Share

Bab 5. Anniversary Penuh Luka!

Thomas memberikan sebuah cincin berlian pada Shania, kedua mata wanita itu berkaca-kaca saat menerimanya. Thomas mencintainya! Pikir Shania.

"Kamu duduk di sini sebentar, jika kamu ingin menikmati hidangannya lebih dulu, maka nikmatilah, aku harus ke toilet sebentar," kata Thomas. Sejak tadi ponsel miliknya terus bergetar di dalam saku, dan ia tahu siapa yang begitu tidak sabar menghubunginya. Donna! Sudah pasti wanita yang selama beberapa bulan ini menggantikan Shania memberikan kehangatan dan juga kepuasan di atas ranjang.

Shania menurut, ia membiarkan Thomas berlalu dari hadapannya.

Pria itu pun segera mengeluarkan ponselnya lalu mengangkat panggilan telepon yang sejak tadi ia abaikan karena merasa tidak enak hati jika harus mengangkatnya di hadapan Shania.

"Ada apa? Ya, aku akan segera keluar menemuimu, ya ... ya, Shania ada bersamaku, aku akan memberitahukannya hari ini mengenai hubunganmu denganku, Donna. Bersabarlah!" ketus Thomas. Kesal karena wanita itu selalu saja tidak pernah bisa merasa sabar.

Ternyata, Donna sudah menunggunya di luar.

“Bagaimana?” tanya Donna pada Thomas, wajah Donna terlihat sangat bahagia, karena bisa dipastikan malam ini Shania akan menerima rasa pahit yang berkepanjangan. Sudah lama ia ingin membuat Shania merasakan kekalahan yang pernah dirasakan dulu sewaktu wanita itu—menurut Donna—merebut Thomas dari dirinya.

Donna ingin memiliki Thomas sepenuhnya, seperti yang sudah dia katakan, sepenuhnya yang berarti dia tidak akan membagi pria itu dengan yang lain!

"Aku rasanya ... tidak bisa mengatakan keinginanku untuk bercerai darinya, Donna. Aku seperti seorang bajingan, dia benar-benar mencintaiku, dia begitu bahagia karena aku mengajaknya keluar malam ini merayakan hari jadi pernikahan kami, yang sebetulnya akan menjadi hari perpisahan kami berdua." Thomas menunduk, 12 tahun bukan lah waktu yang sebentar.

Hari ini adalah anniversary dirinya dengan Shania, dan dia akan memberikan sebuah hadiah yang sangat menyakitkan. Siapa pun tidak akan pernah tega melakukan hal tersebut, sama halnya dengan Thomas. Dia harus memilih satu di antara dua!

"Itu berarti sudah waktunya kamu dan aku bersatu.” Donna tersenyum, dia merasakan kemenangan kini berada di pihaknya. Dia tidak memedulikan apa yang akan dirasakan Shania setelahnya, yang terpenting sekarang, dia bisa mendapatkan keinginannya.

“Aku tidak tahu, Donna. Aku tidak tahu apakah keputusan ini tepat atau tidak.”

Thomas, Dia tidak bisa membayangkan seperti apa wajah Shania begitu dia mengatakan jika dirinya ingin berpisah. Dia tidak mampu melihat wanita itu bersedih gara-gara perbuatannya.

“Kamu harus bisa berpikir lebih jernih, karena ... aku ingin setelah ini kau menikahiku,” kata Donna Dia tidak tidak mau tahu, Thomas harus menikahi dirinya secepat mungkin.

Shania yang sedang duduk termenung seorang diri seraya memperhatikan detik jarum jam yang bergerak begitu lambat, masih menunggu Thomas. Bingung, kenapa pria itu lama sekali.

"Shan." Suara Thomas memanggilnya dari belakang, saat Shania menoleh, sungguh terkejut, karena ia justru mendapati suaminya sendiri sedang bergandengan tangan dengan wanita lain, dan ia mengenal jelas wanita di samping Thomas.

Melihat tatapan nanar dari manik hitam suaminya, serta senyuman puas dari wanita di sampingnya, Shania seketika merasakan napasnya tercekat. Entah apa yang salah, yang jelas wanita itu merasa hawa dingin di sekitarnya.

"Thomas? Mengapa bisa ada... wanita ini?" Bicaranya terputus-putus, seketika perasaan Shania menjadi tak enak. “Katakan padaku, ada apa ini?”

“Aku ....”

“Katakan, kenapa wajahmu seperti itu?” Shania masih berusaha untuk tersenyum, memaksakan diri mengatakan semuanya akan baik-baik saja, "Dia itu ... Donna, kan?"

"Yap, kamu masih ingat padaku? Shania ... Thomas ingin mengatakan sesuatu padamu, aku harap kamu akan mendengarkan setiap kata-katanya sampai akhir," ucap Donna.

“Aku mau pernikahan kita berakhir, Shania ...” ucap Thomas.

Mendengar itu, sontak Shania bangkit berdiri. Seluruh dunia Shania seakan runtuh mendengar apa yang baru saja dikatakan Thomas padanya. Bagaimana bisa pria itu ingin mengakhiri hubungannya begitu saja setelah 12 tahun menjalin hubungan?

“Tidak! Aku tidak mau, kenapa kamu ... mengatakan hal seperti ini!”

Thomas berusaha menenangkan Shania, menyentuh pergelangan tangan, meminta wanita itu kembali duduk di tempatnya. Suara Shania membuat beberapa pasang mata menoleh ke arah mereka.

“Shan, kumohon.”

“Tidak, aku tidak mau! Aku tidak mau berpisah denganmu, meski aku tahu kamu pasti bermain api di belakangku, aku akan menerimanya, tapi jangan meninggalkan aku, Thom. Kamu ... tidak bisa melakukan ini padaku, tidak bisa!” Shania berseru dengan suara lantang, dadanya bergemuruh hebat, rasanya tidak percaya, Thomas meminta untuk mengakhiri pernikahan mereka yang sudah sedemikian lama?

“Aku sudah tidak mencintaimu,” ucap Thomas.

“Kumohon ... katakan apa kesalahanku, apa karena wanita itu?”

Deg!

"Ya, karena dia. Kamu tahu ... Ibu menginginkan seorang cucu, kamu tidak bisa memberikannya padaku. Aku tidak ingin mengecewakan ibuku, aku mohon maafkan aku, ini keputusan terbaik buat kita, Shan. Kamu akan mendapatkan pria yang lebih baik dari aku," kata Thomas. Meski dia sudah memutuskan memilih Donna, tetap saja memutuskan sebuah pernikahan yang telah terikat selama belasan tahun terasa sangat menyakitkan bagi Thomas.

"Apa ... tidak bisa menarik kembali keputusanmu?" tanya Shania, berharap Thomas berpikir kembali tentang masa-masa yang sudah terlewati bersama. Tetapi menyedihkan, Thomas menggelengkan kepala, keputusannya sudah sangat bulat.

“Maafkan aku, tapi ini sudah keputusanku, aku tidak mencintaimu lagi, Shan ....”

Sebuah tamparan keras mengenai wajah Thomas, pria tampan itu hanya terdiam, dia tidak berkata apa pun, bahkan tidak berusaha sedikit pun meralat ucapannya.

“Kamu jahat! Dua belas tahun ... aku bersabar, menunggu sampai kita bisa memiliki anak, aku bahkan tidak memedulikan celotehan orang lain yang terus menggunjingkan aku, lalu sekarang kamu menjadikan itu sebagai alasan untuk ....”

“Maaf,” Thomas tertunduk, “Hubungan kita harus berakhir. Aku sudah tidak mencintaimu, aku sudah mengatakan untuk yang kedua kalinya. Aku mencintai wanita lain, dan dia adalah Donna.”

Shania meluruh, merendahkan harga dirinya di hadapan puluhan pasang mata yang ada di dalam restoran, bersimpuh di hadapan Thomas, tanpa peduli mereka semua menganggapnya wanita yang tolol.

“Kumohon, tarik kembali ucapanmu,” kata Shania memohon dengan sangat kepada Thomas.

Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada ayahnya setelah ini, jika mengetahui Thomas ingin menceraikannya. Ayahnya ... menderita penyakit jantung, mendengar berita seperti ini sudah pasti akan memperpendek umurnya.

“Aku tidak akan menarik kembali ucapanku, Shania. Aku benar-benar sudah tidak memiliki perasaan apa pun padamu lagi, kau harus bisa mengerti apa yang aku katakan,” kata Thomas, lagi dan lagi mengulang kembali pernyataan yang menyakitkan itu.

Beberapa pengunjung berdecak, berkasak-kasak, ada yang menertawai Shania, ada pula yang mengasihani wanita itu.

“Kamu ... apa yang aku perbuat padamu, sehingga kamu tega menghancurkan aku?” tanya Shania pada Donna, meski kedua matanya sembab, dengan sisa airmata yang terus berjatuhan, dia berusaha untuk tersenyum.

“Kesalahanmu, karena kamu telah merampas pria yang aku cintai sejak dulu, Shania! Dan kini, aku melakukan hal yang sama untukmu. Anggap saja ini sebuah karma, Shania. Ayo Thomas, mari kita urus pernikahan kita."

Shania merasa tubuhnya begitu lemas, tulang-tulangnya melunak, tubuhnya lunglai mundur ke belakang, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut Thomas, dan juga Donna. Pria itu mengkhianatinya setelah 12 tahun lamanya, dan yang paling keterlaluan, wanita yang dipilihnya adalah musuh bebuyutannya dulu!

Tak ingin berlarut dalam kesedihan yang terlalu lama, terlebih menangisi pria yang berselingkuh darinya dengan musuhnya, Shania pun bangkit. Wanita itu bergegas kembali ke bar di dalam restoran mewah itu. 

"Berikan aku minuman paling keras kalian!"

...

Neil baru saja keluar dari apartemen murah miliknya, malam ini ia harus kembali melakukan show di panggung sialan di mana ia mencari nafkah selama ini.

Ia berjalan menyusuri trotoar, setelah show nanti, Neil harus melayani kembali wanita-wanita kesepian yang membutuhkan hiburan, sekaligus sebuah kehangatan.

Saat ia sedang berjalan, dilihatnya seorang wanita sedang duduk di pinggir trotoar. Diperhatikannya dengan seksama wanita tersebut, ia memakai gaun berwarna krem, dengan rambut digelung ke atas memerlihatkan leher jenjang dan putih, lalu di satu tangannya menenteng sepasang sepatu heels dan tas.

Bahu wanita itu bergerak naik turun, dan terdengar seperti sedang menangis.

Neil hanya memperhatikan dari belakang. Karena rasa ingin tahu, didekatinya wanita itu.

“Kamu baik-baik saja?” tanya Neil seraya menyentuh pundak terbuka wanita itu.

“Tidak, ini semua gara-gara kamu, Thomas!” jawab wanita itu masih sembari terisak, semakin lama isakan tangisnya berubah menjadi gerungan yang cukup kencang, membuat Neil kelabakan. Thomas? Siapa maksud wanita ini? Jelas-jelas tidak ada siapapun di jalan itu selain dirinya dan sang wanita.

“Hei! Aku bukan Thomas!” Neil pun panik, terlebih saat wanita tak dikenalnya itu mulai melingkarkan tangannya ke pinggang ramping miliknya. Wanita itu jelas mabuk!

“Gak usah banyak bicara kamu!” Neil menangkap sesuatu yang sepertinya tidak asing di telinganya. Dia sepertinya mengenal suara wanita yang tengah menangis meraung di depannya.

Teriakan sang wanita terasa familier di telinga Neil. Rasanya, pria itu baru tak lama ini mendengar nada suara yang sama. 

"Aku mengenal su" Belum sempat Neil menyelesaikan kalimatnya, manik pria itu membulat ketika merasakan sesuatu yang lembut dan basah di bibirnya. Wanita itu menciumnya! Namun, betapa terkejutnya Neil ketika tersadar bahwa dia mengenal wajah cantik itu, wajah yang kerap muncul di pikirannya sejak dia datang ke rumah sakit beberapa tempo hari. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status