mana sih? Kenapa kamu itu tidak tahu malu sekali? Karina, kamu dengar ya? Lidya, pacar Adnan sudah kembali. Jadi kamu harus merelakan Adnan untuk menikahnya!” Karina yang sedang menggenggam sayuran langsung menoleh, “Ibu, tapi aku masih istri sah mas Adnan. Bagaimana mungkin dia aka
Mobil taksi yang ditumpangi Karina berhenti di depan gedung perkantoran grup Harmoko yang menjulang tinggi dan tampak mencolok di antara gedung-gedung lainnya di kota itu. Sebelum dia melangkah masuk ke dalam gedung perusahaan itu, Mia sudah terlihat menunggunya di depan pintu masuk bersama dengan dua pria kekar yang memakai jas hitam. Melihat Karina datang, Mia langsung berlari kecil menyambut, diikuti dengan dua pria tadi. “Nona Muda, ternyata anda benar-benar datang. Kalau begitu, mari silahkan.” Mia terlihat begitu senang, begitu juga dengan dua pria di belakangnya. Mereka tidak menyangka jika Nona Muda mereka benar-benar akan datang ke perusahaan. Sebelum melangkah masuk, Karina menoleh dan bertanya dulu pada Mia, “Kamu tidak memberitahu kakek kan, tentang kedatanganku ini?” “Tidak, Nona Muda. Tuan Besar sudah ada satu mingguan ini tidak pergi ke perusahaan. Dia terlalu khawatir memikirkan mu.” “Baguslah, jangan beritahu pada kakek dahulu tentang rencanaku.” Mia menganggu
Setelah mematikan panggilan dan memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas, tanpa ragu Karina melangkah membuka pintu. Ketika dia sampai di ruang tamu, dia melihat Laras sudah berbalik dan ingin menghampirinya. Laras terkejut melihat Karina keluar dengan penampilan seperti itu. Karina yang dekil, lusuh dan kucel itu tiba-tiba tidak ada di diri Karina yang sekarang. Dia terlihat seperti bak putri orang kaya yang baru saja datang dari sebuah perusahaan ternama. Laras sampai tercengang bukan main. Begitu juga dengan Lidya. Mereka tidak menyangka jika Karina bisa berpenampilan secantik itu juga. Apalagi gaun, tas, bahkan perhiasan yang dipakainya adalah merek terkenal. “Kamu! Apa-apaan kamu hah? Dari mana kamu mendapatkan semua barang mewah yang ada di badanmu itu?” Laras langsung menudingnya. Karina tersenyum sinis, kelembutan dan keramahannya yang selama ini selalu ia tunjukan tiba-tiba menghilang dari wajahnya. Dia kemudian berkata dengan nada datar, “Bukan dari mana-mana. Semua
“Kenapa semakin hari kamu semakin seperti ini? Kenapa kamu tidak mau patuh sedikitpun?” Karina langsung menegakkan punggungnya dan menatap Adnan dengan sangat dingin. “Patuh? Aku harus patuh bagaimana lagi? Hampir tiga tahun aku tinggal di rumah ini. Aku menjadi seorang menantu dan istri yang patuh untuk kalian. Sedikitpun aku tidak pernah mengeluh seperti apapun sakitnya kalian menindasku dan menghinaku, tapi aku tetap bertahan demi agar bisa menjadi istri yang baik untuk kamu Adnan. Demi bisa membalas semua kebaikan yang pernah kamu berikan padaku dulu ketika kamu menyelamatkan aku dari kecelakaan. Tetapi, selama itu aku sama sekali tidak dihargai. Aku terus dihina karena kalian melihatku hanyalah seorang wanita yang tidak punya apa-apa. Dan mungkin sekarang, wanita yang sudah meninggalkanmu dan bahkan hampir membuatmu malu itu kembali, tiba-tiba saja kamu berkata akan menikahinya tanpa memikirkan perasaanku bagaimana? Apakah aku masih harus patuh?” Adnan tercengang dengan jawab
Selesai nelpon, Adnan langsung terbalik dan masuk ke dalam rumah. Dia tidak memperdulikan ibunya dan Lidya yang memanggilnya. Dia langsung pergi ke dalam kamar. Dia memeriksa lemari. Dia tertegun saat menyadari jika tidak ada satupun barang milik Karina yang dibawanya. Gaun sederhana dan barang-barang lainnya yang pernah ia belikan untuk Karina, satupun tidak ada yang di bawa. Bahkan cincin pernikahan mereka pun telah tergeletak di atas meja tertumpang di sebuah kertas gugatan cerai yang sudah ditandatangani oleh Karina. Adnan meraih kertas itu dan meremasnya, kemudian melemparnya ke tempat sampah.“Dasar perempuan tidak tahu diri! Dia sendiri yang ingin masuk ke dalam kehidupanku dan dia sekarang yang ingin pergi juga! Dia pikir dia siapa hah? Lihat saja, aku akan menceraikanmu dan membuatmu menyesal sudah berani tidak patuh padaku!”Selama ini sebenarnya Adnan tidak terlalu kejam pada Karina. Dia bertemu dengan Karina dalam keadaan kalut. Karena pada saat itu pernikahannya hampir