Beberapa prajurit mengawal Raja Galih di ruangan tersebut. Mereka khawatir Asoka berniat melakukan hal buruk, melukai, atau bahkan membunuh raja.
“Biarkan kami di sini mengawal Anda.” Panglima pleton enam maju dua langkah.
Agaknya terlalu berbahaya membiarkan raja berduaan dengan lelaki asing yang bahkan tidak pernah dikenal sebelumnya. Seharusnya ada satu dua pengawal yang menemani, tapi raja Galih menolak dengan alasan, pertemuan ini jauh lebih rahasia dari rapat bersama para petinggi.
“Ta-tapi, Paduka…”
“Ini perintah, kalian bebas mau melaksanakannya atau tidak. Bagi yang menuruti perintahku, segera kalian pergi dari sini dan cukup berjaga di luar ruangan.” Raja Galih menaikkan suaranya sedikit seolah dia sedang memarahi para prajurit.
“Baik, Paduka, kami akan berjaga di luar.”
“Satu lagi, jangan biarkan orang lain masuk ke ruangan ini sampai aku keluar. Tidak seorang pun d
Mitos nama Basundara sudah tersebar di seluruh Nusantara.Nama itu sudah menjadi nama terlarang karena setiap bayi yang tidak kuat menyandang nama itu akan mati mengenaskan.Tertulis dalam ramalan kitab Sabdo Waseso, pernah suatu hari, ada ratusan bayi mati hanya dalam hitungan jam.Kejadian itu berawal dari seorang peramal tua yang menyebarkan suatu berita pada masyarakat bahwa beberapa hari ke depan, akan ada bayi yang nantinya dipilih sebagai penerus titah Dewa Api Bunar Kumbara untuk menunda era kehancuran bumi.Orang-orang menanggapinya dengan serius, karena pada dasarnya, sang peramal tua memiliki nama besar dan disegani para pendekar di seluruh dunia.“Anak sulung kita harus menyandang nama belakang Basundara, semoga dia terpilih jadi penerus titah Dewa Api dan menyelamatkan dunia dari kehancuran.”“Kita hanya keluarga miskin, tidak mungkin Dewata memberi anugerah itu secara cuma-cuma.”“Semoga anu
Siang pun tiba.Petinggi kerajaan diminta berkumpul karena paduka raja ingin mengadakan penyambutan khusus sore nanti. Mereka mempersiapkan hidangan terbaik, dimasak langsung oleh koki sepuh istana yang memang bertugas khusus memasak di acara penghormatan tamu istimewa.Asokamendapat penjamuan khusus dari Raja Galih, sebuah karpet merah khusus berbalutkan sutra terbaik Dwipa, digelar dari ruang tengah istana sampai ruang penjamuan.Para prajurit diminta berbaris rapi, bahkan bisa dibilang, barisan tersebut jauh lebih rapi dari penyambutan ketika Raja Galih atau Pangeran Wayan masuk ke ruang singgasana.Seisi istana masih penasaran kenapa Asokabisa mendapat keistimewaan seperti ini, kejadian yang belum pernah ada sepanjang sejarah berdirinya kerajaan Ringin Anom.Bisa dimaklumi karena hanya sang raja yang tahu kalau Asokamemiliki marga Basundara.PanglimaMangkualamberdiri di ambang pintu singgasana. Iri hati dan
Tiga bulandari sekarang, akan ada turnamen besar yang diadakan di tengah pulau Dwipa. Turnamen itu menjadi acara lima tahunan paling bergengsi karena hadiahnya berupa pusaka sakti atau mustika yang selama ini diincar para pendekar.Bertepatan tahun ini hadiahnya adalah mustika, tapi tidak diberitahu mustika apakah yang akan dijadikan hadiah.Datuk Lembu Sora sengaja menyuruh Asoka pergi ke Dwipa.Selain berlatih, sang pertapa ingin bocah itu mendapat kepercayaan orang-orang Ringin Anom agar diutus menjadi peserta turnamen. Ini dirancang Datuk Lembu Sora untuk menguji seberapa besar daya tahan tubuh Asoka.Turnamen Tapak Iblis sedikit berbeda dengan Turnamen Neraka Bumi, jika turnamen yang diadakan Perguruan Api Abadi itu fokus pada ilmu serangan dan bertahan, Turnamen Tapak Iblis justru lebih mengedepankan pertahanan dan kecerdasan pikir.Banyak rintangan-rintangan khusus, perjalanan, perburuan gulungan, hingga pencarian pusaka terpendam di s
“Aku dengar ada anak rantau bernama Asoka, apa itu benar, Paduka?” tanya Saptajayahalus.Meskipun mereka bersahabat, tapi Saptajayaselalu menghargai jabatan Galih sebagai raja.“Dia sedang tidur di kamar lantai paling atas.”Dikawal belasan pasukan elit istana, Raja Galih dan mahapatih masuk bersamaan menuju ruang singgasana.“Sudah kuduga kau memberikannya fasilitas dan pelayanan terbaik. Aku sangat yakin dia pemuda baik hati, tapi sedikit ceroboh.”Saptajaya terkekeh pelan.Tidak ada yang tahu kalau sang mahapatih sebelumnya bertemu dengan Datuk Lembu Sora di ujung Dwipa, berbatasan dengan masyarakat Sasak yang mencari penguripan dengan cara berburu dan memancing ikan.Mereka sempat membahas pemuda bernama Asoka, lumayan lama, sampai akhirnya Datuk Lembu Sora pamit pergi karena ada panggilan dari Ki Seno Aji yang menyuruh semua pemilik mustika berkumpul di sebuah goa misterius daerah Borneo.
Asokamenoleh, ternyata Mangkualamberdiridi belakangnyadengan pandangan mata menyeramkan. Wajahnya memancarkan aura kebencian tinggi,Asokabisa merasakan hal tersebut, seolah dia memiliki dendam kesumat yang ingin segera diluapkan.Tidak kehabisan ide, pemuda berkuncir coba menggoda Mangkualam dengan cara memuji-muji pendekar didikannya.“Tidak, Tuan, saya hanya tertarik pada gerakan mereka. Sangat jarang pendekar dari tanah Jawa melakukan gerakan seperti itu.Bagiku, ini adalah keunikan pendekar Dwipa, dan hanya mereka yang bisa melakukannya.”“Hahaha... wajar saja, pendekar Dwipa lebih lihai dari pendekar Jawa. Buktinya, kau saja tertarik dan matamu berbinar, padahal mereka murid-muridku, apalagi gurunya yang melakukan gerakan.”Mangkualam sangat suka dipuji, dan hal tersebut dimanfaatkan Asoka untuk menguak kebusukan panglima istana satu ini.“Eh, Tuan Panglima berkenanme
Siang hari sebelum datangnya suratmengejutkanitu ke istana Ringin Anom, Ranumendapat kabar kalau diadibiarkan bebas untuk sementara waktu, tapi tangan dan kakinya dicepit dengan kayu yang dilapisi batu alam agardiatidak bisa menyerang. Tak lupa, Pedang Kobar Geni milik Ranu disita oleh pihak istana. “Pandangan kalian tidak boleh luput dari pemuda itu, dia sangat berbahaya, jangan sampai kayu itu rapuh! Energi api miliknya jauh lebih kuat dari semua pendekar di istana.” Panglima Cakra Bumi mengawal Ranu atas perintah Pangeran Wayan. Pemuda itu dialihkan ke ruangan khusus kedap suara. Merasa tidak nyaman dengan aura di ruangan ini, Ranu tiba-tiba muntah darah hitam segar, pertanda jika ruangan ini mengandung aura iblis yang pernah dia rasakan waktu bertarung melawan salah satu murid unggulan Perguruan Elang Hitam. Geni memilih tidur untuk sementara waktu, dia minta agar Ranu menutup Pusaka Giok Api dengan kain
“Aku tidak tahu,” jawab Ranu untuk ketiga kalinya.Raja Swarespati tidak mau buang-buang waktu menginterogasi seorang dengan hati keras seperti Ranu, dia memanggil beberapa tukang pukul istana yang terdiri dari pendekar pemilik ilmu pukul khusus.Tiga orang menyeret Ranu ke lapangan istana, mengikat tangan dan kakinya di tiang gantungan tanpa memberi sedikitpun minum, padahal siang ini matahari bersinar sangat terik.“Ikat dia! Biar dia merasakan bagaimana pedihnya neraka!” Pangeran Wayan dipasrahi ayahandanya untuk menyiksa Ranu hingga pemuda itu menceritakan tentang Asoka.Siang itu juga, Ranu disiksa, dipukuli, ditendang, bahkan dipecut hingga punggungnya mengalami luka pendarahan serius. Beberapa pemimpin pleton menertawakan Ranu, tapi tak jarang juga yang menaruh simpati, coba minta keringanan hukuman pada pangeran.Naas beribu naas.Pangeran malah membentak mereka dengan cacian kasar. “Otak dungu seperti k
Surat selesai dibacakan.Raja Galih mendekati Asokadan membisikkan sesuatu.Seketika wajah Asokaberubah dan giginya bergetar hebat. Ada satu cara yang bisa dilakukan Asokaagar bisa menghancurkan harga diri kerajaan Balidipa.Caranyahanya satu, Asoka harus menjadi warga Ringin Anom dan memenangkan Turnamen Tapak Iblis, turnamen yang hanya diperuntukkan untuk pendekar tanah Dwipa.“Ti-tidak mungkin … berita ini bohong, bukan?” Asokahanya bisa meratapi nasib, duduk bersandar di pojok ruang singgasana. Air matanya menangisi sahabat yangdibunuh tanpa belas kasihan.“Kenapa … kenapa secepat ini kau meninggalkanku?”“Bukankah dirimu janji kita berangkat ke Dwipa bersama dan kembali harus bersama? Tapi kenapa kau menghianati kepercayaanku? Sialan kau Ranu, kau bukan sahabatku!”Asoka memukul-mukul tembok singgasana sampai remuk, tangannya berdarah, tapi dia