Suasana kamar gelap gulita ketika Nova sampai di rumah. Resiko terbesar atas keputusannya pulang larut malam adalah amukan sang suami. Tetapi saat ini, Nova justru mengabaikan kemungkinan itu. Tubuh dan pikirannya bagaikan di timpa puluhan kilo beban. Kakinya berat untuk melangkah masuk ke dalam kamarnya. Sebelah tangannya merayap di dinding. mencari keberadaan stop kontak. Kamar itu kosong. Kondisinya masih sangat rapi seperti terakhir kali Nova meninggalkan ruangan itu. Sisi lain di ruangan seolah membujuk Nova untuk menjamah area kamar mandi. Sepertinya berendam air hangat di malam ini bisa mengurangi lelah di sekujur tubuh Nova. Tanpa pikir panjang Nova meraih handuk di dalam laci. Ia masuk ke dalam kamar mandi yang dihias oleh cahaya lampu yang temaram. Nova sengaja tak menyalakan lampu utama untuk mempertahankan kesan hangat dan intim selama waktu menyendiri kali ini..Helai demi helai dilucuti perlahan. Hingga meninggalkan sepasang bikini dari bahan satin. Tiga helai segi
“Ahh.. Angga, ahh..” Dini hari dilewati pasangan suami istri yang sedang bergumul dengan gairah di dalam bath tub. Percikan air menyebar ke segala arah di saat permainan keduanya semakin menggila. Lolongan desau kenikmatan saling bersahutan. Seakan menunjukkan dengan jelas bagaimana nikmatnya pelampiasan gairah antara Angga dan Nova.Saat ini Nova memimpin permainan. Kedua tangannya lincah bergerak di atas dada bidang suaminya. Keras dan kokoh bagaikan dinding pelindung, setidaknya itulah yang selalu Nova pikirkan tiap kali menyentuh area favoritnya di tubuh Angga. Dua jam pergulatan ternyata tak mampu membuat Nova puas. Terjebak dalam gairah sang suami membuatnya kesulitan untuk melepaskan diri dari kenikmatan yang Angga ciptakan. Jika biasanya Angga akan memimpin permainan mereka, malam ini ada satu hal yang berbeda. Kabur gairah makin lama makin besar tersirat di sorot mata Nova. Ia bagaikan seorang zombie kelaparan. Apapun yang ada di depannya tak akan ia lepaskan. Apalagi, sa
Senyum Nova tak pernah lepas dari wajahnya sejak bangun tidur tadi pagi. Sesekali ia bersenandung sambil mengaduk sup buntut buatannya untuk makan siang.Sudah hampir pukul dua belas siang namun Nova masih berkecimpung di balik meja dapur dengan berbagai perlengkapan masak dan bahan makanan. “Angga harus mencicipi menu baruku. Dia pasti tidak akan berkutik setelahnya,” gumam Nova pada diri sendiri. Beberapa potong daging lengkap dengan sayur dan kuah yang menggugah selera dituang ke dalam mangkuk berukuran sedang. Secentong nasi disendokkan ke dalam piring untuk sang suami.Suara langkah kaki mulai terdengar, disusul suara pintu kamar ditutup dari lantai dua. Aktivitas Nova terhenti selama beberapa saat, “Angga pasti sudah bangun,” katanya. Nova lantas bergegas menyelesaikan tugasnya. Baki makanan berisi sup buntut lengkap dengan nasinya ia sajikan di atas meja. Tepat ketika Nova menyelesaikan tatanan makanan, Angga memijaki anak tangga paling akhir. Nova pikir, Angga akan turun d
Bab 97“Apa maksudmu?” Angga mempertanyakan itu dengan sangat hati-hati. Setidaknya, jangan sampai Nova mempermalukan dirinya secara terang-terangan. Harga diri Angga terlalu tinggi untuk dilecehkan begitu saja dengan sederet kalimat Nova.Nova menarik sudut bibirnya ke atas, senyumnya tampak menawan dari jendela pandang Angga. Kecantikan istrinya semakin terpancar seiring dengan bertambahnya usia kehamilan Nova. Selama beberapa detik pandangan mereka bertemu. Tak hanya Angga yang menikmati oase dalam yang penuh kehangatan dalam dua manik indah milik Nova. Begitu juga dengan wanita itu. Ada ketenangan yang menyusup dalam relung hati Nova tiap kali tatapannya bertemu dengan manik abu Angga.Visual pria di depannya kini, tak pernah Nova bayangkan akan menjadi sosok yang menemani Nova menghabiskan sisa hidupnya. Di tambah lagi, dalam hitungan bulan, Sosok kecil yang kehadirannya tak disangka-sangka akan melengkapi keluarga kecil mereka. Semalam, Nova telah merekam semua pengakuan suam
Sebelah tangan itu melayang bebas menghempaskan keangkuhan yang terselip di wajah Angga. Terasa ringan sekali untuk memberikan sedikit tamparan di wajah suaminya. Awalnya sedikit sulit bagi Angga mengembalikan posisi lehernya. Tak menyangka kekuatan Nova cukup besar untuk membuat Angga mengatupkan bibirnya. “Aku tidak pernah sedikitpun berniat untuk bersikap kasar padamu. Tapi, aku pikir tingkahmu sebagai suami sudah cukup kelewatan, Angga. Kamu sama sekali tidak menghargai aku,” ucap Nova penuh amarah. Gemeretak giginya terdengar sampai ke telinga Angga yang berjarak kurang dari satu meter.Amarahnya diuji oleh sikap Angga. Pria itu telah mempermainkannya. Sebuah hal yang tidak bisa Nova terima.“Aku sudah terbiasa dengan ucapan-ucapan kasarmu, tapi bukan berarti aku bisa terima saat dibohongi seperti itu.” Lanjut Nova lagi. Hasrat untuk melayani sang suami meluap seketika. Nova berbalik membelakangi Angga yang masih setia di posisinya dengan sebelah tangan menyeka pipi. Susah pa
Konon, setiap tetes air mata yang menetes dari seorang istri, adalah sebuah luka yang paling dalam dari seorang wanita. Bagaimana tidak, goresan luka mereka tuaikan ke dalam rintik air mata dan raungan. Itulah yang sedang Angga lihat saat ini. Tangis istrinya kian kencang. Wajah putih mulus Nova berubah merah bak buah ceri. Wanita itu memalingkan wajahnya dari Angga. Menghadap dinding polos yang membisu. Biarlah dinding itu yang menjadi tangis Nova yang semakin deras membasahi pipi. Angga masih tetap diam. Namun segelintir rasa bersalah tak bisa ia elak. Dalam diamnya Angga frustasi. Antara benci dan keinginan untuk melindungi Nova membuatnya dilema. Sedetik kemudian, setelah bergelut dengan isi pikirannya sendiri refleksnya membawa sebelah tangan Angga untuk meraih Nova ke dalam pelukannya.Amarah Nova tak membuat wanita itu melakukan penolakan atas ajakan Angga untuk mengikuti arahan pria itu. Bagaikan terhipnotis oleh pesona sosok suami penuh misteri ini, Nova hanya bisa pasra
Cup!Cup!Cup!Tiga kali kecupan dilayangkan Angga di beberapa titik dengan penuh ambisi. Gairahnya semakin memuncak saat lenguhan halus melolong dari mulut Nova. Wanita itu kini terjerat dalam kungkungan kedua tangan Angga yang mengikat tubuh bagian atasnya. Lenguhan demi lenguhan keluar begitu mulus saling bersahutan dengan erangan Angga. Gairah tak tertahan telah membuat Angga kehilangan akal warasnya. Ia terus melumat setiap inchi permukaan kulit Nova yang mulus. “Ahh.. Angga…” lenguhan kembali terdengar. Bahkan sesekali Nova mengerang sambil memohon untuk mempercepat tempo permainannya.Satu jam lamanya permainan mereka berlangsung. Tak terasa hari beranjak semakin sore. Sinar matahari mulai meredup. Angga hampir saja mencapai pundak gairahnya. Ia memacu miliknya lebih cepat demi memuaskan hasrat yang sudah tertahan.Tetapi, disaat gairah hampir menepi, teriakan Nova membuat Angga terkesiap.“Aarrggh!!” Kenikmatan Angga lenyap seketika. Kepalanya tertunduk menatap Nova yang
Baru kali ini Angga memasuki ruang inap Nova dengan jantung yang berdetak tak normal. Ritme aliran darahnya menggebu-gebu seiring dengan pikiran yang membuatnya terus menyanggah realita. Setelah dua jam lamanya, Nova berkutat di ruang tindakan, saat ini wanita itu tengah terbaring di ruang inap VIP dengan segala fasilitas mumpuni. Sebagai seorang istri dari konglomerat ternama, segala perlakuan khusus bisa Nova dapatkan dengan mudah hanya dengan sekali menyebut nama Savangga–sang suami. Angga membuka pintu ruang inap dengan hati yang bergetar. bertepatan dengan itu, ia mendapati sang istri tengah tersenyum ke arahnya. Menyambut kedatangan Angga dengan wajah senyum di wajah pucatnya. Rasa bersalah yang Angga rasakan semakin mendesaknya untuk mendekati Nova. Kepalanya terlalu sibuk menata kata-kata yang harus ia sampaikan pada sang istri. Untuk pertama kalinya Angga terlihat gusar dalam setiap gerakan di depan Nova. Menarik perhatian wanita itu untuk bertanya, "kamu kenapa, mas?" t