Drtt...drtt… Terdengar suara ponsel berdering. Pak Yuda yang sedang asyik bermain dengan Arka, melihat sekilas ke arah ponselnya. Karena yang menelpon itu nomor yang tidak dikenal, Pak Yuda pun melanjutkan aktivitasnya bermain dengan Arka. Walaupun Arka dalam kondisi yang kurang sehat, ia berusaha untuk bermain. Tadi malam Arka demam juga muntah-muntah dan rewel, tapi siang ini sudah tampak sedikit ceria.Drtt…drtt…Drtt…drtt…"Pa, kok nggak diangkat sih? Siapa yang menelpon?" tanya Mama Laras yang mendekati suaminya, ia merasa terganggu dengan suara ponsel yang tidak berhenti berdering."Nggak tahu, nomor tidak dikenal."Drtt…drtt.."Angkat Pa, siapa tahu itu penting."Drtt…drttDrtt…drttKarena suara dering itu sangat mengganggu, akhirnya Pak Yuda menerima panggilan telepon itu. "Halo?" ucap Pak Yuda.Kemudian terdengar suara dari seberang, Pak Yuda terdiam untuk beberapa lama. Wajahnya tampak serius sekali. Mama Laras yang mengamati ekspresi wajah suaminya, menjadi cemas.Cukup la
Viona sangat terkejut ketika melihat Arka sedang duduk di kasur dengan pakaian yang sangat kotor. Sepertinya ia baru saja muntah. Tangis Arka belum juga berhenti, Viona segera menggantikan pakaian, dan kemudian menggendongnya. Akhirnya Arka berhenti menangis."Arka pup ya?" tanya Viona sambil mencium tubuh Arka. Ia mencium aroma yang kurang sedap. Setelah ia melihat ke diapers Arka, ternyaman memang Arka sedang buang air besar yang berbentuk cairan. Viona pun segera mengganti popok Arka. Untuk sesaat, Arka pun tertidur dalam gendongan Viona. Viona tidak tega untuk meletakkan Arka ke tempat tidur, ia terus menggendong Arka.Viona membereskan sprei yang tampak kotor karena muntahan Arka, kemudian membersihkan muntahannya dan selanjutnya masukkan ke dalam mesin cuci. Tentu saja Arka masih di gendongan Viona. Sebagai seorang ibu muda, Viona sudah cukup terampil melakukan pekerjaan lain sambil menggendong Arka. Tak lama kemudian, Arka buang air besar lagi. Masih berupa cairan, Viona meng
Ditengah kekalutan dan kegundahannya, akhirnya Viona memutuskan untuk menelpon Yunita. Bagaimanapun juga hanya Yunita saudara yang ia punya disini. Yunita berjanji akan datang ke klinik. Viona pun menunggu Arka yang tampak tertidur. Tak terasa air matanya menetes. "Maafkan, Bunda. Seharusnya kamu tidak dirawat disini. Arka harus sembuh ya?" kata Viona sambil terisak-isak. Akhirnya ia pun terlelap dalam tidur.Samar-samar Viona mendengar suara pintu dibuka. Viona langsung membuka matanya."Tante," kata Viona sambil menghambur dipelukan Yunita.Ia menangis sesenggukan."Kenapa kamu menangis? Anak sakit itu hal biasa. Tapi kamu hebat, cepat tanggap," kata Yunita sambil mengelus kepala Viona. Rusman tampak tersenyum melihat Viona yang terlihat manja pada Yunita. Rusman kemudian mendekati Arka."Apakah aku gagal jadi seorang ibu?""Enggak, kamu nggak gagal. Kamu harus selalu optimis, demi Arka. Opa dan omanya kemana?""Sudah pulang siang tadi.""Kok mendadak? Kenapa kamu nggak bilang sama
"Halo Jihan, ini mamanya Damar. Kami sudah mendengar semua yang kamu katakan tadi. Ternyata kamu masih sangat kekanak-kanakan. Kamu memang tidak mudah percaya dengan orang ya? Kalau kamu tidak percaya dengan Damar, bagaimana kehidupan kalian nantinya. Damar benar-benar kecelakaan, ia mengalami patah tulang. Apa kamu masih maksa dia melaksanakan acara lamaran?" Mama Laras langsung nyerocos, ia sudah sangat kesal dengan semua ucapan Jihan tadi."Tante jangan bohong," jawab Jihan."Kamu pikir Tante bohong?" Mama Laras mulai marah."Tante, keluarga Mas Damar kan nggak menyukaiku, jadi akan melakukan segala cara untuk menggagalkan rencana kami. Sudahlah Tante, kalau mau mengarang cerita, cerita yang lain saja. Nanti Mas Damar benar-benar kecelakaan lho.""Kalau nggak percaya ya sudah! Jangan menghubungi Damar lagi!" Mama Laras langsung mengakhiri panggilan itu."Lihatlah Damar, apakah perempuan ini yang akan kamu jadikan pendamping hidupmu?" kata Mama Laras dengan emosi.Pak Yuda mengelus
Hanya satu malam saja Damar menginap di rumah sakit di dekat tempat kejadian. Hari ini Damar langsung ke rumah sakit besar di kota tempat mereka tinggal. Untuk mengecek ulang kondisi tubuhnya. Tepat jam sepuluh pagi, Damar pulang bersama Pak Yuda dan Danish. Damar duduk di tengah sendirian dengan tangan kanan yang digendong. Butuh waktu hampir dua jam perjalanan untuk mencapai kota mereka, tapi karena mereka sempat istirahat untuk salat Jumat, jadi waktu tempuh menjadi lebih lama dari biasanya. Mama Laras sudah pulang tadi malam bersama Adel dan Gibran.Sampai juga di rumah sakit besar di kota mereka, Danish segera turun dari mobil dan memapah Damar. Damar pun berjalan dengan perlahan, kakinya memang tidak ada luka serius hanya memar-memar saja. Tidak menunggu lama, Damar sudah Bisa masuk ke ruang periksa. Seorang dokter yang seumuran dengan Pak Yuda sudah menyambut Damar dan Danish. Setelah berbasa-basi sebentar, dokter memeriksa Damar. Dengan berbekal hasil rontgen yang dibawa, do
"Pagi itu aku kesini mau bertemu dengan Viona dan Arka. Tapi ternyata semua sudah pergi mengantar Viona. Jihan terus mendesak untuk tetap melaksanakan acara itu. Tanpa pikir panjang besoknya aku pergi ke rumah orang tua Viona, karena aku yakin pasti Viona pulang kesana." Damar menjelaskan kronologinya."Apa kamu sempat bertemu dengan Baskoro?" tanya Pak Yuda."Iya. Tapi ternyata Viona tidak ada disana. Pak Baskoro tidak mau memberitahu dimana Viona tinggal.""Tentu saja ia tidak memberitahumu. Ia takut kalau kehadiranmu nanti membuat kehidupan Viona menjadi kacau." Pak Yuda membenarkan tindakan Baskoro."Tapi, Pa. Viona bersama anakku. Dia tidak berhak menghalangiku untuk bertemu dengan anakku sendiri," kilah Damar."Anak? Kamu baru sadar kalau punya anak, kemarin-kemarin kemana? Disaat Viona hamil kamu malah sibuk dengan perempuan lain. Sekarang kamu menuntut hak untuk bertemu dengannya. Kamu mimpi?" Mama Laras mulai emosi."Sabar, Ma." Pak Yuda mengelus pundak istrinya."Damar ini y
"Beberapa hari yang lalu Damar datang ke rumah untuk mencarimu," kata Pak Baskoro.Viona tidak terkejut dengan kata-kata bapaknya. Ia sudah menduga sebelumnya, karena lokasi terjadinya kecelakaan yang menimpa Damar, merupakan arah menuju ke rumah orangtuanya."Untuk apa mencariku, Pak?""Mau bertemu denganmu dan ia bilang ingin bertemu dengan Arka. Ia juga minta maaf sama Bapak.""Minta maaf?" Viona mengernyitkan dahi."Ya, minta maaf karena tidak bisa membahagiakanmu.""Sebenarnya Mas Damar bisa membahagiakanku, hanya saja ia tidak mau melakukannya," kata Viona dalam hati."Memangnya ia belum puas bertemu dengan Arka? Kalian kan dua bulan berada disana." Bu Paramita menimpali ucapan suaminya."Dia nggak tahu kalau aku tinggal di rumah orang tuanya, karena selama kami disana ia tidak pernah datang. Dia datang ketika sidang itu sudah selesai. Kemudian besoknya kami pulang kesini.""Jadi dia tidak menggendong anaknya?" tanya Bu Paramita.Viona menggelengkan kepalanya."Benar-benar keter
"Bersyukur, Bu! Masih mending mereka mau datang dan tidak membatalkannya." Mega tidak senang mendengar ucapan suaminya."Tentu saja mereka mau datang, karena Ibu sudah mengancam," sahut Mega dengan wajah yang seolah merasa menang."Mengancam?" Pak Dedi mengernyitkan dahi."Iya, kemarin Ibu dan Jihan datang ke rumah orang tua Damar. Ibu bilang, kalau diundur, lebih baik tidak usah menikah dengan Jihan." Mega berkata dengan bangga.Pak Dedi hanya geleng-geleng kepala dengan kelakuan istrinya."Ibu kok memalukan sih? Sampai nyamperin kesana, ngotot supaya acaranya tetap berjalan. Kok kayak nggak punya harga diri. Malu lho Bu, anak kita kan perempuan.""Harus, Yah! Kalau nggak kayak gitu, Damar nanti lepas dari Jihan. Sayang dong! Agresif nggak apa-apa.""Ckckck," decak Pak Dedi."Lihat, Yah, makanan yang mereka bawa ini harganya pasti mahal-mahal. Soalnya terlihat memesan dari toko kue yang terkenal itu." Wajah Mega tampak berbinar melihat bingkisan dari keluarga Damar. Kemudian melanjut