Sore itu, mereka tertawa karena Aluna berusaha menghindar dari Ethan. Namun dengan mudah Ethan menangkap tubuh Aluna. “Kau tidak akan bisa lari dariku.” Ethan menggelitik pinggang Aluna. “Ah! Ethan hentikan!” Aluna mengeluh tapi juga tertawa. “Ethan berhenti haha..” Aluna menjauh lagi. “Aku belum puas balas dendam. Ke mari Aluna.” Ethan menggerakkan jarinya agar Aluna mendekat. “Tidak!” Aluna menjulurkan lidahnya. “Aku tidak akan ke sana sampai kamu mau naik bianglala.” Ethan berkacak pinggang. “Baiklah. Baiklah ayo naik wahana itu.” “Yey!” Aluna bersorak begitu senang. Ia mendekat. Tanpa disuruh pun, ia memeluk tubuh Ethan dengan senang. “Ayo naik.” Ethan tersenyum miring. Ia mendekatkan wajahnya. Menunjuk pipi kanannya. Aluna tertawa pelan. Ia berjinjit—bukannya mencium pipi Ethan. Aluna malah mencium bibir pria itu. Hanya ciuman singkat. Setelahnya Aluna menarik tangan Ethan. “Ayo naik!” sembari menarik Ethan tidak sabar ke arah wahana bianglala. Jangan
“Tapi bukankah pemandangannya sangat bagus.” Aluna memandang matahari yang hampir terbenam. “Udaranya juga bagus,” gumam Aluna. Cup! Aluna menoleh ketika mendapatkan ciuman dari samping. “Lebih bagus melihatmu tidak menggunakan apapun,” balas Ethan di luar nalar. Aluna memejamkan mata. Menahan kekesalannya sejenak. “Ah sudahlah lelah aku.” Aluna bersandar. Menarik tangannya yang peluk oleh Ethan. Ethan menatap Aluna dari samping. “Kau marah?” Sambil mencolek pipi Aluna. “Kau marah?” Menoel-noel pipi Aluna gemas. “IH!” Aluna melotot. “Eh-eh..!” mulai berputar lagi. Ethan sendiri yang heboh. Menarik lengan Aluna dan kembali memeluknya. Aluna tidak jadi marah karena melihat Ethan yang begitu konyol. “Jangan tertawa!” Ethan yang takut tapi berusaha galak. Bahkan tangannya semakin memeluk Aluna dengan erat. Aluna malah tertawa begitu lebar. “Menyenangkan!” Untuk sejenak Ethan menatap Aluna yang tertawa begitu lebar. Karena jarang sekali wanita itu terseny
“Aluna aku pusing,” keluh Ethan saat mereka berada di parkiran mobil. “Perutku mual.” Ethan memegang perutnya. “Mual? Mau muntah?” Aluna mendekat. Ia mengusap kening Ethan yang berkeringat. Ethan menggeleng. “Tidak. Seperti anak kecil saja muntah.” Aluna mengusap lagi keringat di wajah Ethan. Ethan benar-benar berkeringat banyak. Maka dari itu, Aluna kawatir. “Muntah saja jika ingin Ethan.” Ethan memejamkan mata. Tapi rasanya memang benar-benar mual. Akhirnya ia benar-benar muntah. “Huek! Huek!” Aluna memijit bahu Ethan dari belakang. “Sebentar.” Masuk ke dalam mobil dan mengambil air putih. Kemudian keluar dan menyuruh Ethan untuk minum air dulu. Glek! Ethan menghela nafas. Berkacak pinggang dan merasa malu. Bisa-biasanya muntah hanya karena naik wahana anak-anak seperti itu. Aluna mendongak. “Tidak masalah. Tidak masalah…” ucapnya. Mengusap kening Ethan yang berkeringat. “Ingin muntah lagi?” Ethan menggeleng. Aluna berjinjit. Melepaskan kancing t
21++ Semalaman Aluna menjaga Ethan yang sakit. Pagi harinya. Aluna bangun lebih awal. Setelah membuat sarapan ia meletakkan di atas nakas dan membangunkan Ethan. “Bagaimana kalau tidak usah masuk dulu? Aku akan menghandle jadwal kamu hari ini.” Aluna mengusap pipi Ethan. “Hm.” Ethan mengangguk pasrah. “Istirahat saja di rumah. Aku akan siap-siap berangkat.” Aluna hendak pergi tapi Ethan menahan tangannya. “Jangan pergi..” Ethan memeluk lengan Aluna. Aluna menghela nafas. ‘Benar-benar persis Gio.’ Aluna tidak bisa mengelak bahwa Gio memang duplikatnyaEthan. Tingkah mereka sama. Saat sakit, Gio sangat manja. Tidak mau ditinggal, selalu minta dipeluk. Apapun harus disediakan. Bahkan Aluna tinggal pergi sebentar bisa teriak-teriak memanggil. Ethan pun sama. Sepanjang malam Aluna menjaga pria itu. Tidak mau ditinggal sedetikpun, bahkan ke toilet. Harus dipeluk. Kalau tidak dipeluk akan dikejar sampai di ujung ranjang sekalipun. Tingkah mereka memang sama persis.
21++ Tapi Aluna tiba-tiba terpekik saat tiba-tiba tubuhnya diangkat. Belum sempat protes. Bibir Aluna lebih dulu disumpal oleh ciuman Ethan. Ethan membawanya ke kamar mandi. Di sanalah Ethan mengguyur tubuh mereka menggunakan air dingin. “Ini dingin Ethan!” “Maka kita yang harus panas.” Ethan menarik tengkuk Aluna dan kembali mencium bibir Aluna. Ethan menarik dirinya. Jemarinya mengusap bibir bawah Aluna. “Milikku menginginkanmu.” Memasukkan jemarinya ke dalam bibir Aluna. Aluna menuruti keinginan Ethan. Ia menghisap jemari pria itu yang berada di dalam mulutnya. “Lakukan tugasmu sayang.” Menatap Aluna. Keduanya memang dilanda hasrat yang panas. Aluna berlutut. Berhadapan langsung dengan milik Ethan. Pertama ia memegangnya. Saat memegangnya, Aluna mendongak. Menatap wajah Ethan yang menikmati sentuhannya. “Bagus Aluna…” geram Ethan. “Lakukan dengan bibirmu!” titahnya seakan mutlak. Aluna menuritinya. Aluna menjilat milik Ethan seperti sebuah permen. S
“Asistenmu meneleponku,” ucap seorang pria yang memeriksa Ethan. Dokter pribadi keluarga Ethan. Satu-satunya dokter yang dipercaya keluarga Ethan. Umurnya masih begitu muda, bahkan hanya berjarak beberapa tahun saja dengan Ethan. “Dia berlebihan.” Ethan pasrah saat dokter itu memeriksanya. “Dia kawatir bosnya cepat meninggal.” Ethan berdecak. “Kau dokter apa yang mendoakan pasiennya meninggal?” tanyanya. Eric tertawa pelan. “Kau hanya panas ringan. Kau juga sudah meminum obat dengan benar. Tumben sekali kau mau minum obat tanpa paksaanku.” “Dan juga, luka ditanganmu diobati dengan baik. Apa kau pergi ke rumah sakit atau ada orang lain yang mengobatimu?” “Ada yang mengurusku,” balas Ethan dengan senyum yang mencurigakan. “Siapa? Pelayanmu…” Eric mencoba berpikir lebih dalam lagi. “Atau mungkin Grace..” Ethan berdecak pelan. “Aku sudah memberitahu ibumu tentang keadaanmu.” Ethan menyipitkan mata. “Kau memang selalu memberitahukan keadaanku pada keluargaku.” Eric
“Ethan aku membawa brownis kesukaan kamu.” Grace mengangkat paper bagnya. “Dari siapa aku suka brownis?” tanya Ethan. “Dari aunty.” Grace tersenyum. Ethan tersenyum miring. “Mama tidak tahu apa yang aku suka dan tidak aku suka. Jangan memberitahu orang sembarangan.” Margaret menatap Grace. “Aunty tinggal dulu. Kalian bicaralah berdua.” Grace yang kebingungan. Apakah brownis yang dibawanya kesukaan Ethan atau tidak. “Jadi kau tidak suka dengan brownis?” tanya Grace. “Buang saja.” Ethan meliriknya sekilas. Kemudian berjalan melewati Grace begitu saja. Ethan pergi ke dapur untuk mengambil air putih. “Tapi sayang….aku mengantri untuk mendapatkannya.” Grace mengerucutkan bibirnya mengikuti ke manapun Ethan pergi. “Memangnya kenapa kalau antri? Semua orang antri untuk mendapatkan makanan,” balas Ethan kelewat tajam. Setajam silet yang bisa membelah bumi. Ethan memang tidak peduli perkataannya menyakiti lawannya atau tidak. Kalau ia tidak suka ya tidak suka. “Baikl
Brukk! Suara benda terjatuh membuat Ethand an Grace menoleh. Sial! Aluna malah menjatuhkan barang disaat suasaan benar-benar tegang. Padahal rencananya adalah kabur dulu sebelum Grace melihatnya. Tapi sekarang mereka berdua telah melihatnya. “Aluna apa yang kau lakukan di sini?” tanya Grace mendekat. Ia menunduk—hanya melihat beberapa berkas yang dijatuhkan oleh Aluna di lantai. “Kau ingin Ethan melihat berkas-berkas ini?” tanya Grace. Aluna berlutut mengambil berkas. Ia mendongak sebentar. “I-iya..” Grace berkacak pinggang. “Aluna kau tidak mengerti?” Aluna berdiri dengan tangan yang penuh dengan berkas. “Huh?” “Ethan sedang sakit. Tidak seharusnya kau mengganggunya. Kau pegawainya dan seharusnya kau menghandle pekerjaan Ethan lebih dulu.” Grace berkacak pinggang. “Aluna jangan menyusahkan Ethan dengan membawa berkas-berkas itu.” menunjuk berkas yang Aluna pegang. “Oh… iya aku mengerti..” Aluna tersenyum. “Kalau begitu aku akan pergi.” A