"Nanti kamu yang menjelaskan detil perusahaan Adiguna Jaya kepada mitra bisnis baru itu ya, Selena," ujar Aditya sebelum mereka masuk ke ruangan pertemuan. "Ingat, kamu harus bisa menyakinkan mereka bekerjasama.""Baik, Pak," sahut Selena meremas sisi map di pelukannya.Di dalam ruangan tampak tiga orang menunggu mereka, dua pria muda dan satu orang wanita cantik. Selena mengambil duduk bersebelahan dengan dengan Aditya. Sementara ketiga orang tersebut duduk berseberangan meja dengan mereka. Aditya tampak gelisah, tampak dari wajahnya yang sesekali menoleh kepada Selena."Saya Selena sekretaris sekaligus pembicara Pimpinan perusahaan Adiguna Jaya. Di samping saya, Tuan Muda Aditya Wiguna Genio, beliau pimpinan perusahaan Adiguna Jaya." Selena memperkenalkan dirinya dengan Aditya. Kemudian menarik tangan Aditya untuk memperkenalkan dirinya."Kenapa tidak kamu saja, Selena?" omel Aditya berbisik padanya. Selena yang sudah terbiasa bertemu dengan mitra bisnis perusahaan Collins, tidak
Selena yang terpojok di sudut ruangan, menepis tangan Aditya saat pria itu hendak mengangkat dagunya."Kamu tahu hukuman apa yang bisa kulakukan jika kamu masih berani membantahku," kata Aditya datar tanpa ekspresi.Selena bergeming, pasrah Aditya melakukan apapun padanya. Memejamkan matanya, saat merasakan hembusan napas Aditya mulai menyapu hangat di wajahnya.Selena cuma bisa berharap seseorang datang menyelamatkannya, dari kemungkinan Aditya melakukan hal macam-macam lagi."Jawab aku, Selena!" bisik Aditya, napasnya terdengar memburu.Takut-takut Selena membuka matanya. Beberapa detik jantungnya berhenti saat pandangannya bersirobok dengan manik hitam legam, di bawah alis tebal Aditya.Selena merasakan tubuhnya bergetar hebat, cepat-cepat mengurai pandangannya dari wajah Aditya."Permisi, Pak," katanya mendorong Aditya.Alih-alih lepas, Aditya malah mengungkung Selena dengan lengan tangannya yang kekar."Jangan munafik, Selena. Aku tahu kamu juga menikmatinya semalam."Merasa terhi
Selena berkali-kali melirik ke pintu ruangan namun tanda-tanda Aditya masuk pun belum ada. Melihat jam sudah menunjuk jam istirahat, tanpa menunggu Aditya, ia pun gegas keluar. Ia harus pulang ke kos untuk melihat Baby Lea."Lho, kamu pulang?" tanya Sharon yang tengah bersantai menggendong Baby Lea di teras rumah. "Iya, Kak. Aku menyempatkan waktu istirahat untuk melihat Baby Lea sebentar, kalau-kalau Kakak kewalahan mengurusnya," ucap Selena."Tidak perlu repot-repot pulang, Selena. Kamu istirahat di perusahaan saja. Aku bisa mengurusnya, kok.""Iya, Kak. Mungkin lain kali aku tidak perlu pulanglah. Oiya, Kakak sudah makan?" tanya Selena menyempatkan waktunya makan siang sembari mengobrol dengan Sharon.Sharon mengangguk. "Sudah tadi."Selena cepat-cepat menghabiskan makan siangnya. Takut saja Aditya tiba-tiba menelepon menyuruhnya segera ke perusahaan."Kak, lusa ini aku ada kunjungan dari perusahaan ke perusahaan Bramasta di kota B, Kak. Apa aku bisa menitipkan Baby Lea sama Kak
"K-kak ..." Tenggorokannya tercekat karena gugupnya. Matanya berputar-putar menyapu sosok pria yang tidak asing lagi berdiri di depannya kini."Selena! Kamu datang kemari?" Kagetnya lagi, Selena tidak menyangka dirinya mudah dikenali, padahal penampilannya sangat jauh berbeda sekarang."A-aku, ak-aku ..." Selena semakin gugup saja. Tak pernah menyangka akan bertemu dengan Hendra di sana."Kenapa kamu memotong rambutmu, Selena?" tanya Hendra terheran, mengikis jarak mereka."Ahh, uhm ... aku ..."Seolah paham kegugupannya, Hendra menuntunnya duduk di sofa dalam ruangan."Maafkan aku, Selena. Kamu sangat berbeda, makin cantik hampir saja aku tidak mengenalimu."Selena semakin kewalahan menguasai dirinya, sanjungan Hendra barusan membuatnya bertambah gugup dan kaku.Cepat-cepat ia mengabaikannya, fokus dengan tujuannya ke sana."Kak Hendra, aku ... aku kemari untuk bertemu pimpinan perusahaan Bramasta. Ak-aku mewakili---""Stt, lupakan masalah itu, Selena. Mari kita nikmati pertemuan y
"Selena, berikan padaku!" ulang Hendra.Selena yang bengong gegas mengeluarkan ponselnya dari dalam tas kecilnya. Sesaat mencari-cari nomor Aditya sebelum memberikannya ke Hendra."Lalu, nomor kamu ganti ya, Selena?" tanya Hendra menolehnya."Iya, Kak. Kakak bisa simpan nomor baruku, ya. Nomor yang lama sudah terblok, Kak," katanya berbohong. "Maaf, belum sempat mengabari kak Hendra," tambahnya."Hmm, pasti. Nanti kalau ganti wajib kabari aku, ya!" oceh Hendra sedikit masam langsung diiyakan oleh Selena."Aku menelepon Tuan Muda Aditya dulu, ya."Selena tersentak, pikirannya bercabang-cabang. Banyak hal yang tengah ia rahasiakan dari Aditya diketahui Hendra. "Tunggu, Kak," katanya menahan tangan Hendra. Sempat kaget, tapi Hendra malah senang Selena merangkul lengan tangannya."Aku mohon jangan pernah bilang ke pak Aditya, aku pernah bekerja di perusahaan Wiguna, Kak. Kebetulan perusahaan Wiguna itu milik pak Aditya juga, Kak. Sekarang aku bekerja sebagai sekretaris di perusahaan Adi
"P-pak Aditya!" pekik Selena langsung berdiri.Pulpen di tangannya ikut terjatuh di samping sepatunya."Halo, Tuan Muda Aditya. Senang bertemu Anda, " sambut Hendra langsung mengenali Aditya, tangannya terulur hendak berjabat tangan.Namun, Aditya yang sudah dikuasai rasa cemburu menepis tangan Hendra, kemudian menarik kasar tangan Selena. Setengah menyeretnya keluar dari sana hendak menuju mobil."Lepaskan saya, pak Aditya," pinta Selena menahan tangannya, masih kaget dan bingung dengan kedatangan Aditya yang tiba-tiba Lebih bingungnya, melihat Aditya datang langsung bersikap kasar padanya. Padahal Selena ke perusahaan Bramasta juga atas persetujuan Aditya sebelumnya."Tuan Muda Aditya!" seru Hendra cepat mengejarnya. "Lepaskan Selena!"Alih-alih menyahuti, Aditya malah tak memperdulikannya. Sampai Hendra menghentikannya di pintu keluar ruangan. Apa yang Anda lakukan ini, Tuan Muda Aditya? Saya dan Selena tengah membahas---""Minggirlah, Tuan Muda Hendra! Ada hal yang sangat priv
Selena menggeleng-geleng kecil, menajamkan penciumannya mengendus diam-diam aroma tubuh Aditya. Memang aromanya agak beda, tapi semua perlakuan Aditya saat ini tidak ada bedanya dengan pria misterius di malam panas itu.'Dia bukan Aditya, tapi kenapa aku merasa dia Aditya? Arghh! Otakku mulai tidak waras lagi!' Selena membatin.Melihatnya terdiam, Aditya semakin beringas melucuti pakaian Selena, hingga tersisa bra dan celana dalam yang berwarna senada menutupi tubuh indahnya."A-apa yang Anda lakukan ini, Pak!" teriak Selena tersadar dirinya hampir bertelanjang bulat. Cepat-cepat mendorong Aditya dari atas tubuhnya, tangannya cekatan meraih apapun yang ada di dekatnya guna menutupi tubuhnya yang hampir bertelanjang bulat. Kemudian turun dari ranjang, berjalan cepat ke arah Aditya.PLAK PLAK PLAK Tiga tamparan bertubi-tubi dari tangan Selena, harusnya tamparan kerasnya terasa pedas dan sakit di wajah Aditya.Tapi, pria itu tampak tidak merasakan apapun di wajahnya. Meski Selena te
Sekarang wajah Aditya mengeras."Oh begitu? Ternyata pikiranku tidak salah lagi!” Aditya melemparkan celana short di tangannya ke atas ranjang. Sejurus kemudian menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang juga.Selena gegas menyambarnya celana shortnya dari samping Aditya, berlari cepat ke kamar mandi guna mengenakan pakaiannya.“Sial! Dia sudah gila!" gumamnya cepat-cepat mengenakan pakaiannya."Argh! Ponselku tertinggal di ruang meeting pula!” geram Selena menepuk dahinya kesal. Sejenak menatap wajahnya yang sembab di depan kaca wastafel dalam kamar mandi. Bibirnya masih terlihat bengkak, di lehernya tampak memerah bekas jari tangan Aditya. Pikirnya tadi, akan menelepon dan menyuruh Hendra menjemputnya ke sana. Tidak peduli Aditya marah dan memecatnya, ia tidak memikirkannya lagi. Ia pun bisa bekerja dengan Hendra di perusahaan Bramasta kalau mau.“Selena!” panggil Aditya, terdengar juga ketukannya di pintu kamar mandi. Menyentakkannya yang melamun.Selena cepat-cepat merapikan rambut d