Jujur, Louis tidak pernah terpikir jika dia kelak akan berkenalan dengan wanita yang baru saja ditemuinya.
Biasanya, dia akan menghindar terlebih karena dia tahu wanita-wanita yang mendekatinya hanya memanfaatkan ketenaran dan uang yang dimilikinya. Namun, Ruby berbeda.Dia sepertinya tidak mengenalinya sebagai Winston, sosok turun temurun yang memiliki dinasti perusahaan perhotelan terbesar di negeri ini.Louis sekali lagi menatap sepanjang garis pantai milik keluarganya tersebut setelah dia sudah memakai kembali pakaiannya. Dia duduk sebentar di kursi rotan, masih berharap jika Ruby akan kembali.Hanya saja, pria itu tiba-tiba ingat tentang tujuan awalnya datang ke pantai!Louis lantas merogoh kantong jasnya dan mengeluarkan sebuah cincin berlian.“Aku pikir sekarang waktunya aku melepaskannya."
Dua tahun sejak pernikahan wanita yang dicintainya, Louis akhirnya merasa yakin tak ingin terikat selamanya.Terlebih, dia menemukan sosok Ruby yang mampu memutarbalikkan prinsipnya.
Louis pun berdiri, menuruni anak tangga dan berjalan menuju pantai.
Tubuh 183 cm terlihat menjulang menatap laut lepas di hadapannya. Dia memejamkan mata dan melemparkan cincin di tangannya yang langsung disambut oleh lautan lepas dengan deburan ombaknya.“Semuanya sudah selesai!” Dua tahun lalu, saat dia berniat melamar kekasihnya Angela Jakes, Louis menemukan kenyataan jika kekasihnya itu memilih laki-laki lain dibandingkan dirinya.Lewat sepucuk surat yang dia tinggalkan di apartemennya sendiri, dia memberitahu Louis jika tidak mungkin mereka bersama lagi.“Kamu sangat sibuk dengan dunia dan urusanmu sendiri sehingga kamu lupa denganku. Maaf, tapi aku tidak akan menghabiskan masa depanku dengan cara seperti itu. Aku butuh laki-laki yang bisa mendampingiku setiap saat ketika aku membutuhkannya.”Kata-kata yang tertulis di dalam surat itu masih bisa diingat oleh Louis dengan jelas. Dan setiap kali mengingatnya, dia akan meradang.Dia bekerja demi masa depan mereka. Walau Winston And Sons adalah perusahaan yang stabil dan memiliki masa depan yang sempurna, dan kenyataan jika Louis berasal dari keluarga old money tidak serta merta membuat Louis bisa berdiam diri.Dia memangku banyak tanggung jawab sebagai seorang CEO dan seharusnya Angela mendukungnya.Namun apa yang dilakukan Angela membuatnya tak mampu mempercayai wanita.Tidak, hingga dia bertemu Ruby.
Ruby mengubah pandangannya kembali terhadap wanita. Masih ada wanita di luar sana yang tidak memandang apa yang dia miliki.“Dan sayang sekali, aku membuang wanita seperti Ruby begitu saja.” Louis tersenyum, mengejek dirinya sendiri.Lama sekali Louis menatap deburan ombak yang saling mengejar, hingga Luois memutuskan untuk mengaktifkan kembali ponselnya.Dia perlu mengabari Edd mengingat panggilan sahabatnya itu ada banyak di layar ponselnya. Tidak lucu jika tiba-tiba ada berita yang menyatakan jika dia hilang.Sebuah panggilan langsung masuk begitu Louis menyalakan kembali ponselnya. Dia berdecak sebelum akhirnya menggeser tombol bicara. “Ada apa Edd? Kamu menghubungiku berkali-kali untuk apa?”“Akhirnya,” ujar Edd. “Jika sekali lagi kamu tidak mengangkat panggilanku, maka aku akan melaporkanmu ke polisi untuk kasus orang hilang, kamu tahu?” sungut Edd lagi.Louis menarik nafasnya. “Aku di villa. Memangnya ada apa?”“Villa? Untuk apa kamu di sana? Pagi-pagi begini kamu di villa, itu artinya kamu menginap semalaman di sana?”“Kenapa kamu banyak bertanya? Sebenarnya apa tujuanmu untuk mencariku?” gerutu Luois.Suasana hatinya sedang tidak baik karena Ruby meninggalkannya tanpa pamit. Dia tidak mengucapkan selamat tinggal dan itu sedikit melukai harga diri Louis.Dan sekarang ditambah lagi dia harus berurusan dengan Edd pagi-pagi begini.“Kalau bukan karena orang tuamu menghubungiku setiap menit, aku juga tidak ingin mencarimu. Paham?” seru Edd lantang.“Aku sedang kesal Edd. Jadi jangan memancing emosiku sekarang.” Louis mengacak rambutnya yang masih berantakan.“Angela lagi? Lou, sampai kapan kamu akan dihantui olehnya? Sudah dua tahun dan dia masih sanggup mengacaukan hatimu? Come on, Lou. Wanita bukan hanya dia,” teriak Edd.“Siapa bilang aku kesal karena Angela? Aku sudah membuang cincin itu,” terang Louis. “Ini--”Louis menimbang apakah dia harus memberitahu Edd soal Ruby atau tidak. Tapi, sepertinya memang harus.Terlebih, Edd lebih tahu tentang wanita.Siapa tahu, Edd mengenali Ruby sehingga dia bisa berhubungan kembali dengan wanita hebat itu.
“Edd, temui aku di apartemenku satu jam lagi!”***“Really?” Edd menatap Louis kaget.Louis melepas jasnya lalu melemparnya begitu saja di sofa.“Aku tidak berharap kamu bereaksi seperti ini,” ujar Louis santai.“Tentu saja aku harus bereaksi seperti ini. Seorang Louis Winston akhirnya terlepas dari Angela Jakes. Bukankah kita harus membuat perayaan?” Edd terlihat bersemangat, berbanding terbalik dengan Louis yang terlihat lesu setelah dia tiba di apartemennya.“Tidak ada perayaan apapun, mengerti?” Louis menyandarkan tubuhnya di sofa, lalu memejamkan matanya.“Aku pikir wanita itu meninggalkan kesan yang sangat dalam padamu.” Edd menyikutnya. “Tapi kenapa kamu malah seperti ini?”“Dia memiliki nama Edd,” Louis meliriknya tajam. “Namanya Ruby, oke? Ruby! Sudah berapa kali ku katakan padamu?”“Oh, oke! Ruby, bukan? Bagaimana wanita ini akhirnya membuatmu bertekuk lutut dalam semalam?”“Entahlah,” desah Louis. “Semuanya berjalan begitu saja, tahu-tahu kami sudah berada di atas tempat tidur.”“Bukankah itu bagus?”“Memang!”“Lalu kenapa reaksimu datar?”“Dia meninggalkanku begitu saja.”“Dia apa?” Edd tersentak, cukup kaget dengan pengakuan Louis.“Dia meninggalkanku, Edd. Itu yang membuatku kesal, tahu?” sungut Louis.“Ckk. Apa yang kamu lakukan?” Edd berdecak. “Giliran kamu menemukan sebongkah berlian, kamu kehilangannya begitu saja.”“Thank sudah mengingatkanku lagi!” Louis meliriknya tajam sebelum akhirnya berjalan menuju dapur dengan penuh kekesalan.“Tapi bukan berarti kita tidak bisa menemukannya.” Edd menyusul Louis. “Kamu punya fotonya?”Louis menenggak minuman kaleng dingin yang baru diambilnya sambil menatap Edd tajam, lalu bergumam, “Menurutmu?”Edd menyipitkan mata. “Bagaimana dengan nomor ponselnya?”“Aku tidak akan menceritakan semuanya padamu kalau saja Ruby meninggalkan nomor kontaknya padaku, paham?” Louis berdecak.Louis masih dibayang-bayangi oleh kehangatan tubuh Ruby dan juga kekecewaan karena dia tidak mendapati wanita itu di sisinya saat dia bangun tadi pagi.Sebenarnya Louis mengerti kenapa Ruby melakukannya. Mereka baru berkenalan beberapa jam, lalu keduanya terlibat hubungan sesaat yang melibatkan seluruh emosi mereka.Wanita itu hanya mencoba mempertahankan harga dirinya, dan Louis sangat mengerti tentang hal itu.“Bagaimana dengan nama belakangnya? Jangan bilang kamu juga tidak tahu.”Louis menggeleng. “Aku memang tidak ingat.”Ucapannya itu membuat Edd membelalak. "APA?!"
Sementara itu, Ruby yang jadi sumber kegelisahan dua pria tadi, kini merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar. Dia tengah kembali mengingat semua yang sudah dilakukannya tadi malam bersama Luois. Louis begitu memikat sampai-sampai dia lupa betapa mengenaskannya kisah cintanya yang sudah berakhir. Untung saja, ini akhir pekan jadi dia bisa menghindari berondongan pertanyaan yang pasti akan diajukan teman-teman kerjanya. Namun, semalam itu merupakan malam terbaik bagi Ruby. Seperti memiliki magisnya sendiri, setiap detik yang dia lewati bersama Luois memiliki sisi positifnya. Setidaknya dia bisa melupakan Arden untuk sementara waktu. Bersama Louis, dia tidak ingat jika dia baru saja gagal bertunangan!“Dan dia benar-benar sangat tampan.” Tanpa sadar, Ruby tersenyum. Tubuhnya kembali dialiri hawa panas saat mengingat betapa lihainya Louis menguasai dirinya. Mereka bahkan melakukan hubungan itu bukan hanya sekali, namun tiga kali sepanjang malam. Dan kenyataan jika Louis
Wajah Ruby memerah saat Liv bertanya soal pengaman. Tadi malam dia tidak terlalu memperhatikan hal lain selain tubuh Luois. Matanya hanya terfokus pada pria itu seolah dia terhipnotis.Namun, dia ingat-ingat kalau tadi malam Louis menggunakan sesuatu di tengah-tengah permainan panas itu. Seharusnya, dia menggunakannya, kan?Ruby melirik sekelilingnya untuk memastikan tidak ada orang yang mendengar pembicaraan mereka. Kemudian dia berbisik, “Aku rasa dia menggunakannya.”“Aku rasa?" Liv berdecak. "Kamu tidak melihat dengan jelas dia menggunakannya?”Ruby salah tingkah. Dia berdehem, lalu menatap Liv lagi. “Tidak. Malah aku tidak terpikir tentang hal itu.”Liv terbelalak. Dia tidak tahu harus mengatakan apa saking merasa shock dengan pengakuan polos Ruby. "Ruby, itu poin penting ketika kamu melakukannya dengan pria. Tidak lucu jika dua bulan lagi kamu mendapati dirimu tengah...” Liv melirik sekitarnya lagi. “Hamil!”Hamil?Ruby langsung bergidik mendengar kata hamil yang dilontarkan L
“Ke mana kita sekarang?” Setelah puas, Liv membereskan barang-barangnya dan menjejalkannya ke dalam tas setelah mereka terlalu lama menghabiskan waktu di coffe shop.Tatapan para pelayan coffe shop pada mereka sudah cukup menjadi sinyal jika mereka harus segera angkat kaki. Biasanya keduanya tidak melakukan hal itu, seperti sengaja duduk berlama-lama demi menikmati layanan wifi gratis. Mereka hanya punya banyak hal yang harus dibahas dan dibicarakan, namun mereka lupa jika waktu yang mereka gunakan cukup banyak.Ruby menyandang tas dan jaketnya. “Nanti saja kita bicarakan. Kita harus segera keluar dari sini.”Liv mengikuti Ruby keluar dari coffe shop. Keduanya tertawa cekikikan saat mengingat bagaimana para staff sengaja lalu lalang lewat di samping mereka untuk sekedar mengingatkan waktu. Setelah menyadari jika mereka memang sudah duduk di sana selama hampir tiga jam, Ruby seketika merasa bersalah. Di luar sedang turun hujan dengan lebat. Orang-orang banyak memadati coffe shop h
Louis menatap lautan lepas di hadapannya, menunggu matahari menghilang di ufuk barat. Cahaya keemasannya dan suara-suara burung laut yang hendak kembali ke sarang masing-masing membuat suasana semakin hangat dan menenangkan. “Masih menunggunya di sini?” Edd menyusulnya, berdiri di samping Louis dengan kedua tangan diselipkan ke saku celana.Louis tidak menyahut. Dia menyisir seluruh pantai itu, berharap diantara puluhan orang yang memenuhi pantai, Ruby-lah salah satunya. Namun selama satu jam berada di sana, dia tidak menemukan sosok wanita yang dicarinya.“Mungkin dia turis,” Edd membuka kaca mata hitam yang menggantung di hidungnya yang tinggi. “Bukankah dia bilang dia baru saja mengetahui perselingkuhan kekasihnya? Bisa jadi sebenarnya dia berasal dari luar kota dan datang ke sini hanya untuk melihat kebenaran tentang kekasihnya. Karena dari berapa orang yang bernama Ruby yang sudah diselidiki, tidak ada satu pun mengarah ke ciri-ciri yang kamu sebutkan.”“Kamu sudah memeriksa s
Ruby hanya diam saat mendengar perintah pemecatannya dan menunggu hingga Dick keluar meninggalkan mejanya. Saat Ruby memungut pulpennya yang rusak, teman-temannya yang lain mengerumuninya.“Ruby, kamu baik-baik saja?”“Astaga By. Dick si Gempal memecatmu, kamu yakin tidak apa-apa?”“Bagaimana dengan proyek novel barumu?”Ruby hanya mendesah mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari teman-teman kerjanya. Ruby tersenyum.“Semuanya akan baik-baik saja.”Dia membereskan barang-barang miliknya. Toh dia memang tidak betah lagi bekerja di sana sejak Dick menjadi atasannya. Walau perusahaan ini memberinya banyak hal, termasuk kenangan berharga yang tidak bisa dibelinya, keberadaan Dick membuatnya tidak ingin berlama-lama lagi di sana. Selama lima tahun bekerja di Quantum Media, Dick-lah satu-satunya penghalang yang berbahaya.Dengan santai Ruby meninggalkan perusahaan setelah membuat laporan resmi ke ruangan HRD. Dia sepakat akan tetap menyelesaikan naskah yang sedang dikerjakannya dan men
“Kamu sungguh-sungguh dipecat?” Liv menatap Ruby yang membaca buku dengan serius.Ruby hanya menganggukkan kepalanya, menyesap kopinya lalu membuka lemaran baru buku yang dipegangnya. “Jadi sekarang apa rencanamu?” tanya Liv lagi.Ruby memilih menutup bukunya. Dia mengamati Liv yang terlihat simpati padanya. Dia bergumam pendek, terlihat menimbang-nimbang. “Aku akan menulis secara independen.”“Lalu karya-karyamu?”“Karena sebelumnya aku sudah menandatangi kontrak dengan Quantum Media, maka karya yang kubuat di sana harus tetap kubagi dengan perusahaan itu. Dan aku juga masih harus mengerjakan dua proyek lagi. Setelah menyelesaikannya, aku akan mulai menulis sendiri.”Liv menyeruput kopinya, mengangguk-angguk setuju. “Kamu masih menggunakan nama samaranmu yang lama? Perusahaanmu tidak keberatan?”“Tidak. Aku tetap bisa menggunakannya, sudah ku bicarakan dengan mereka.”“Ada buktinya?”“Tentu saja.” Ruby tersenyum, mengeluarkan selembar kertas dari dalam tasnya. “Aku tidak akan melupa
Ruby berjalan perlahan menuju garis pantai. Dia berdiri, mengamati deburan ombak sebentar lalu menarik nafasnya dalam-dalam. Didera oleh berbagai tuntutan dari Quantum media –dugaan Ruby itu adalah ulah Dick si maniak seks itu, dia nyaris tidak tidur selama dua malam penuh.Kepalanya sakit, lehernya tegang dan sekujur tubuhnya lelah luar biasa. Namun walau lelah, Ruby harus segera menyelesaikan sisa proyek yang dipegangnya. Dia sudah terlanjur menandatangani kontrak dan hal itu digunakan Dick untuk membuatnya kewalahan.Dan berjalan-jalan sebentar di pantai adalah jawaban untuk merilekskan otot-otot tubuhnya yang kaku.Saat matahari sore meninggalkannya dan gelap secara cepat melingkupi, Ruby berjalan pelan diantara pasti-pasir putih yang lembut. Karena memiliki kenangan secara pribadi terhadap pantai ini, Ruby selalu merasa jika Louis berada di sekitarnya.Namun itu mustahil. Mana mungkin pria itu mencarinya?Saat itu, dia tiba-tiba mendengar suara seseorang memanggilnya.“Ruby?”Ru
Terkejut mendapat perlawanan dari Ruby, Louis mematung dan melepaskan tubuh Ruby perlahan-lahan. Dia tersenyum pahit, perlahan mengelus wajahnya. Tidak sakit. Ruby juga tidak mengerahkan tenaga untuk menamparnya.Tapi yang sakit malah berada di dadanya. Dadanya terasa ditusuk oleh ribuan jarum yang membuatnya bahkan bisa merasakan efek tusukan itu hingga ke jemarinya.Namun ini pantas. Bagaimana bisa dia mencium Ruby sesuka hati?Ketika dia menemukan jika wajah Ruby memerah dan bibirnya bengkak, perasaan bersalah menelusup di dada Louis.“Ruby, maafkan aku.”Nafas Ruby tertahan. Pundaknya naik turun menahan emosi yang bergulung-gulung didadanya karena kerinduannya pada Louis dan karena dia tahu Louis sangat jauh di luar jangkauannya.“Ruby...” Louis membelai bibir Ruby yang memerah dan bengkak karena ulahnya. “A-aku tidak berniat seperti itu. Malam itu...”“Jangan bahas apapun lagi tentang malam itu. Tuan Louis, aku harus pergi!” Ruby jelas merasa sangat bersalah. Dia buru-buru berl