"Hai, Nissa! Mau pulang ya? Biar aku antar, ya?" sapa seorang pria berkaos putih itu tersenyum kepada Nayla.Dengan mendengus kesal, ketiga gadis muda itu memutar bola mata malas melihatnya."Ih ... kamu lagi-kamu lagi!" celetuk Desy merasa jengah."Gak perlu, aku mau pulang bareng Wati dan Desy aja," jawab Nayla jutek."Iya tau, nih. Kalau Nissa pulang sama kamu. Terus kita berdua bagaimana?" sambar Wati."Ya kalian, 'kan bisa naik ojol," jawab pria yang bernama Danang."Gak, usah. Lagian kita ini mau langsung jalan-jalan ke mall tau! Jadi, kita mau naik taksi online saja," sahut Nayla berbohong."Oh, ya udah. Kalau gitu aku ikut kalian aja ke mall.""Gak perlu!" sahut ketiganya secara bebarengan."Ya elah, kompak banget sih kalian?" dengus Danang merasa kesal dan kecewa. Karena tiap kali ia berusahan mendekati Nayla. Gadis itu terlihat cuek dan selalu menolaknya. Sehingga membuatnya malah semakin tertantang untuk bisa mendapatkan hatinya."Udah yuk, ah. Kelamaan di sini nanti kita m
Arga dan Reza yang baru selesai meeting ingin turun ke lantai bawah. Mereka hendak menemui temannya yang akan datang ke hotel tersebut."Berarti Daniel jadi mau ke sini, Bang?" tanya pria muda yang berpakaian setelan jas kantor itu menoleh ke arah samping tempat Bos mudanya kini berada."Ya, katanya tuh orang sedang di jalan menuju ke sini. Mana dia kolokan banget lagi, masa minta dijemput di loby," sahut Arga."Hahaha ... ya maklum anak mami emang suka begitu, Bang. Masih suka kolokan." "Hah, mami! Mami yang mana? Mami-mami gitu maksudmu? Hahaha ... masa sih gara-gara gagal nikah terus dia larinya main sama mami-mami gitu, kayak gak ada cewek yang masih muda aja," ejek Arga tersenyum sinis."Cih, si Abang suka gitu deh. Jelek-jelek begitu juga tetep temen kita, Bang. Jangan suka ngeledekin gitu, nanti yang ada kuping dia panas gara-gara kita sedang ngebicarain dia terus, Bang.""Hahaha ... biarin aja. Justru mumpung dianya lagi gak ada, jadi kita bebas ngomongin dia.""Cih, dasar te
Setelah selesai dari acara ulang tahun itu, Arga yang dalam keadaan mabuk langsung memasuki kamarnya dengan diantar oleh Reza.Lelaki muda ber-tuxido itu memapahnya mendekati ranjang dan merebahkan pria itu di sana. Tidak lupa ia pun menyelimutinya juga.Reza hanya menggelengkan kepala melihatnya yang terus merancau tidak karuan di atas ranjang itu."Bang-bang! Sudah dibilangin jangan minum. Eh ... dianya malah tetep aja minum. Ya jadi seperti ini, 'kan?" dengusnya.Kemudian ia keluar dari kamar itu dan langsung masuk ke kamarnya yang berada di sebelah kamar tersebut.Namun, setelah kepergian Reza, bukannya tidur. Pria itu malah terbangun dan dengan perlahan turun dari ranjang. Lalu dengan terhunyung huyung ia berjalan mendekati pintu. Dan tiba-tiba ia melihat ada sesosok wanita yang masuk ke dalam kamarnya.Cekrek!"Housekeeping!" seru Nayla seraya membuka pintu.Karena pengaruh alkohol yang ia minum di dalam pesta tadi. Kini ia menjadi bringas tak terkendali. Apalagi ketika melihat
Srekk!"Mmgghh ... mmmgh!" Nayla semakin memberontak, tak kala pria itu telah merobek paksa kemeja putih yang ia kenakan. Hingga beberapa kancingnya pun terlepas dan tubuh bagian atasnya kini telah terbuka lebar.Bulir-bulir bening seperti keristal mulai mengalir dari kelopak matanya. "Ya, Tuhan. Tolonglah hamba, jangan sampai ini terjadi lagi padaku. Aku tidak mau, Tuhan." Di dalam hati gadis malang itu terus merapalkan doa, dan berharap ada seseorang yang datang untuk menolongnya.Namun, tidaklah mungkin. Mana mungkin di tengah malam begini ada yang datang ke kamar ini? Selain dirinya yang memang karena bertugas untuk membersihkan kamar ini. Pasti tidak akan ada orang lain yang datang ke sana.Kini tangan kekar milik pria itu mulai bergerak menjamah tubuhnya. Bibirnya berpindah ke ceruk leher jenjangnya, dan menyesap kuat. Meninggalkan kiss mark yang mencolok di kulit putihnya."Ahh ... ! Lepaskan aku, mohon! Jangan lakukan ini lagi. Hentikan!" Teriaknya memohon. Ia masih terus meron
"Nayla!"Degh!Hati Nayla serasa akan copot dan tubuhnya pun langsung membeku. Ia merasa sangat syok dan juga ketakutan ketika mendengar laki-laki itu malah memanggil namanya."Duh ... matilah aku! Gimana ini? Apakah dia mengenaliku?" batinnya resah.Glekk!Dirinya yang merasa sangat ketakutan dan deg-dengan tidak karuan itu menelan ludah kasar. Kini wajahnya tampak pucat pasi karena tegang. Dan keringan dingin pun mulai bermunculan membasahi dahinya."Hahaha ... Nayla-nayla, kau mau ke mana, huh?" Sembari cekikikan tak jelas, suara Arga kembali terdengar samar seperti orang yang sedang mengigau. Sehingga membuatnya dengan harap-harap cemas, Nayla memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Dan benar dugaannya, ternyata lelaki itu masih memejamkan mata dan hanya mengubah posisi tidurnya saja. Yang berarti lelaki tersebut sedang mengigau."Huft!" Seraya memegangi dadanya, gadis itu bernapan lega. "Untung saja cuma ngigau. Kalau gak, mampus deh aku!" rutuknya."Tetapi, kenapa pria bre
Seketika itu Nayla baru teringat kalau dirinya memang sudah tidak mempunyai cukup uang untuk ongkos pulang ke Jogja. Karena seperti biasa hampir sebagian besar gajinya telah ia kirim ke kampung. Sehingga ia hanya menyisakan sedikit uang untuk keperluannya sehari-hari saja.Dengan sangat lemas, gadis berlesung pipi itu menggeleng pelan."Ya, udah. Gini aja deh, kamu kirim nomor rekening kamu ke aku. Nanti, biar aku pinjemin dulu, oke?" ujar Desy.Lagi-lagi Nayla merasa sangat terharu dengan temannya yang satu ini. Karena gadis yang biasanya cerewet suka berdebat dan bercanda dengannya itu, ternyata begitu baik kepadanya.Reflek gadis yang kini mengenakan celana jeans dan kaos putih itu langsung memeluknya erat. "Hiks ... hiks. Terimakasih, Desy. Karena kamu udah baik banget sama aku. Dan semoga saja Allah akan membalas semua kebaikanmu ini.""Amin. Iya, sama-sama. Udah ah, jangan lebay. Nanti yang ada aku malah ikut nangis loh." Desy melepaskan pelukannya, lalu ia mengusap air mata gad
"Duh, sebenarnya nih orang kenal gak ya sama si Arga? Kalau nih orang adalah temannya Arga. Aku harus menghindarinya," pikir Nayla, sedang menerka-nerka siapa sebenarnya pria yang bersamanya kini."Hallo, Nona! Kok, malah bengong?" tegur Daniel. Nayla yang tersadar dari lamunannya, dengan canggung langsung memasang cengir kuda."Eh ... namaku adalah Nur Anissa. Dan saya tinggal di jalan Mawar blok B, Tuan," jawabnya dengan sengaja memalsukan sedikit namanya. Dan memberitahu alamat tempat kost-nya berada."Eh, iya. Jangan panggil aku Tuan dong! Kesannya aku jadi keliatan udah tua banget deh? Lagi pula kamu itu bukan pelayan, kenapa harus memanggilku Tuan sih?""Oh ya maaf, Tu-- eh, maksud saya--""Daniel, kamu boleh panggil aku Niel, Dani atau Daniel juga boleh. Tanpa harus ada embel-embel Tuan, Bapak dan lain sebagainya, ok?""Ba-baik, Dan-niel." Dengan tersenyum canggung dan kaku gadis itu mengangguk."Kalau boleh tau, kamu ini bekerja di hotel Kartika, ya?""Iya, saya bekerja di ho
Di saat Nayla akan membuka pintu pagar rumah kost tempat tinggalnya itu, tiba-tiba saja Lukman telah sampai di sana. Dengan segera lelaki yang terpaksa menggunakan ojol itu segera menghanpirinya."Nay, tunggu!" serunya.Gadis itu tampak terlonjak kaget dan langsung menoleh ke arahnya. "Loh, kamu, Man!" ucapnya kaget."Sorry, aku tadi gak bisa ngenjemput kamu di hotel. Karena tiba-tiba saja motorku malah mogok," terang Salman merasa tidak enak padanya."Oh, gitu. Gak pa pa lagi, Man. Lagi pula yang terpenting sekarang aku udah sampai rumah, 'kan? Dan, seharusnya akulah yang minta maaf sama kamu. Karena sudah merepotkanmu hingga kamu sampai bela-belain datang ke sini pula.""Ya sebenarnya gak papa sih. Lagi pula aku gak merasa direpotkan kok. Tapi sayang, pas aku udah mau menjemputmu tadi, eh tiba-tiba motorku malah gak bisa dinyalain. Ya udah, jadi terpaksa aku harus naik ojol. Tapi pas aku udah sampai sana, kata si security dia liat kamu udah pergi dengan mobil.""Dan, apa benar seper