"Ha ha ha...! Bagaimana, Anak Muda? Masihkah kau hendak melawanku?" ejek Setan Selaksa Wajah.
Pemuda berpakaian putih-kuning tak menjawab. Geram kemarahan keluar dari mulutnya. Dia alirkan seluruh kekuatan tenaga dalam ke tangan kanan. Kemudian, golok yang tinggal setengah bagian disambitkan!
Zing...!
Potongan golok itu meluncur cepat, mengeluarkan suara bergemuruh keras. Namun, Setan Selaksa Wajah tak beranjak sedikit pun. Sambil tertawa bergelak-gelak, dia gerakkan Pedang Naga Kresna beberapa kali....
Crash! Crash!
Luar biasa. Bilah golok yang tinggal setengah bagian tampak tercacah-cacah menjadi kepingan kecil, yang segera jatuh menebar di permukaan tanah!
"Ha ha ha...!" tawa pongah Setan Selaksa Wajah. "Segeralah kembali ke barisanmu, Anak Muda. Dan, ikuti perintah ketuamu!"
"Huh! Kalau aku kembali ke barisanku, sama halnya dengan aku menuruti keinginan busukmu!" geram pemuda berpakaian putih-kuning, menghalau rasa gentar di hatin
"Apa yang terjadi?""Oh! Di mana aku?""Astaga! Untuk apa anak buahku berada di sini semua?""Ya, Tuhan. Tiga saudaraku berada di tempat ini. Untuk apa? Apa yang telah terjadi?"Begitulah kata-kata yang keluar dari mulut Aji Pamenak dan tiga ketua Partai Naga lainnya. Mereka mengeluh dan mendesah seakan baru tersadar dari mimpi buruk. Mengetahui empat ketua Partai Naga telah terbebas dari pengaruh kekuatan gaib Pedang Naga Kresna, semakin memuncak amarah Setan Selaksa Wajah. Sembari memekik nyaring, dia hentakkan telapak tangan kanannya ke depan. Selarik sinar biru berkeredapan tiba-tiba melesat ganas ke arah Ksatria Topeng Putih!Wusss...!Ringan saja Ksatria Topeng Putih melentingkan tubuhnya ke samping kiri. Selarik sinar biru yang melesat dari telapak tangan Setan Selaksa Wajah terus meluncur, dan menerpa bilah Pedang Naga Kresna!Slash...!Tak dapat digambarkan lagi betapa terkejutnya Ksatria Topeng Putih. Selarik sinar bi
Usai berkata, Setan Selaksa Wajah menerjang. Kedua tangannya yang berwarna biru berkelebat cepat. Satu mengarah ke dada, satunya lagi mengarah ke kepala!"Hiahhh...!"Pukulan Setan Selaksa Wajah kurang dua tombak untuk mengenai sasaran, tapi Ksatria Topeng Putih merasakan tubuhnya bagai digodok di tungku pembakaran. Maka, cepat dia kerahkan tenaga dalam untuk membentengi tubuhnya. Lalu, bergegas dia meloncat jauh ke samping kanan, sehingga kedua pukulan beruntun Setan Selaksa Wajah hanya mengenai angin kosong. Namun, mendelik mata Ksatria Topeng Putih ketika melihat tubuh Setan Selaksa Wajah terus meluncur. Si kakek bermaksud menyambar bilah Pedang Naga Kresna yang masih menancap di tebing cadas!"Orang buta pun tak akan terperosok di lubang yang sama!" seru Ksatria Topeng Putih.Cepat sekali lelaki berpakaian putih-putih itu menyambitkan dua kelereng baja. Disertai suara bersiut keras, dua senjata rahasia berwarna putih itu melesat sebat, melebihi luncur
"Jangan salah mengerti, Mahisa Lodra...," sahut Ksatria Topeng Putih, tanpa menampakkan wujudnya."Aku bukan sedang main kucing-kucingan. Bukankah kau ingin mengetahui seberapa tinggi ilmu kesaktianku? Kini tibalah saatnya kau membuka mata lebar-lebar...."Mendengus gusar Setan Selaksa Wajah. Telinga si kakek yang tajam mendengar suara berkesiur menuju ke arahnya. Walau suara itu tanpa wujud, si kakek tahu bila ada bahaya yang tengah mengancamnya."Keparat!"Setan Selaksa Wajah menggeram marah seraya membuang tubuhnya jauh-jauh ke samping kiri. Sebuah tendangan tak kasat mata berhasil dielakkan.Tapi.... Duk...!"Uh...!"Tak dapat lagi Setan Selaksa Wajah berkelit saat siku kanannya menjadi sasaran pukulan. Mulut si kakek pun tak kuasa lagi menahan keluhan.Pukulan yang dilancarkan Ksatria Topeng Putih yang masih menerapkan ilmu 'Sihir Penutup Raga' itu cukup keras. Membuat tulang lengan Setan Selaksa Wajah terasa remuk dan lum
Setan Selaksa Wajah yang berada dalam keadaan tak menguntungkan, masih bisa menunjukkan sifat sombong dan congkak. Setelah menarik napas panjang untuk menghalau rasa sesak di dadanya, si kakek tertawa bergelak-gelak. Tak peduli pada keadaan dirinya yang benar-benar sudah tidak menguntungkan lagi."Ha ha ha...! Sama seperti aku, kau juga punya dua telinga, Lelaki Keparat! Tapi, kenapa kau tak dapat mendengar kata-kataku? Sudah dua kali kubilang, aku bukan anak kecil yang masih perlu dituntun dan diarahkan! Kalau ingin berkotbah, kau bukan berada di hadapan orang yang tepat! Aku tahu diriku sendiri. Aku tahu jalan pikiranku sendiri. Aku pun tahu apa yang harus kukerjakan!"Di ujung kalimatnya, mendadak Setan Selaksa Wajah meloncat sebat. Kedua tangannya yang dilambari ilmu pukulan 'Pelebur Sukma' bergerak cepat untuk menjatuhkan pukulan!"Dasar kepala batu!" seru Ksatria Topeng Putih seraya berkelit.Pertempuran seru berlangsung kembali. Namun, kali ini Ksa
"Ya, Tuhan...," sebut Ksatria Topeng Putih lagi."Kau... kau sungguh amat licik, Mahisa Lodra....""Ha ha ha...!" tertawa bergelak Setan Selaksa Wajah sambil menimang bilah Pedang Naga Kresna yang telah berlumuran darah. "Untuk mewujudkan cita-cita, apa pun cara harus dilakukan. Seorang penguasa yang tampak arif bijaksana pun jangan dikira tak pernah berlaku licik. Apalagi, aku! Ha ha ha...! Seribu kelicikan, sejuta tipu muslihat pasti kugunakan kalau memang dengan cara itu aku akan dapat mewujudkan cita-cita! Ha ha ha...!"Seperti seorang anak yang baru mendapat mainan idamannya, Setan Selaksa Wajah tertawa gembira melihat Ksatria Topeng Putih jatuh terduduk tanpa daya. Si kakek yang telah hilang sifat kemanusiaannya mengangkat bilah Pedang Naga Kresna tinggi-tinggi, siap memenggal maupun membelah kepala Ksatria Topeng Putih!"Kematian akan terlihat sangat indah bila kau mengikhlaskan nyawamu..." ujar si kakek. "Dengan tubuh terluka parah seperti itu, ak
SENJA tegak menantang untuk segera menyambut kehadiran sang dewi malam. Hanya desau angin yang bersedia menemani sepi di Lembah Kebencian. Namun, keheningan di alam sekitar, berlainan benar dengan isi hati Pendekar Kera Sakti yang tengah bergolak dan bergemuruh...."Terima kasih atas segala kebaikan yang pernah kau berikan, walau sebenarnya aku tak tahu ada maksud apa di balik kebaikanmu itu...," ujar si pemuda dengan suara dalam."Ada beberapa pertanyaan yang harus kau jawab dengan jujur, Paman. Pertama, benarkah kau pamanku?"Ksatria Topeng Putih terdiam, tak dapat segera menjawab pertanyaan itu. Dalam keadaan rebah miring, dia mencoba menatap wajah Baraka. Lalu sambil menahan rasa sakit yang amat menyiksa, perlahan tangan kanannya bergerak. Topeng baja putih ditanggalkannya. Sehingga, tampaklah seraut wajah halus tampan dengan sinar mata lembut, menatap ke arah Baraka penuh rasa haru...."Kau... kau...," desis Pendekar Kera Sakti, tak jelas apa makna u
Begitu mendengar kata 'racun', Baraka teringat akan Suling Krishna-nya yang mempunyai khasiat memusnahkan segala jenis racun. Dengan hati berdebar tak karuan, Pendekar Kera Sakti menotok beberapa jalan darah di tubuh Ksatria Seribu Syair untuk menghentikan pendarahan pada luka lelaki setengah baya itu. Sesudahnya, Pendekar Kera Sakti mencabut jarum-jarum yang masih menancap di tubuh si lelaki setengah baya seraya menempelkan batang Suling Krishna di bekas luka tusukan jarum-jarum itu.Di lain kejap, wajah Darma Pasulangit tidak seberapa pucat lagi. Seluruh racun yang bersarang di tubuhnya telah terhisap oleh batang Suling Krishna. Ketika Baraka hendak membalut luka di dada dan pinggangnya dengan menyobek kain sabuk pinggangnya sendiri, cepat bekas putra mahkota itu mencegah...."Tak perlu, Baraka. Aku tahu rompi dan sabukmu bukanlah pakaian sembarangan...,"Sebelum Pendekar Kera Sakti menyahuti, Darma Pasulangit telah merobek-robek bajunya sendiri. Lalu, dia mem
Namun, tidak seperti orang yang sedang bersemadi pada umumnya, pemuda bercelana panjang warna merah itu melakukan semadi di atas rimbunan daun pohon! Beberapa ranting kecil yang menopang tubuhnya tak melengkung ataupun patah. Agaknya, si pemuda memiliki ilmu peringan tubuh yang cukup bisa diandalkan.Dia adalah Bancakluka, putra Kepala Suku Asantar yang lebih dikenal dengan sebutan Baulau. Sebagai putra Baulau Asantar, Bancakluka mempunyai hak untuk menggantikan kedudukan ayahnya yang bernama Bancakdulina. Dan menurut rencana yang telah disepakati Bancakdulina dengan seluruh warga suku, Bancakluka akan menggantikan kedudukan baulau pada malam bulan purnama depan, mengingat Bancakdulina sendiri sudah lanjut usia. Tapi sebelum dilakukan upacara adat penyerahan kedudukan kepala suku itu, Bancakluka wajib memperlihatkan kemampuan ilmu bela dirinya di hadapan seluruh warga Suku Asantar. Apabila Bancakluka dianggap kurang cakap, maka kedudukan baulau akan digantikan warga Suku Asan