Bukankah lima tahun lalu dia memilih pergi, saat aku memintanya melakukan tes DNA untuk membuktikan jika anak yang dilahirkannya itu memang benar anakku? Lalu kenapa sekarang dia datang dan memohon padaku agar aku mau melakukan tes DNA? Apa sebenarnya yang dia inginkan? Apa karena sekarang aku sudah semakin sukses hingga dia ingin menjadikan anak yang ada bersamanya sebagai alat untuk memanfaatkan ku? Saat aku bertanya kenapa kenapa dia muncul lagi setelah sekian lama, jawabannya sungguh di luar dugaan. Dia bilang ingin menitipkan anaknya padaku karena waktunya di dunia ini mungkin sudah tidak akan lama lagi.
View MoreAku tak bisa melupakan wajah pucat Ainun hingga terus memikirkannya. Setiap kali teringat raut wajah kesakitannya serta ringisan lirih yang lolos dari mulutnya hari itu, seketika aku menjadi gelisah dibuatnya. Beberapa kali aku berusaha mampir ke kediaman Ainun dan mencari tahu keadannya, Ainun bersikeras jika dirinya tidak apa-apa dan terus mengusirku. Dan akhirnya aku pun menyerah, kuturuti keinginan Ainun yang akan membicarakan semuanya saat hasil tes DNA Farhan sudah keluar.Sebegitunya dia ingin membuktikan jika Farhan itu anakku. Mungkin karena luka yang kutorehkan di masa lalu yang terlalu dalam dan menyakitkan serta begitu mencoreng harga dirinya, hingga dia tak ingin mengatakan apapun padaku sebelum bukti itu dia genggam.Aku menghela nafas dalam sambil berusaha kembali fokus pada pekerjaanku. Sudah beberapa hari berlalu, yang artinya hasil tes DNA Farhan sudah bisa dilihat dalam beberapa hari kedepan, meskipun bagiku itu sama sekali tidak ada gunanya. Toh, aku sudah tahu jik
Aku pulang ke rumah dengan berbagai perasaan yang berbaur menjadi satu. Tapi dari semua rasa yang ada, perasaan senanglah yang kini lebih mendominasi hatiku. Akhirnya, setelah lima tahun pencarian tanpa hasil, sekarang aku kembali dipertemukan dengan Ainun dan Farhan lagi. Meskipun Ainun masih terlihat tak bersahabat dan agak menjaga jarak, tapi setidaknya aku bisa berinteraksi dengan mereka.Setelah membersihkan diri dan makan malam masakan sederhana Bik Minah, biasanya aku akan langsung masuk ke ruang kerja dan melanjutkan pekerjaan yang tidak terselesaikan di kantor. Tapi kali ini aku tidak masuk kesana, melainkan masuk ke kamar kosong yang berada di sebelah ruang kerjaku.Di lantai atas rumahku terdapat tiga buah kamar. Satu kamar tidurku, lalu kamar yang berada tepat di sebelah kamarku kuubah menjadi ruang kerja. Sedangkan kamar yang satunya lagi kubiarkan kosong. Aku mengamati setiap sudut kamar itu. Sudah ada tempat tidur dan juga lemari di sana, tapi selain itu tidak ada furn
"Aku tahu jika aku sudah melakukan kesalahan yang begitu fatal padamu dan juga Farhan. Aku tahu jika perlakuanku padamu benar-benar tak termaafkan. Tapi setidaknya, tolong beri aku kesempatan untuk menebus semua itu. Izinkan aku menjadi sosok ayah yang semestinya untuk Farhan, Ainun." Aku masih memeluk erat tubuh Ainun."Pak Arkan, saya mohon jangan seperti ini," ujar Ainun sambil sekali lagi berusaha lepas dari pelukanku."Maafkan kebodohanku, Ainun. Maaf karena telah menyia-nyiakan mu selama ini. Pulanglah, rumah kita sangat sepi sejak kamu pergi ....""Rumah kita?" Ainun mendorong tubuhku dengan hentakan yang lebih kuat daripada sebelumnya, hingga mau tak mau pelukanku pun terlepas."Apa Bapak yakin sedang tidak salah minum obat? Rumah mana yang Bapak maksud dengan rumah kita? Dan lagi, sejak kapan ada kata kita di antara saya dan Bapak?" tanya Ainun dengan sarkas.Aku terdiam dan menatapnya dengan perasaan bersalah yang begitu menghujam. Bukannya aku lupa dengan semua perlakuanku
Setelah makan siang, kami melanjutkan jalan-jalan mengelilingi mall. Karena bertepatan dengan liburan sekolah, banyak film anak-anak yang sedang diputar di bioskop. Aku pun membawa Ainun dan Farhan untuk menonton film animasi kesukaan bocah itu.Sepanjang film berlangsung, bukan layar bioskop yang aku lihat, melainkan memperhatikan wajah Farhan dan Ainun secara bergantian. Ekspresi kedua ibu dan anak itu benar-benar menghipnotisku hingga aku tak mempedulikan jalan cerita yang disuguhkan film tersebut.Enam puluh menit kemudian, film akhirnya selesai. Keluar dari bioskop, aku kembali menggendong Farhan untuk kembali membawanya jalan-jalan ke sudut mall yang lain."Tv tadi hebat, ya, Ayah. Ukurannya besar ... sekali, jadi gambar robotnya juga ikutan besar." Farhan bercerita dengan polosnya sambil masih berada dalam gendonganku. Ia merentangkan kedua tangannya saat mengatakan kata besar. Terlihat sangat menggemaskan."Itu bukan tv, Sayang. Itu namanya layar bioskop, ukurannya memang jauh
"Ayah." Suara Farhan menyadarkan ku.Gegas kuhapus airmataku dan menahan isakan sebisa mungkin. Kuhela nafas panjang berulang kali untuk menenangkan diriku sendiri. Aku tak ingin Farhan kebingungan karena aku menangis sambil memeluknya.Aku mengurai pelukanku. Kulihat Farhan mendongakkan wajahnya, manik jernihnya menatapku seakan sedang menilai apa saja yang melekat di wajahku. Sekali lagi kuhapus sisa-sisa airmata yang menggantung di sudut mata. Kuulas senyuman semanis mungkin pada bocah itu. "Apa Ayah sedih bertemu dengan Farhan?" tanyanya dengan polos. Usianya baru lima tahun lebih, tapi bicaranya tidak cadel seperti anak-anak pada umumnya.Aku menggeleng cepat."Tidak, Ayah justru sedih karena baru bisa bertemu dengan Farhan sekarang," jawabku."Farhan senang akhirnya bisa bertemu dengan Ayah," ujarnya lagi. "I-iya, Ayah juga." Aku sedikit terbata karena terlalu senang mendengar kata-kata Farhan barusan. Dia bilang senang karena akhirnya bisa bertemu denganku.Farhan tersenyum,
"Kenapa?" tanyaku. Lima tahun lalu Ainun lebih memilih pergi daripada harus melakukan tes DNA, meskipun aku tahu saat itu semua memang salahku. Aku yang telah mempermalukannya di hadapan seluruh keluarga besarku hingga dia lebih memilih untuk menghilang dari kehidupanku.Lalu sekarang, dia tiba-tiba datang dan memohon untuk dilakukan tes DNA. Sebenarnya apa tujuannya?"Saya punya alasan ...." Ainun menjawab dengan agak tertahan. Sangat terlihat jelas jika saat ini dia sedang berusaha untuk menutupi sesuatu."Apa alasannya? Waktu itu kamu pergi tanpa ragu saat aku ingin melakukan tes DNA, kenapa sekarang malah ingin melakukan itu?""Sudah saya katakan, saya punya alasan. Saya akan mengatakan alasan saya itu jika sudah dilakukan tes dan hasilnya sudah keluar."Aku terdiam. Kutatap lekat Ainun hingga dia sedikit memalingkan wajahnya kearah lain karena merasa kurang nyaman. Hatiku bertanya-tanya, apakah kiranya yang membuat Ainun berubah pikiran hingga ingin membuktikan jika Farhan memang
Cukup lama aku mematung dengan mata yang tak beralih dari sosok di hadapanku saat ini. Wajah teduh yang selama lima tahun ini selalu hadir dalam setiap tidurku, kini berada tepat di hadapanku. Ingin rasanya aku menampar pipiku sendiri untuk memastikan jika saat ini aku tidak sedang bermimpi."Apa kabar, Pak Arkan?" Kembali kudengar suara itu. Begitu lembut terdengar di telinga, sama seperti lima tahun lalu saat dia masih tinggal bersamaku. "Baik," jawabku setengah bergumam.Ainun sedikit menipis bibirnya, hampir menyerupai sebuah senyuman. Sosoknya terlihat semakin matang dan dewasa. Penampilannya juga lebih tertutup. Ia telah mengenakan hijab dan menutup auratnya dengan sempurna. Terlihat begitu menyejukkan mata sekaligus menentramkan hati.Perasaan rindu yang selama ini kusimpan rapi di dasar hatiku, kini tiba-tiba menyeruak tak tertahankan. Hampir saja aku tak bisa menahan diri untuk menarik dan merengkuhnya ke dalam pelukanku."Maaf, saya mengganggu. Apa Pak Arkan punya waktu?" t
Pagi ini, aku datang ke kantor dengan agak tak bersemangat. Semalam mataku nyaris tak bisa terpejam setelah kedatangan Mama dan Papa ke rumah. Kepalaku juga terus dipenuhi oleh permintaan mereka yang ingin aku melepaskan Ainun, lalu menikah lagi. Aku tahu Mama dan Papa hanya menginginkan kebahagiaanku. Lima tahun terakhir, bisa dikatakan hidupku sangat tak manusiawi. Seluruh waktuku hanya dihabiskan untuk bekerja dan mencari keberadaan Ainun. Tak ada waktu untuk diriku sendiri, bahkan sekedar untuk bersantai melepaskan penat sekalipun. Aku hanya makan dan tidur sekedar untuk memenuhi kebutuhan tubuh, tanpa menikmatinya sama sekali. Hidupku tenggelam dalam kehampaan. Kujalani semua rutinitasku tanpa menikmatinya layaknya sebuah robot yang mengerjakan tugasnya. Memperihatinkan memang, pantas saja jika Mama dan Papa sampai menyarankan ku untuk menikah lagi.Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Selama mencari keberadaan Ainun, tak pernah sedikit pun aku berniat untuk menyerah. Meski selam
"Nak Arkan, Ibu tidak tahu ada kesalahpahaman apa antara kamu dan Ainun hingga rumah tangga kalian menjadi kacau seperti ini. Tapi yang Ibu lihat, kalian sama-sama orang baik. Ibu berdoa semoga kalian segera dipertemukan dan dapat menyelesaikan setiap permasalahan yang ada." Itulah doa tulus yang diucapkan oleh Bu Ratna saat melihatku tergugu di hadapannya.Aku tak bisa lagi membendung tangis begitu mulai menyantap menu makan siang yang katanya biasa dimakan oleh Ainun. Rasa sesal itu semakin membuncah tak terkendali hingga aku kesulitan mengontrol emosi. Aku menangis tersedu seperti seorang anak kecil yang takut dihukum setelah melakukan Kesalahan. Tiba-tiba saja aku merasa takut kehilangan. Tak sanggup rasanya jika Ainun dan Farhan benar-benar pergi selamanya dari hidupku, padahal sebelumnya mati-matian aku menolak mereka.Sanubari itu layaknya lautan misteri, sesuatu yang tak bisa dimengerti, pun oleh sang pemilik hati itu sendiri. Begitulah aku yang kini tak mengerti dengan apa ya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.