Merasa bahaya, Ruby mencoba menolak.
Didorongnya tubuh Louis yang menghimpitnya.Namun, kedua tangan Louis langsung meraih dan menyatukan kedua tangannya ke atas kepala gadis itu.“Emmph….” Louis kembali mencecap bibir Ruby dengan penuh hasrat.Sentuhan Louis membuat Ruby hilang kendali.Mungkin juga karena alkohol yang diteguknya di klub sebelumnya?Di sisi lain, Louis--yang merasa Ruby tak lagi menolak--melepaskan tangan Ruby hingga kedua tangan wanita itu bergerak ke pinggangnya.Telapak tangannya menyentuh wajah Ruby, membelainya sebelum kemudian bergerak menyugar rambut Ruby yang masih lembab.“Ruby, bolehkah aku...?”Bola mata Louis menjelajahi tubuh Ruby yang akhirnya mengangguk pelan.Dalam hitungan detik, Ruby sudah berada dalam pelukan Louis yang membawanya ke luar dari kamar mandi dan meletakkannya di atas ranjang.Tangan Ruby menahan tubuh Louis yang menjulang di atasnya.Tubuh gadis itu bergetar gugup.Dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya dengan laki-laki mana pun.Dia pikir akan melakukannya dengan Arden, tapi pria itu….“Ruby..”Suara bariton Louis menyadarkannya dari lamunan.“Louis, a-aku belum pernah melakukannya dengan siapa pun. Jadi aku..”“Benarkah?” Mata Louis mengerjap. "Kekasihmu benar-benar tidak menyentuhmu?"Ruby menggeleng. "Jadi, jika aku agak kaku, aku minta maaf dan..”Louis langsung mencium kembali bibir Ruby tanpa menunggu dia menyelesaikan kalimatnya. Dia menatap Ruby dengan lembut, mengelus wajahnya seraya berucap, “Biar aku yang mengurusnya.”Ruby hanya diam terpaku saat Luois melepaskan bathrobenya dan menunjukkan tubuh atletisnya pada Ruby.Gadis itu menelan ludah kala melihat otot yang membingkai di perut Louis.Dan saat Louis menarik tali pengikat bathrobenya…. Ruby hanya bisa memasrahkan dirinya di bawah pria itu yang mulai bergerak lembut di atas tubuhnya.Sentuhan-sentuhan yang baru pertama kali dirasakannya membuat Ruby menggila!Dan yang dapat dia lakukan hanyalah menggenggam sprei putih di bawahnya.“Ahhh….” Tanpa sadar, Ruby mendesah.Gadis itu malu, tetapi tidak bisa menahannya kala merasa Louis memenuhi dirinya.Padahal, Ruby sempat mengatakan tidak akan mencari laki-laki lain dengan dalih menyembuhkan luka hatinya. Namun belum 24 jam berlalu, dia sudah menyerahkan dirinya seutuhnya pada laki-laki bernama Luois yang baru dikenalnya selama kurang lebih 2 jam.Sepertinya setelah malam panjang ini, dia harus kabur!Dia yakin dirinya tak mampu melihat muka Louis esok hari.Dan Ruby sepenuhnya sadar, saat dia bangun keesokan harinya dia berada di atas ranjang yang bukan miliknya.
Di sebelahnya, Louis masih tidur dengan lelap. Tangan Louis masih menggenggam tangannya hingga Ruby bangun.Dengan hati-hati, Ruby melepaskan genggaman tangan Louis lalu meletakkan tangan kekar itu ke atas bantal. Dia menatap Luois.“Astaga, dia bahkan sangat tampan saat tertidur,” gumam Ruby pelan.Jemari telunjuk Ruby bergerak membelai alis Louis yang tumbuh lebat lalu turun ke hidungnya yang tinggi. Kulit Luois tidak terlalu putih, terlihat sangat pas dengan tubuh atletis dan maskulinnya.Saat Ruby bangun, angka di jarum jamnya menunjukkan pukul enam pagi. Ruby bangkit pelan-pelan, menatap Louis sekali lagi lalu meraih bathrobe yang tercampak di lantai.[ Louis, jika kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan tadi malam, hubungi aku segera.-Ruby-]
Ruby menatap secarik kertas di tangannya saat dia berniat meninggalkan pesan untuk Louis.“Tidak! Ini tidak benar. Kami tidak boleh bertemu lagi,” gumam Ruby kemudian.Tadi malam semuanya agak liar dan tidak bisa dikontrol. Sebagian karena pengaruh pesona Louis, sebagian lagi karena Ruby merasa dia harus melampiaskan rasa sakitnya.Tapi sekarang semuanya berbeda. Dia sudah sadar dan Louis seharusnya tidak ada dalam daftar nama laki-laki yang mendekatinya saat ini.Urusan Arden belum selesai dan dia tidak ingin menambahnya lagi.Jadi, Ruby lantas meremas kertas di tangannya lalu memasukkannya ke dalam tas.Dia mendekati Louis, mengelus rambutnya dengan lembut dan hati-hati supaya Louis tidak terbangun.
Setelah itu dia benar-benar pergi meninggalkan Louis.“Ruby, kamu bahkan cukup gila semalam hingga kamu tidak tahu dimana barang-barangmu berada,” sungutnya kesal pada dirinya sendiri.Barang yang dia maksud adalah stiletto hitamnya yang entah di mana dia letakkan!Setelah beberapa menit mencari, akhirnya Ruby menemukan sepasang sepatunya tak jauh dari sebuah mobil yang terparkir bebas.Dugaan Ruby itu adalah mobil Louis.
Sekali lagi Ruby menatap villa mewah dihadapannya, lalu bergumam pelan, “Selamat tinggal Louis.”***Drtt!Mau tak mau, Louis harus membuka matanya dan menggerakkan tangan mencari suara yang berasal dari ponselnya. Benda pintar itu bergetar terus menerus sehingga Louis takut Ruby mungkin akan terganggu.Tanpa menyadari jika Ruby sudah tidak ada lagi di sebelahnya, Louis meraih celananya yang tercampak di lantai lalu mengeluarkan benda pintar itu dari sana.Setidaknya ada sembilan panggilan yang berasal dari sahabatnya Eddsen William. Louis menolak panggilan Edd lalu menonaktifkan ponselnya.“Good morning, Ruby.”Saat Louis berbalik untuk menyapa dan memberikan kecupan selamat pagi pada Ruby, wanita itu sudah tidak ada di sana.“Ruby?” panggil Louis.Tidak ada jawaban.“Ruby?”Kembali Louis memanggil, namun lagi-lagi tak ada jawaban. Louis berdiri, mengarahkan pandangannya ke penjuru kamar.Tidak ada Ruby di sana. Pintu kamar mandi juga terbuka mengisyaratkan jika Ruby tidak ada di dalam.Louis melihat bathrobe di lantai tersisa satu sementara dia ingat tadi malam, dia sendiri yang membuka bathrobe Ruby untuk melihat dengan jelas bagaimana lekuk tubuhnya yang membuat Louis panas dingin.“Apa Ruby sedang berjalan-jalan di pantai?”Louis masih menumbuhkan keyakinan jika Ruby mungkin sekedar mencari angin pagi ke luar. Dia membuka pintu kamar, mengedarkan pandangannya ke sudut villa namun tidak ada Ruby di sana.Dia menuruni anak tangga villa, mengamati sekelilingnya.Namun, hanya ada burung-burung bangau putih yang terbang rendah di garis pantai.Mobilnya masih di sana, namun sosok wanita yang ditemuinya tadi malam sudah tidak ada.
"Itu artinya dia benar-benar pergi?" Louis bergumam tanpa sadar. "Apa tadi malam sungguh tak berkesan?"Jujur, Louis tidak pernah terpikir jika dia kelak akan berkenalan dengan wanita yang baru saja ditemuinya. Biasanya, dia akan menghindar terlebih karena dia tahu wanita-wanita yang mendekatinya hanya memanfaatkan ketenaran dan uang yang dimilikinya. Namun, Ruby berbeda. Dia sepertinya tidak mengenalinya sebagai Winston, sosok turun temurun yang memiliki dinasti perusahaan perhotelan terbesar di negeri ini. Louis sekali lagi menatap sepanjang garis pantai milik keluarganya tersebut setelah dia sudah memakai kembali pakaiannya. Dia duduk sebentar di kursi rotan, masih berharap jika Ruby akan kembali. Hanya saja, pria itu tiba-tiba ingat tentang tujuan awalnya datang ke pantai! Louis lantas merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan sebuah cincin berlian.“Aku pikir sekarang waktunya aku melepaskannya."Dua tahun sejak pernikahan wanita yang dicintainya, Louis akhirnya merasa yakin tak ingin terikat selamanya.Terlebih, dia menemukan sosok Ruby yang mampu memutarbalikkan prinsipnya.Lo
Sementara itu, Ruby yang jadi sumber kegelisahan dua pria tadi, kini merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Dia tengah kembali mengingat semua yang sudah dilakukannya tadi malam bersama Luois. Louis begitu memikat sampai-sampai dia lupa betapa mengenaskannya kisah cintanya yang sudah berakhir. Untung saja, ini akhir pekan jadi dia bisa menghindari berondongan pertanyaan yang pasti akan diajukan teman-teman kerjanya. Namun, semalam itu merupakan malam terbaik bagi Ruby. Seperti memiliki magisnya sendiri, setiap detik yang dia lewati bersama Luois memiliki sisi positifnya. Setidaknya dia bisa melupakan Arden untuk sementara waktu. Bersama Louis, dia tidak ingat jika dia baru saja gagal bertunangan!“Dan dia benar-benar sangat tampan.” Tanpa sadar, Ruby tersenyum. Tubuhnya kembali dialiri hawa panas saat mengingat betapa lihainya Louis menguasai dirinya. Mereka bahkan melakukan hubungan itu bukan hanya sekali, namun tiga kali sepanjang malam. Dan kenyataan jika Louis
Wajah Ruby memerah saat Liv bertanya soal pengaman. Tadi malam dia tidak terlalu memperhatikan hal lain selain tubuh Luois. Matanya hanya terfokus pada pria itu seolah dia terhipnotis.Namun, dia ingat-ingat kalau tadi malam Louis menggunakan sesuatu di tengah-tengah permainan panas itu. Seharusnya, dia menggunakannya, kan?Ruby melirik sekelilingnya untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Kemudian dia berbisik, “Aku rasa dia menggunakannya.”“Aku rasa?" Liv berdecak. "Kamu tidak melihat dengan jelas dia menggunakannya?”Ruby salah tingkah. Dia berdehem, lalu menatap Liv lagi. “Tidak. Malah aku tidak terpikir tentang hal itu.”Liv terbelalak. Dia tidak tahu harus mengatakan apa saking merasa shock dengan pengakuan polos Ruby. "Ruby, itu poin penting ketika kamu melakukannya dengan pria. Tidak lucu jika dua bulan lagi kamu mendapati dirimu tengah...” Liv melirik sekitarnya lagi. “Hamil!”Hamil?Ruby langsung bergidik mendengar kata hamil yang dilontarkan L
“Ke mana kita sekarang?” Setelah puas, Liv membereskan barang-barangnya dan menjejalkannya ke dalam tas setelah mereka terlalu lama menghabiskan waktu di coffe shop.Tatapan para pelayan coffe shop pada mereka sudah cukup menjadi sinyal jika mereka harus segera angkat kaki. Biasanya keduanya tidak melakukan hal itu, seperti sengaja duduk berlama-lama demi menikmati layanan wifi gratis. Mereka hanya punya banyak hal yang harus dibahas dan dibicarakan, namun mereka lupa jika waktu yang mereka gunakan cukup banyak.Ruby menyandang tas dan jaketnya. “Nanti saja kita bicarakan. Kita harus segera keluar dari sini.”Liv mengikuti Ruby keluar dari coffe shop. Keduanya tertawa cekikikan saat mengingat bagaimana para staff sengaja lalu lalang lewat di samping mereka untuk sekedar mengingatkan waktu. Setelah menyadari jika mereka memang sudah duduk di sana selama hampir tiga jam, Ruby seketika merasa bersalah. Di luar sedang turun hujan dengan lebat. Orang-orang banyak memadati coffe shop h
Louis menatap lautan lepas di hadapannya, menunggu matahari menghilang di ufuk barat. Cahaya keemasannya dan suara-suara burung laut yang hendak kembali ke sarang masing-masing membuat suasana semakin hangat dan menenangkan. “Masih menunggunya di sini?” Edd menyusulnya, berdiri di samping Louis dengan kedua tangan diselipkan ke saku celana.Louis tidak menyahut. Dia menyisir seluruh pantai itu, berharap diantara puluhan orang yang memenuhi pantai, Ruby-lah salah satunya. Namun selama satu jam berada di sana, dia tidak menemukan sosok wanita yang dicarinya.“Mungkin dia turis,” Edd membuka kaca mata hitam yang menggantung di hidungnya yang tinggi. “Bukankah dia bilang dia baru saja mengetahui perselingkuhan kekasihnya? Bisa jadi sebenarnya dia berasal dari luar kota dan datang ke sini hanya untuk melihat kebenaran tentang kekasihnya. Karena dari berapa orang yang bernama Ruby yang sudah diselidiki, tidak ada satu pun mengarah ke ciri-ciri yang kamu sebutkan.”“Kamu sudah memeriksa s
Ruby hanya diam saat mendengar perintah pemecatannya dan menunggu hingga Dick keluar meninggalkan mejanya. Saat Ruby memungut pulpennya yang rusak, teman-temannya yang lain mengerumuninya.“Ruby, kamu baik-baik saja?”“Astaga By. Dick si Gempal memecatmu, kamu yakin tidak apa-apa?”“Bagaimana dengan proyek novel barumu?”Ruby hanya mendesah mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari teman-teman kerjanya. Ruby tersenyum.“Semuanya akan baik-baik saja.”Dia membereskan barang-barang miliknya. Toh dia memang tidak betah lagi bekerja di sana sejak Dick menjadi atasannya. Walau perusahaan ini memberinya banyak hal, termasuk kenangan berharga yang tidak bisa dibelinya, keberadaan Dick membuatnya tidak ingin berlama-lama lagi di sana. Selama lima tahun bekerja di Quantum Media, Dick-lah satu-satunya penghalang yang berbahaya.Dengan santai Ruby meninggalkan perusahaan setelah membuat laporan resmi ke ruangan HRD. Dia sepakat akan tetap menyelesaikan naskah yang sedang dikerjakannya dan men
“Kamu sungguh-sungguh dipecat?” Liv menatap Ruby yang membaca buku dengan serius.Ruby hanya menganggukkan kepalanya, menyesap kopinya lalu membuka lemaran baru buku yang dipegangnya. “Jadi sekarang apa rencanamu?” tanya Liv lagi.Ruby memilih menutup bukunya. Dia mengamati Liv yang terlihat simpati padanya. Dia bergumam pendek, terlihat menimbang-nimbang. “Aku akan menulis secara independen.”“Lalu karya-karyamu?”“Karena sebelumnya aku sudah menandatangi kontrak dengan Quantum Media, maka karya yang kubuat di sana harus tetap kubagi dengan perusahaan itu. Dan aku juga masih harus mengerjakan dua proyek lagi. Setelah menyelesaikannya, aku akan mulai menulis sendiri.”Liv menyeruput kopinya, mengangguk-angguk setuju. “Kamu masih menggunakan nama samaranmu yang lama? Perusahaanmu tidak keberatan?”“Tidak. Aku tetap bisa menggunakannya, sudah ku bicarakan dengan mereka.”“Ada buktinya?”“Tentu saja.” Ruby tersenyum, mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. “Aku tidak akan melupa
Ruby berjalan perlahan menuju garis pantai. Dia berdiri, mengamati deburan ombak sebentar lalu menarik nafasnya dalam-dalam. Didera oleh berbagai tuntutan dari Quantum media –dugaan Ruby itu adalah ulah Dick si maniak seks itu, dia nyaris tidak tidur selama dua malam penuh.Kepalanya sakit, lehernya tegang dan sekujur tubuhnya lelah luar biasa. Namun walau lelah, Ruby harus segera menyelesaikan sisa proyek yang dipegangnya. Dia sudah terlanjur menandatangani kontrak dan hal itu digunakan Dick untuk membuatnya kewalahan.Dan berjalan-jalan sebentar di pantai adalah jawaban untuk merilekskan otot-otot tubuhnya yang kaku.Saat matahari sore meninggalkannya dan gelap secara cepat melingkupi, Ruby berjalan pelan diantara pasti-pasir putih yang lembut. Karena memiliki kenangan secara pribadi terhadap pantai ini, Ruby selalu merasa jika Louis berada di sekitarnya.Namun itu mustahil. Mana mungkin pria itu mencarinya?Saat itu, dia tiba-tiba mendengar suara seseorang memanggilnya.“Ruby?”Ru