Share

Bab 2

Karina masih dalam keterkejutan melihat tingkah ibu mertuanya yang tiba-tiba dengan sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke lantai. Begitu dia melihat Adnan suaminya menghampiri ibunya, dia baru sadar ternyata ibu mertuanya melakukan itu untuk memfitnahnya.

Adnan segera membantu ibunya bangun.

“Adnan, wanita itu sengaja mendorong bibi. aku melihatnya sendiri. Padahal bibi hanya bertanya baik-baik padanya. “ Lidya berkata demikian untuk memperkuat akting Laras.

Tatapan dingin Adnan langsung jatuh kepada Karina. Belum sempat dia untuk membela diri, tiba-tiba saja tangan Adnan mendarat di pipinya.

Plak!

Karina terkejut, pipinya terasa panas dan perih akibat tamparan tangan Adnan. Dia kemudian mendongak, “Kenapa memukulku? Aku sama sekali tidak bersalah!”

“Apa kamu bilang, tidak bersalah? Kamu sudah menyakiti ibuku, tapi kamu masih menyangkalnya? Dasar perempuan tidak tahu diri! Aku benar-benar membencimu Karina!” Setelah mengatakan demikian, Adnan langsung mendorong Karina hingga Karina jatuh tersungkur dan kepalanya terpantuk pinggiran meja. Beruntung meja itu terbuat dari kayu, kalau kaca mungkin keningnya sudah akan terluka.

Karina mengusap keningnya yang terasa sakit. Air matanya sudah mengalir membasahi pipinya. Dia benar-benar tidak menyangka jika Adnan yang selama ini memang dingin padanya kini semakin menunjukkan jika dia benar-benar tidak pernah menyukai dirinya. Apalagi setiap saat ibu mertuanya selalu memfitnahnya. Ditambah lagi kedatangan mantan kekasihnya yang bernama Lidya itu, Adnan semakin membencinya.

Karina menoleh, dengan suara yang serak dan bergetar dia kembali berkata . “Aku tidak menyakiti ibumu, sungguh! Tadi ibumu menjatuhkan dirinya sendiri?”

Bukan yang mendengarkan penjelasan dari istrinya Adnan justru semakin marah, bahkan dia kembali menampar Karina.

“Kamu pikir ibuku sudah gila, apa? Sampai dia menyakiti dirinya sendiri? Cepat pergi dari sini! Aku benar-benar muak melihatmu!”

Karina tidak bisa berbuat apa-apa lagi, bicara pun sepertinya memang hanya akan sia-sia. Dia kemudian berdiri dengan sempoyongan dan berjalan meninggalkan mereka dengan deraian air mata. Dia masuk ke dalam kamar dengan hati yang terasa perih seperti diremas.

Selama hampir tiga tahun, dia berusaha menjadi istri yang baik untuk Adnan hanya demi membalas budi, karena dulu Adnan pernah menyelamatkan nyawanya ketika dia mengalami kecelakaan maut di tengah jalan.

Bahkan dia rela meninggalkan kakeknya dan istananya hanya demi membuktikan kepada kakeknya jika pilihannya adalah benar. Tetapi selama tiga tahun hanya kurang tiga bulan ini, Karina sama sekali tidak pernah merasakan bahagia sedikitpun. Setiap hari hanya hinaan dan cacian yang diterimanya. Entah itu dari ibunya ataupun dari Adnan sendiri.

Jika dia protes, maka Adnan akan mengatakan jika dia tidak pernah mencintai Karina. Semua kesalahan ada pada Karina sendiri, yang dengan sukarela bersedia menggantikan pengantin wanitanya saat ketika dulu dia akan menikah dan calon mempelai wanita tidak bisa hadir karena pergi ke luar negeri.

Karina adalah seorang Nona muda dari keluarga Harmoko dan pewaris tunggal grup Harmoko, tapi dia harus menjalani hari-hari yang menyedihkan di rumah keluarga Limanto ini.

Padahal jika dipikir-pikir, keluarga Limanto ini juga memiliki perusahaan yang saat ini sedang berada di puncak jayanya. Dan kejayaan dari grup Limanto ini, sebenarnya adalah dari ikut campur tangan Karina sendiri.

Tiga tahun yang lalu, perusahaan Limanto mengalami kebangkrutan dan dengan diam-diam Karina menghubungi sekretarisnya untuk memberi suntikan dana yang cukup besar pada perusahaan suaminya ini. Dia hanya ingin membantu suaminya dari kebangkrutan. Karena biar bagaimanapun juga, Adnan sudah pernah menyelamatkan nyawanya.

Karina duduk di pinggir tempat tidurnya dan menatap ponselnya. Dia mengusap lembut foto seorang kakek tua di sana. Air matanya menetes membasahi layar ponsel.

“Maafkan aku, Kakek. Mungkin sebentar lagi, aku tidak akan kuat bertahan disini.”

Tiga tahun sudah hampir selesai, hanya tinggal menghitung hari saja. Tetapi sampai saat ini dia belum bisa membuktikan pada kakeknya jika pilihannya ini tepat. Justru yang ia rasakan adalah semakin hari dia semakin menyesal telah memilih Adnan untuk menjadi suaminya.

Karina menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur, pikirannya kosong dan tubuhnya demam. Tanpa disadari dia tertidur.

Di luar sana,

Adnan sudah duduk di samping kanan ibunya, sementara Lidya ada di di samping kirinya.

“Ibu, apanya yang sakit? Apa kita perlu ke rumah sakit?” Adnan bertanya dengan nada khawatir.

“Tidak apa-apa, Adnan. Hanya sakit sedikit saja, nanti juga sembuh sendiri.” Jawab Laras.

Kemudian dia menunduk dan mengusap air mata buayanya, “Setiap hari istrimu memang seperti itu, tapi kamu tidak pernah percaya jika Ibu bercerita. Tadi kamu melihatnya sendiri, bukan? Bagaimana kelakuan Karina. Setiap hari dia menindas ibu.”

Adnan menunduk, selama ini ibunya memang terus mengeluh. Tapi dia mengira jika ibunya hanya karena tidak menyukai Karina. Meskipun Adnan belum bisa menyukai Gadis itu, tetapi sebenarnya dia merasa kasihan. Gadis itu tulus mencintainya, hanya saja dia belum bisa membuka hatinya.

“Adnan, seharusnya kamu segera menceraikannya. Bukankah kamu juga tidak bahagia bersamanya? Lidya sudah kembali. Kenapa kamu tidak bersamanya lagi? Kalian bisa memulai dari awal. Dia pantas menjadi istrimu dari pada wanita miskin dan tidak jelas seperti Karina itu.”

Adnan belum bersuara, dia mengalihkan tatapannya pada Lidya. Jujur saja di akui dia memang masih mencintai gadis itu. Karena dia adalah cinta pertamanya. Tetapi dia juga tidak bisa melupakan sakit hatinya karena telah ditinggal pergi disaat hari pernikahannya. Hanya karena dia sudah bangkrut, dan sekarang bisa-bisanya Lidya datang kembali setelah keadaan sudah berbeda. Perusahaannya sudah jaya dan dia sudah mempunyai seorang istri.

Merasa ada yang salah dengan tatapan Adnan, Lidya berinisiatif untuk meminta maaf.

“Adnan, maafkan aku. Semua ini memang salahku sampai bibi Laras dan kamu harus menderita seperti ini.”

Mendengar Lidya sudah berkata seperti itu, Laras seperti tahu diri, dia segera berpamitan untuk pergi ke kamar dan sengaja membiarkan mereka berdua mempunyai waktu untuk bicara baik-baik dari hati ke hati.

“Baiklah, kalau begitu kalian mengobrol saja dulu. Ibu akan istirahat di kamar.”

Sepeninggal Laras, suasana di ruangan itu menjadi sunyi. Adnan belum mengucapkan sepatah kata pun, dia masih menatap ke arah Lidya, Lidya yang kemudian berkata lagi, “Adnan, aku mau minta maaf padamu. Tiga tahun yang lalu, saat hari pernikahan kita, aku sama sekali tidak punya pilihan. Aku harus mengikuti kemauan Ayahku untuk mengirim ku ke luar negeri demi menyelesaikan sekolahku di sana. Aku tidak mengira jika keputusanku itu justru membawa dampak buruk bagimu. Kamu memilih seorang wanita yang salah dan sekarang hidupmu tidak bahagia. Maafkan aku.”

Adnan menundukkan pandangannya. Sebenarnya dia tidak terlalu marah pada Lidya, karena saat itu dialah yang memaksakan diri untuk segera menikah dengan Lidya. Bahkan menentang kedua orang tua Lidya yang belum bisa merestui mereka. Sebenarnya orang tua Lidya tidak mau putrinya menikah dengan anak pengusaha yang sudah bangkrut. Itulah alasan pertama keluarga Lidya mengirimnya ke luar negeri untuk sengaja membatalkan pernikahan mereka.

Saat Lidya kembali, dia mendengar jika perusahaan Adnan telah jaya kembali dan bahkan lebih dari yang dulu. Dia juga mendengar jika Adnan sudah menikah. Lidya yang masih menyimpan rasa cinta untuk Adnan pun, tidak tinggal diam. Dia ingin kembali pada Adnan. Itu sebabnya dia memperalatkan ibunya Adnan yang kebetulan memang tidak menyukai istri Adnan

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status