“Jangan kabur, Kisanak! Guru Kusuma tidak mengizinkan kau pergi dari hutan ini!”
Tiga orang pendekar mengejar Asoka yang menggunakan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi. Meskipun begitu, ketiganya bergerak lebih cepat karena tenaga yang masih penuh. Sedangkan Asoka, semakin lama, larinya semakin pelan.
Fahma sadar kalau Asoka sudah sangat kelelahan. Dia masih menggantungkan tangan di leher pemuda berkuncir. Sempat ingin minta diturunkan agar tidak memberatkan beban Asoka, dia akhirnya sadar, turun dan berlari malah lebih merepotkan Asoka.
Lebih baik gadis itu tetap berada di gendongan Asoka agar pemuda berkuncir bisa memastikan keamanan adiknya sendiri.
Gatra yang dimintai tolong untuk memberikan energinya, tidak bergeming sedikitpun. Dia tahu kalau Kusuma adalah sosok pendekar bertopeng. Oleh sebab itulah, Gatra membiarkan Asoka tertangkap agar dibawa menuju padepokan.
“Dia pasti tahu, tidak mungkin tidak. Tapi aneh, kalaupun t
Barok dan dua rekannya merasakan aliran energi aneh dari dalam air terjun. Ada getaran yang timbul dari bebatuan. Pepohonan mulai menggugurkan daunnya. Perhatian mereka teralihkan oleh efek samping energi alam raksasa yang terhisap ke dalam tubuh Asoka.Merasa ada yang aneh dengan musuh, Barok segera memperingatkan pendekar keriting, tapi sepertinya terlambat. Asoka lebih dulu bergerak menggunakan Ajian Sepuh Angin.“Banu, awas!” Teriak dua kawan pendekar keriting yang melihat Asoka tiba-tiba berada di belakangnya.Pukulan telak di leher belakang membuat lelaki bernama Banu itu pingsan seketika.“Tidak perlu emosi. Dia hanya pingsan sekian menit. Aliran darahnya aku hentikan beberapa saat, dia terlalu menyusahkan kalau dibiarkan sadar.” Asoka mulai berlagak sombong.Tapi tak apa, Gatra bisa memaklumi. Tidak selamanya sombong berarti buruk. Bahkan, terkadang sombong itu perlu dilakukan untuk menakuti dan membuat gentar lawan,
Dulu di Perguruan Kabut Butana, pukulan ini menjadi satu jurus andalan murid-murid perguruan. Hampir setiap hari mereka melatih pukulan ini. Salah satu syarat agar bisa naik tingkat ke sabuk merah, adalah berhasil menjebol batang pohon beringin tebal hanya dengan satu kali pukul.Sementara mereka yang sudah mengantongi sabuk merah, harus berhasil meretakkan perisai energi perguruan jika ingin naik tingkat jadi pendekar sabuk putih, lantas menjadi murid senior yang diberi izin melatih murid-murid lain.Selain memiliki daya hancur hebat, teknik pemecah air bisa digunakan untuk menghentikan aliran darah musuh.Orang-orang setingkat Asoka dan Bayu masih belum menguasai Totok Pemecah Air, mereka belum bisa menstabilkan energi ke seluruh tubuh.Jika Pukulan Pemecah Air mengalirkan energi ke seluruh lengan yang dipusatkan ke telapak kanan, Totok Pemecah Air jauh lebih sulit. Penggunanya harus bisa mengalirkan energi ke ujung jari telunjuk hingga batas maksimal,
Krak!Rintihan terdengar lirih bersahutan dengan suara tawa penuh kemenangan. Pukulan kanuragan Barok mengincar bagian luar tubuh, tepat di tulang rusuk bagian kanan. Barok tidak memberi kesempatan Asoka untuk mengeluarkan api biru penyembuhan.“Jangan membangkitkan amarah murid padepokan! Aku tidak peduli siapa dirimu, Guru sudah memberi titah. Perburuan ini harus berhasil!” Barok mengerang, dia memaksa tubuhnya melampaui batas kemampuannya.Asoka kewalahan karena Barok tidak mau menghentikan serangan, dia terus berusaha menghindari hujaman vertikal Barok, sesekali dia menghindar, tidak jarang pula menggulingkan tubuh di tanah.Sambil memegangi pinggul kanannya yang sakit, pemuda berkuncir terus bergerak. “Fahma ... lepaskan selendangmu, ini sudah termasuk kategori darurat!”Melihat Asoka kesakitan, Fahma langsung menangis. Tiba-tiba keluar cahaya hijau dari matanya yang tertutup selendang Asoka.Barok yang diselimut
Sebelum tubuh Fahma mengkerut, matanya kembali memancarkan cahaya hijau pekat. Asoka tidak peduli dengan keadaan, dia tetap duduk memangku Fahma walau cahaya itu menebas tubuhnya berulang kali.Tapi kali ini sedikit berbeda. Cahaya yang terpancar tidak melukai siapapun, hanya ada percikan api yang tersebar di sekitaran Hutan Babel. Dari seluruh penjuru, terdengar derap kaki gerombolan binatang buas.Asoka coba memastikan hal ini pada Gatra, tapi sang gagak tetap hening tidak menjawab.“Tidak, ini bukan binatang buas,” ujar Gatra yang sadar jika getarannya aneh. “Terasa gelombang energi aneh, binatang buas tidak mungkin memancarkan gelombang seperti ini.”“Jangan katakan ini adalah efek samping cahaya hijau mata Fahma...” Asoka coba menebak, dia masih meyakini ucapan Ki Langkir bahwa kekuatan mata Fahma bisa menarik perhatian siluman-siluman hutan.Gino belum kunjung bangun dari pingsannya. Bono juga masih merinti
Teriakan kematian keluar, sekujur tubuh Asoka memancarkan gelombang energi yang sangat dahsyat.“Jangan ada yang mengganggu ketenangan adikku!”Haki raja milik Asoka menggempur para siluman hingga mengakibatkan gempa berkekuatan tinggi di sekitar Hutan Babel, banyak pohon tumbang dan daun-daunnya tercabik hebat menjadi serpihan kecil.Dedemit dan siluman yang awalnya tertarik dengan cahaya hijau dari mata kiri Fahma, mendadak terpental jauh. Ada yang menghancurkan bebatuan goa, ada pula yang mati karena tidak kuat menahan gelombang energi yang terpancar.“Asoka masih belum sadar. Setiap kali dia marah, menanggung dendam, atau ingin membalas perbuatan musuh, teriakan itu pasti muncul. Begitu juga dengan haki rajanya. Dia masih belum bisa mengendalikan dua kekuatan dahsyat itu,” batin Gatra pelan.Sebagai antisipasi jikalau Asoka gagal mengendalikan pikirannya saat memendam amarah, Gatra cepat-cepat masuk, mengontrol Asoka dar
Tragedi besar Perguruan Api Abadi tidak mungkin bisa dilupakan oleh murid-murid perguruan, utamanya Banitura dan beberapa murid lencana giok yang turut hadir membantu para tetua.Semenjak itu, Abah Suradira tidak lagi membuka Asrama Api Naga kecuali ada hal darurat yang tidak bisa diselesaikan kecuali dengan membuka asrama terlarang itu.“Sudah, lupakan saja, tragedi itu hanya membangkitkan trauma mendalam di benak murid-murid perguruan. Ada baiknya kau mempercepat jalanmu menuju padepokan. Lihatlah Fahma, dia sangat lemah. Kau harus bergegas sebelum kondisi gadis itu makin parah.”Ucapan Gatra ada benarnya. Asoka tidak boleh larut dalam alur mengerikan yang pernah terjadi beberapa bulan silam. Tapi baru berjalan beberapa langkah, pemuda berkuncir menyadari suatu hal.Tulang lengan kanan Fahma kembali menyusut. Asoka memegangnya, yang tersisa hanya tulang tanpa daging. Pori-pori gadis itu mengeluarkan lendir hijau bercahaya.“Kena
Penerapan Aura Pancasona tergolong berhasil. Murid-murid Padepokan Ajisaka tidak ada yang terluka walau harus bertarung sampai titik darah penghabisan. Hal itu berdampak sampai saat ini, terutama saat Asoka semakin dekat dari aula perguruan.Tubuh pemuda itu mulai terasa ringan, aliran energinya seolah bergerak mengikuti aliran aura yang masuk ke tubuhnya. “Aura ini ... sepertinya tidak asing.”Pernah suatu hari Asoka merasakan aura ini saat menjadi murid di Perguruan Kabut Butana.Waktu itu ada penyusup yang nekat masuk melalui kabut tebal hutan hingga berhasil mencapai garis tepi gerbang perguruan. Dia mengalami luka parah.Pasalnya, lokasi Perguruan Kabut Butana berada di puncak gunung yang tertutup kabut putih tebal serta asap beracun pekat.Hanya pendekar dengan daya tahan tubuh tinggi yang bisa menahan efek samping asap beracun gunung itu. Dan ketika Ki Langkir membawanya masuk ke perguruan, aura putih tiba-tiba terasa. Aura yang
Asoka terkejut bukan main. Dia tidak menyangka Barok akan menodongnya dengan bola-bola api. Niatnya datang adalah menjemput Barok agar pria itu bisa segera menyembuhkan Fahma, namun Barok salah memahami maksud kedatangan Asoka.“Ti-tidak. Aku tidak mencari kekerasan. Tolong bantu adikku, aku butuh seseorang bernama Barok.” Asoka memohon, tapi nada suaranya masih tergolong tinggi.“Aku Barok, kau siapa? Ada urusan apa mencariku?” Barok membalas agak kasar, tapi sebisa mungkin Asoka memperhalus ucapannya agar Barok tidak semakin kesal.“Orang di sana memintaku untuk mencari seseorang bernama Barok.”“Aku sudah lemah, kakiku luka karena nekat loncat dari ketinggian air terjun. Jika kau berkenan membantuku, segera bawa aku ke padepokan. Aku tahu bagaimana cara menyembuhkan adikmu Fahma.”Barok meringkuk di punggung Asoka.Keduanya langsung menghilang hanya hitungan detik. Asoka tidak peduli walau h