Di kantor Angga meremas segumpal kertas berisi surat perjanjian. Belum sempat surat itu ia tanda tangani, Angga sudah kemarahan Angga semakin memuncak saat melihat isinya."Jhony sialan! Bisa-bisanya dia menjebakku seperti ini," katanya dengan raut wajah kesal yang tak tergambarkan lagi. Urusan rumah tangganya belum selesai, kali ini ditambah dengan masalah perusahaan yang membuatnya sakit kepala. Gebrakan.di meja kerja menjadi salah satu pelampiasan Angga atas amarahnya. Dendam yang selama ini terpendam pecah sudah.Jhony, kolega sekaligus rekan bisnisnya mengelabuinya lewat tender palsu yang mereka jalani bersama..Uang miliaran rupiah habis tak bersisa karena tender itu ternyata hanyalah bualan semata. Angga mengepal tangannya begitu erat. Kekesalannya benar-benar tak terbendung lagi saat ini. Ia meraih telepon kantor, lantas menghubungi resepsionis untuk menyiapkan mobilnya."Siapakan mobil sekarang!" perintahnya. Telepon ditutup dengan kasar. Kemudian Angga merampas jas dan ta
"Jhony sialan! Beraninya dia menusukku dari belakang. Seharusnya aku tidak mempercayainya sejak awal. Sialan!" Pintu utama rumahnya ditendang dalam sekali hentakan oleh Angga. Sebagian emosinya belum terlampiaskan pada sosok pria tua yang sudah membuat Angga terancam bangkrut. Semua pelayan berjengkat kaget sekaligus ketakutan melihat amarah Angga yang meluap. Andai tuntutan pekerjaan bisa dilonggarkan, kemungkinan mereka kabur dari sana jauh lebih besar. Angga masuk kian dalam ke area ruang makan, mengangkat sebelah tangan ke udara mengisyaratkan perintah untuk pelayan. "Dimana tehku? Kenapa kau tidak menyajikannya?" bentak Angga pada salah satu pelayan yang menghampirinya. "Sebentar saya siapkan dulu, tuan," jawab pelayan itu.Brak!!Semua orang tersentak saat mendengar gebrakan di meja makan. "Kau pelayan baru, ya? Kenapa kau tidak tahu kebiasaanku?" "Maaf, tuan. Kali ini saya lalai. Saya akan segera menyiapkan tehnya. Mohon tunggu sebentar." Pelayan itu hendak melangkahkan
Reaksi Angga nyatanya tak membuat Nova mundur. Kali ini ia menyajikan salah satu menu andalannya sejak masih kuliah dulu. Wajahnya berseri-seri. Sambil menyajikan nasi goreng, Nova menjelaskan."Ini namanya nasi goreng campur. Semua bahan makanan aku campur di nasi goreng ini," katanya dengan rasa percaya diri yang membuncah di dada. Hari ini ia begitu bersemangat. Setelah menyelesaikan beberapa tugas rumah tangga seperti mengasuh anak dan membereskan peralatan kerja Angga, masih ada satu hal yang belum Nova lakukan. Kali ini, Nova bisa mewujudkan keinginannya untuk membuktikan pada Angga bahwa Nova memiliki kemampuan memasak yang cukup mumpuni. Meski ekspresi Angga lebih mirip seseorang yang sedang diancam, pria itu akhirnya tetap mau menerima masakan Nova meski dengan rentetan pertanyaan konyol."Semua bahan kau masukkan di sini? Jangan-jangan kau memasukkan racun juga ke dalamnya," tuduh Angga. "Ya, aku memasukkan racun yang bisa membuatmu tergila-gila padaku setelah ini. Darip
Nova dan Angga terjebak dalam pikiran mereka masing-masing. Tatapan yang saling bertemu saat ini, tak ada satupun yang hendak memutusnya lebih dulu.Seakan ada magnet tak kasat mata yang membuat Nova tak bisa melepaskan ikatannya pada Angga lewat tatapan mereka. Sejujurnya, saat ini Nova sedang berusaha menjaga ritme jantungnya agar tetap berdetak di fase normal. Namun, organ vitalnya tak bisa diajak bekerja sama. Semakin keras usaha Nova, semakin lama detak jantungnya terus ber maraton. Jika saja Nova tidak pintar-pintar meredam kegugupannya, Angga bisa mendengar detak jantungnya yang begitu keras dalam jarak sedekat ini. Tak hanya itu, Nova juga terpana dengan kharisma sosok pria tampan di depannya ini. Meski rambut kusut bak jerami, dan wajah pucat tak bergairah, tetap mampu menarik perhatian Nova.Baginya, Angga adalah Angga. Tidak peduli bagaimana buruknya sikap Angga, akan selalu ada sisi lain yang membuat Nova terkagum-kagum. “Mau sampai kapan kamu menatapku seperti itu?”
BAB 75"Morning sickness?" tanya Angga bingung."Ya, ada juga seorang suami yang mengalami morning sickness saat istrinya hamil." Angga sungguh tak mengerti dengan penjelasan Nova saat ini. "Bagaimana bisa aku mengalami morning sickness tapi aku tidak menghamilimu."Deg! Senyum di wajah Nova langsung hilang saat Angga mengatakan itu. Suasana diantara keduanya benar-benar canggung saat ini. "Morning sickness hanya akan terjadi pada orang yang menurunkan genetikanya ke janin yang ada di kandungan. Begitu juga dengan bayi ini," ucap Nova sambil mengelus perutnya yang masih datar. Angga menatap perut Nova beberapa saat. Kemudian beralih menatap wajah Nova. Ia baru menyadari, semenjak kehamilan Nova yang kedua, aura keibuannya semakin terpancar. Dilihat dari satu sisi saja, Angga bisa menikmati kecantikan sang istri yang semakin bersinar. Meski hanya dibalut dengan riasan tipis. Kecantikan yang memancar dari dalam diri Nova tak bisa dielakkan. Ting nong!Bunyi oven mengalihkan semua pe
Pintu kamar ditutup rapat-rapat. Seseorang di balik pintu tengah berusaha mengatur detak jantungnya yang berirama cepat. Saking cepatnya ia perlu menyentuh bagian dada kirinya seakan itu bisa membantu meredam suara jantung yang menggebu-gebu. "Huh.. huh.. huh.." sekuat tenaga Angga berusaha menormalkan ritme jantungnya tetapi hal itu justru membuat Angga lebih tersiksa. Peluh berderai deras di pelipisnya, semakin memperparah kondisi tubuh pria itu. Ruangan bernuansa serba biru itu seharusnya bisa menciptakan rasa nyaman tiap kali Angga memijakkan kakinya di sana. Tetapi, berada di kamarnya sendiri ternyata tak mendukung usahanya untuk meminimalisir sakit di dada. Setelah menghabiskan beberapa potong brownies buatan Nova, Angga memilih mengasingkan diri dari dunia luar. Selama proses masak tadi ia menahan diri dari hujaman nyeri dan sesak yang menggila di dadanya. "Ku mohon, jangan kambuh sekarang. Banyak hal yang perlu aku selesaikan lebih dulu," ucapnya memohon. Untuk pertama ka
"Apa maksudmu?" "Jangan berlagak polos, Mas. Aku hanya ingin membantumu melepaskan rasa gerah itu." Nova mengedipkan sebelah matanya genit. Entah apa yang sedang merasukinya saat ini sehingga Nova merendahkan dirinya dihadapan Angga. Menggoda pria itu dengan berlagak seperti seorang wanita penggoda.Nova tak peduli bagaimana persepsi Angga terhadap dirinya saat ini. Sesuatu dalam diri Nova mendorongnya untuk mengalihkan seluruh perhatian pria itu hanya untuknya.Antara rasa bersalah dan ajang mengikuti insting, setidaknya itu adalah salah satu upaya Nova untuk meyakinkan Angga. Angga tidak memberikan reaksi apapun, hanya menatap Nova bingung. Sedangkan Nova, kesabarannya setipis tissue. Ia menarik tangan Angga untuk mendekat ke arahnya. Tak disangka, pria itu justru menurut. Meski tak banyak kata, dari sorot mata Angga Nova bisa melihat upaya suaminya menahan sesuatu dalam dirinya.Nova mengulas senyum tipis, mulai berani mengambil alih tangan Angga dan menempelkannya di mulutnya
Dari bagaimana cara Nova membalas ucapannya, Angga tahu wanita itu sedang berusaha mengontrol dirinya dari belenggu yang mengisi pikirannya. Pertanyaan itu langsung membuat tubuh Angga panas dingin. Nyatanya, ia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Sebisa mungkin ia harus memberikan jawaban terbaik. Jawaban yang bisa membuat wanita itu sedikit merasa lega.“Sebisa mungkin aku tidak akan membiarkan diriku jatuh cinta padamu. Jikapun itu terjadi, aku tidak akan mengelak. Kau tahu aku selalu berusaha menepati janjiku,” jawab Angga. Meski terdengar seperti sebuah bualan, Angga tidak pernah main-main dengan apa yang ia ucapkan. Terdengar helaan napas berat dari sebelahnya. Siapa lagi kalau bukan Nova. Angga pikir, ucapannya barusan adalah jawaban paling netral. Tetapi, respon Nova justru sebaliknya.“Sepertinya kau tidak puas dengan jawabanku.” Angga menyambung lagi kalimatnya hanya demi memastikan apakah istrinya tengah menunjukkan respon sebenarnya atau justru merasakan