"Seharusnya aku tidak pernah bersikap lembut padamu!" Erland dengan kasar menarik Emma dan membantingnya di atas tempat tidur. Tatapan mengerikan yang hanya dia perlihatkan pada musuh kini dia gunakan untuk mengancam gadis itu. Dengan kuat tangannya menekan kedua tangan Emma di tempat tidur.Dia mendekatkan wajahnya yang mengerikan, "Ingatlah hidup ayah dan adikmu ada di tanganku. Jadi, jangan coba main-main denganku." Ucap Erland dengan lirih di telinga Emma. Alih-alih terdengar lembut suara Erland lebih terdengar mengerikan.Emma yang mendengar ancaman Erland hanya bisa diam dan mengikuti setiap perkataan Erland untuk kedepannya. 'Inilah dirimu yang sebenarnya dan sisi yang kamu sembunyikan dariku.' Batin Emma sembari menatap Erland dengan penuh kebencian."Seharusnya kamu biarkan aku terbunuh saja saat itu." Lirih Emma sembari menatap tajam punggung Erland yang semakin menjauh dari pandangannya. Setelah berdiam beberapa waktu, Emma lantas menyadari sesuatu.'Jalan keluar, jalan it
"Aku mohon hentikan semua ini."Dengan tidak berdaya Emma berlutut di bawah hujan badai yang sedang terjadi, dia memohon agar Erland menghentikan kekacauan tersebut. "Tolong hentikan, aku akan ikut denganmu." Ucapnya sembari kedua tangannya memegang kaki Erland, sama seperti seorang pelayan yang memohon pada tuannya.Tubuhnya bergetar seolah dirinyalah yang akan mati hari ini, dia menahan isak tangisnya dan memegang kaki Erland dengan kuat. "Aku tidak akan lari lagi, aku janji." Ucap Emma berusaha meyakinkan Erland bahwa dia akan menempati ucapannya kali ini.Erland menyeringai melihat ketidakberdayaan Emma saat ini. Dia mengibaskan tangannya ringan lalu, menurunkan tangannya. Pandangannya terus tertuju pada Emma, dia merasa bersalah namun, diwaktu yang sama dia juga merasa senang karena Emma akan berada dalam genggamannya lagi.DUARRREmma sangat tersentak kala petir tersebut tetap menyambar, suara yang dihasilkan terdengar sangat nyaring dan begitu menakutkan. Air matanya meleleh be
“Lepaskan aku! Aku tidak mau jadi pengantin persembahan!”“Ayah! Aku mohon jangan.”Gadis bernama Emma Graciella diseret paksa karena terus meronta dan menolak dibawa ke tepi sungai. Para calon pengantin persembahan harus dihanyutkan di sungai agar sampai ketempat Dewa Pelindung."Cepat jalan!"Para warga memaksa Emma karena desa mereka yang bernama Gynejas, sekarang sedang dihantam oleh bencana besar. Angin topan dan hujan deras meratakan hampir seluruh desa. Membuat para penduduk desa kocar-kacir, kebingungan harus menyelamatkan diri kemana.Bencana besar itu terjadi karena mereka lupa mempersembahkan seorang pengantin persembahan. Selain itu, alasan lainnya Emma dipaksa menjadi pengantin persembahan tahun ini adalah, karena dia satu-satunya gadis yang memiliki usia yang cocok dan pas bagi pengatin persembahan, yaitu 19 tahun. “Lepas!” Dia mengibaskan tangannya dan melepaskan tangan-tangan warga desa yang memegangnya. Dia berlari menghampiri ayahnya yang berdiri ikut menyaksikan d
Emma perlahan membuka mata, sinar matahari masuk dari sebuah lubang dan langsung menyinarinya. Dia menegakkan tubuhnya, dia melihat sekeliling hanya ada gua batu dan aliran sungai. Saat dia terbangun dia sudah terdampar di tepi sungai dengan gaun bawahnya yang sudah basah oleh air.“Ini…”“Cepat! Persembahan sudah dikirimkan.” Sebuah suara pria muncul entah dari mana, membuat Emma yang belum sempat mencerna keadaan terpaksa bangkit dan bersembunyi. Dari persembunyiannya dia melihat empat orang pria sedang memeriksa sampan tempatnya dihanyutkan.‘Mereka sedang mencariku?’ Batin Emma. Dalam hitungan detik Emma menutup mulutnya rapat-rapat kala ada seekor kalajengking disebelahnya. Meski dia takut dengan hewan tersebut, demi keselamatannya dia akan tetap diam.“Persembahan hilang! Gawat bagaimana ini?”“Tuan pasti marah besar.”“Cepat berpencar! Kita harus mencarinya sampai dapat.”Emma mendengarkan dengan seksama percakapan para pria tersebut, dia sedikit mengintip dan memastikan situas
‘Kenapa ini?’ Erland mengerutkan keningnya kala melihat kedua sikunya lebam-lebam, tidak hanya itu kakinya juga terasa perih seperti sedang terluka. Dia memeriksa seluruh tubuhnya, matanya melotot melihat dada kirinya terdapat luka cambuk.“Nathan!”“Iya tuan, ada apa?” Nathan dengan terburu-buru berlari ke dalam kamar Eland. “Apa kamu sudah memindahkan gadis itu ke Istana?” “….” Erland menoleh ke arah Nathan karena tidak kunjung mendapat jawaban atas pertanyaannya. Nathan terlihat menunduk sambil menutup mulutnya rapat-rapat. Erland mengerutkan dahinya, dia merasa sudah tidak tahan dengan diamnya Nathan.“Katakan!”“Maaf Tuan, kemarin nona Joana melihat wanita itu berkeliaran jadi … dia membawanya kembali ke dalam sel.”“Bawa dia kembali!” Erland merasa sedikit geram, dia mengepal tinjunya menahan emosi yang meluap-luap. Dia berjalan lurus dan mengobati luka yang berada di dada kirinya.“Katakan juga pada Joana, jangan ikut campur dengan urusanku.”“Baik tuan.”Setelah Nathan per
Suara beberapa orang pelayan mulai mengusik pendengaran Emma. Dia perlahan membuka matanya, cahaya diruangan itu menusuk matanya. Dia diam sembari berkedip menatap atap ruangan, berusaha mengumpulkan kesadarannya yang belum penuh.“Kamu sudah sadar?” Suara seorang pria berhasil membuat nyawanya terkumpul seutuhnya. Dia sontak bangkit dari tidurnya dan mengarahkan pandangannya ke arah pemilik suara. “Kamu! Mau apa kamu?” Ucapnya dengan suara panik.“Aku disini mengantar dia,” Mendengar ucapan Nathan sontak membuat Emma menoleh ke arah seorang pria berbadan tegak nan gagah yang berdiri di samping ranjangnya. Emma menyipit kan matanya, dia menatap pria itu dengan rasa familiar.“Kamu … kamu yang beberapa hari lalu!?” Setelah mengatakan itu Emma memalingkan wajahnya. Dia mengatupkan kedua tangannya ke pipi. Dia berusaha menyembunyikan pipinya yang memanas, dia tersipu malu mengingat adegan ciumannya di kolam pemandian.“Hem … ” Pria di sampingnya berdehem karena suasana diruangan menjadi
Dua minggu kemudian …. ‘Hah … bosan sekali,’ Gerutu Emma yang duduk di tepi tempat tidurnya sembari mengerucutkan bibirnya. Tak berapa lama dia merebahkan dirinya ke kasur, dia merengek seperti anak kecil yang ingin mainan. “Ah … aku bisa mati kebosanan.”“Lebih memilih menghilangkan rasa bosan atau nyawamu,” Ucap Erland dengan nada datar tanpa ekspresi. Emma yang mendengar perkataan mengerikan keluar dari mulut Erland langsung mengeluarkan lirikan mautnya. Kemudian dia menjawab nada ketus, “Aku tidak mau memilih.”“Hah … ” Erland menghela nafas berusaha menahan kekesalannya menghadapi Emma. ‘Tahan Erland, bersabarlah setelah kutukan lepas kamu bisa menyingkirkannya,’ Batin Erland yang sedang berusaha menguatkan dirinya menghadapi gadis gila yang menentukan hidupnya.“Ikut aku,” Ucap Erland sembari melangkah keluar kamar meninggalkan Emma yang masih berbaring di atas kasur.“Kamu mau mengajak ku kemana?” Emma mengekori Erland yang berjalan didepannya. Dia mengangkat gaun bagian depan
Setelah mimpi panjang akhirnya, Emma membuka matannya. Dia memegang kepalanya yang terasa sedikit pusing sembari berusaha bangun dari tidurnya. Kemudian dia merasakan sebuah kain melilit keningnya, ‘Em … apa ini?’ Gumamnya sembari melirik kain putih tersebut.“Kamu sudah bangun?” Ucap seorang pria yang sedang berjaga di samping ranjangnya. “Nathan?” Ucapnya dengan sembari menatap wajah Nathan yang sedang tersenyum ramah. Kemudian dia menelusuri seluruh ruangan seolah sedang mencari sesuatu. “Dimana Erland? Apa dia baik-baik saja?” Tanya Emma dengan wajah khawatir.“E-Erland?” Nathan mengulangi nama yang Emma sebut dan dijawab dengan anggukan oleh gadis itu. ‘Dia tidak mengganti namanya saat menyamar,’ Batin Nathan sambil tersenyum canggung dengan kepala menunduk. Kemudian dia mengangkat kepalanya dan membatin, ‘Kak kamu tidak mengerti atau memang bodoh?’ “Dia baik-baik saja, dia sedang berada di ruangan Tuannya.” Ucap Nathan sembari tersenyum kepada Emma.‘Em … dia sedang menemui S