Tubuh lemah Pendekar Kera Sakti yang masih tak sadarkan din tampak terbaring daiam bopongan tangan kekar lelaki itu. Sementara, Setan Selaksa Wajah menatapnya dengan sinar mata berkiiat-kiiat penuh dendam kesumat.
Tempo hari, Ksatria Topeng Putih pernah membuat Setan Selaksa Wajah mendapat celaka. Karena ingat perbuatan Ksatria Topeng Putih itulah, Setan Selaksa Wajah jadi tampak sangat bernafsu untuk menjatuhkan tangan maut. Dengan bola mata melotot besar, rahang Setan Selaksa Wajah menggembung. Hingga berbentuk balok persegi. Bahunya naik turun terbawa dengus napasnya yang memburu. Cairan darahnya menggelegak naik sampai ke ubun-ubun. Hingga, pergelangan tangan kanannyn yeng mencekal bilah Pedang Naga Kresna tampak bergetar kencang.
"Aku tahu kau amat marah. Aku tahu kau sangat bernafsu untuk membunuhku...," ujar Ksatria Topeng Putih, tenang berwibawa. "Tapi..., kau pun harus tahu jika" aku juga merasakan apa yang tengah kau rasakan sekarang ini, Mahisa Lodra, Bukan
"Paman....""Ya.""Ketika aku menyelesaikan semadi, kukira Paman telah pergi meninggalkanku. Kiranya, Paman berada di sini. Apakah Paman memang sengaja menunggu kedatanganku?""Begitulah...," sahut lelaki bertopeng yang tak lain dari Ksatria Topeng Putih adanya. "Mengingat umurmu yang belum seberapa, sementara kau telah banyak terlibat dalam berbagai urusan rimba persilatan, ada sesuatu yang harus kusampaikan kepadamu. Aku tahu ilmu kesaktianmu sudah dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh rimba persilatan jajaran atas. Namun ketahuilah, Baraka, semakin tinggi ilmu kesaktian seseorang, semakin besar godaan setan yang akan menyeret ke tindak kejahatan. Semakin tinggi kekuasaan seseorang maupun semakin banyak kekayaan seseorang, dia akan cenderung melupakan kodratnya sebagai manusia. Karena, hal itu memang salah satu sifat manusia, yang tidak bisa dan tidak akan pernah bisa melepaskan diri dari khilaf dan lupa...."Baraka mengangguk-angguk. "Ya. Ya, Paman. Ak
"Bagus!" puji Ksatria Topeng Putih lagi. "Lalu, kewajiban manusia yang ketiga adalah manembah lan ngabekti maring Nyang Sari Tri Murti. Nyang Sari Tri Murti adalah angin, air, dan api. Manusia juga tak akan bisa hidup tanpa ketiga unsur itu. Sementara, kewajiban manusia yang keempat adalah manembah mituhu patuh ing reh maring Rahso Suci diri pribadi. Rahso adalah sesuatu yang lebih lembut dari nurani dan lebih halus dari perasaan. Rahso akan selalu mendampingi hidup seseorang selama orang itu masih hidup. Rahso banyak membantu kehidupan manusia dalam bentuk firasat, petunjuk yang muncul dari diri sendiri, atau hal-hal semacam itu. Oleh karenanya, manusia wajib berterima kasih kepada rahso-nya masing-masing."Ksatria Topeng Putih mendongak, menatap sang baskara yang telah beranjak naik. Sinarnya yang semula menyapa hangat, kini mulai sedikit garang. Beberapa ekor burung dadali mulai tampak melesat di angkasa. Di pucuk-pucuk bambu pun muncul sekelompok burung manyar. Kehidupan
Dewi Pedang Halilintar mendengus gusar. Wajahnya terlihat makin garang. "Aku bukan tak tahu kalau kau pernah menyelamatkan jiwa Kemuning. Tapi saat ini, waktu bagiku amat berharga," sergapnya seraya menggamit lengan Kemuning. "Ayo kita pergi!""Tapi, Eyang,..," tolak Kemuning."Hus! Kita harus segera sampai ke Pondok Matahari. Lain itu, kita pun harus menghindari Sabit Maut!" Mendengar ucapan Dewi Pedang Halilintar yang tiba-tiba menyiratkan kekhawatiran, Kemuning menghela napas."Ya, Eyang. Kita memang harus segera pergi.""Eh! Tunggu dulu!" cegah Baraka. "Aku ingin berbicara denganmu beberapa lama, Kemuning. Kalau ada masalah, katakan saja. Barangkali aku bisa membantumu.""Lain waktu saja!" sahut Kemuning.Usai berkata, Kemuning menjejak tanah seraya berkelebat meninggalkan Baraka. Dewi Pedang Halilintar langsung mengikuti langkah kaki muridnya itu."Uuuuhhhh...!" dengus Baraka, menumpahkan kekecewaannya. Kaki Baraka menggedruk tan
"Kita hadapi mereka bersama, Eyang...!" seru Kemuning. Sementara Dewi Pedang Halilintar menyerang Sabit Maut, gadis cantik itu menerjang Cangkul Sakti.Pedang si gadis berkelebat cepat sekali. Tusukan ataupun sabetannya senantiasa menimbulkan ledakan keras yang memekakkan gendang telinga. Agaknya, Kemuning menyerang Cangkul Sakti dengan jurus 'Pedang Halilintar Rontokkan Awan'."Jangan nekat, Kemuning!" teriak Dewi Pedang Halilintar sambil mengirim tusukan ke dada Sabit Maut. "Ingat kata-kataku tadi!""Tidak, Eyang! Aku akan tetap di sini bersama Eyang!" sahut Kemuning seraya menyerang Cangkul Sakti lebih gencar.Mendengus gusar Dewi Pedang Halilintar. Kenekatan Kemuning membuatnya kalap. Si nenek menyerang Sabit Maut dengan membabi buta. Dia keluarkan jurus-jurus andalannya, hingga bilah pedangnya berubah menjadi selarik sinar kuning yang terus menusuk dan membabat amat berbahaya. Namun, tampaknya sabit bergagang. panjang di tangan Sabit Maut dapat mered
Lelaki berpakaian putih-putih yang tengah mengintai dari balik batang pohon besar itu mendengus gusar. Tubuhnya bergetar karena menahan hawa amarah."Biadab!" geramnya. "Keterlaluan sekali perbuatan Sabit Maut dan Cangkul Sakti itu! Aku harus bertindak!"Tanpa pikir panjang, lelaki yang wajahnya tertutup topeng baja putih itu menjejak tanah, hendak berkelebat menerjang Sabit Maut dan Cangkul Sakti yang terus berusaha melepas gairahnya.Namun... sebelum keluar dari tempat persembunyiannya, dia mendengar suara berkesiur halus. Cepat dia arahkan pandangan ke asal suara. Dan..., lelaki yang tak lain Ksatria Topeng Putih itu tak jadi berkelebat keluar dari tempat persembunyiannya karena melihat sesosok bayangan yang mendahului menyerang Sabit Maut dan Cangkul Sakti!Tep...! Tep...!Sosok bayangan yang muncul dari kelokan jalan setapak di pinggir hutan kecil itu langsung menjambret tengkuk Sabit Maut dan Cangkul Sakti. Cepat sekali gerakan si bayangan. T
Dengan gerakan 'Kera Menari Menepuk Lalat', Baraka selalu dapat menghindari serangan Sabit Maut. Dan, kibasan Suling Krishna yang mempunyai khasiat pemusnah racun juga selalu dapat menawarkan pengaruh hawa beracun yang menebar dari kedua pergelangan tangan Cangkul Sakti.Bahkan, setelah tiga jurus berlalu, Baraka dapat menekan pertahanan Sabit Maut dan Cangkul Sakti. Kedua kakek itu jadi amat kerepotan. Semua serangan mereka selalu dapat dimentahkan. Suling Krishna dan kepalan tangan Baraka berkelebatan, mengurung mereka dari berbagai penjuru. Hingga sampai akhirnya....Wuttt...! Cusss...!Pukulan Pendekar Kera Sakti yang hanya dialiri sebagian kecil kekuatan tenaga dalam tepat bersarang di dada Sabit Maut. Namun, Pendekar Kera Sakti malah memekik kaget."Ya, Tuhan...."Pemuda dari lembah kera itu sama sekali tak menyangka melihat kepalan tangan kirinya yang tembus sampai ke punggung Sabit Maut!Kontan Pendekar Kera Sakti menyesal bukan main
"Jangan...!" desis Sabit Maut dan Cangkul Sakti, hampir bersamaan. Baraka menghentikan langkahnya seraya berkata, "Aku masih mau memberi kesempatan kepada kalian untuk menghirup udara segar. Jadilah orang baik-baik. Tapi, ingat! Lain kali kalau aku masih melihat kalian berbuat jahat, tak akan ada ampunan lagi! Pergilah...!"Di ujung kalimatnya, Pendekar Kera Sakti mengibaskan Suling Krishna. Gelombang angin pukulan yang tercipta membuat tubuh Sabit Maut dan Cangkul Sakti terangkat dari permukaan tanah. Setelah jatuh bergulingan, mereka langsung lari lintangpukang....Baraka melihat kepergian kedua kakek itu sambil nyengir kuda beberapa lama. Sesaat kemudian, dia mengedarkan pandangan. Dicarinya orang yang telah membisikkan rahasia ilmu kesaktian Sabit Maut dan Cangkul Sakti. Tapi, Ksatria Topeng Putih telah berkelebat pergi meninggalkan tempat.Namun, Baraka tak jadi kecewa. Matanya berbinar-binar saat melihat Kemuning berjalan mendatanginya."Baraka...!"
Kemuning menunduk. Baraka membuka telinga lebar-lebar, mendengarkan ucapan Dewi Pedang Halilintar dengan seksama. Dia memang perlu mengorek keterangan perihal Ksatria Seribu Syair sebanyak-banyaknya."Walau sikapmu terhadap Baraka tampak acuh tak acuh bahkan terkesan meremehkan, tapi aku tahu kalau kau sebenarnya menaruh hati kepadanya," lanjut Dewi Pedang Halilintar."Mendengar kata-katamu tadi, aku pun dapat menduga apa yang ada di hatimu. Kau tentu tak sampai hati atau mungkin sangat tak percaya bila orang yang kau cintai sesungguhnya adalah keturunan orang jahat...."Begitu blak-blakan Dewi Pedang Halilintar. Pendekar Kera Sakti tersinggung, tapi dia dapat menahan diri. Lain lagi dengan Kemuning...."Eyang...!" jerit si gadis dengan mata berkaca-kaca. "Eyang jangan berkata seperti itu. Aku....""Ah! Sudahlah, Kemuning...," sela Pendekar Kera Sakti."Tak perlu berkata kasar kepada gurumu. Jangan buat dosa. Aku tahu siapa diriku. Untuk apa