Pandangan mata ini menatap dalam-dalam tepat di manik mata Barkiya.“Jadi, asap ungu yang keluar dari tubuh gadis yang berbaring di meja itu-”Barkiya mengangguk sebelum kalimatku lengkap.“Dan Amora beserta teman-temannya ...,” lanjutku menggantung.Barkiya kembali mengangguk.“Millian dan beberapa teman-temannya berhasil menikahi wanita dari jenis manusia dari Kota Shrim ini dan itulah kenapa mereka sering mengadakan ritual-ritual yang bersembunyi dibalik acara yang kelihatannya baik-baik saja.” Barkiya berhenti, lalu mengembuskan napas dalam.“Oh ....” Aku melongo.“Jadi, semua ketidaknormalan itu memiliki efek pada manusia normal, untuk itu Kamu menjaga acara itu agar tidak memakan korban,” lanjutku tercerahkan.“Tentu saja, semua yang tak normal pasti memiliki efek. Yang bodoh adalah para tamu yang datang dengan sukarela dan tidak dapat melihat apa yang tersembunyi dibalik undangan-undangan yang memikat itu." Barkiya tersenyum penuh arti."Hem ... tapi, aku nggak menyalahkan mere
Dua orang di laki-laki yang duduk di dekat Daffar mengembuskan napas dalam.Dari pengamatanku, sepertinya mereka juga mengalami nasib yang sama. Lalu, lalu salah satu dari mereka mengangkat pandang dan menatap Daffar.“Aku hanya bisa menemukan specimen yang ‘mencurigakan’ em ... beberapa saja. Hanya saja, aku tidak yakin karena tingkatan pengujianku masih rendah,” ucapnya kemudian menggerakkan kepala sebagai isyarat untuk pendampingnya.Melihat isyarat itu, laki-laki muda yang mungkin sebaya denganku, yang sejak tadi berdiri mematung di belakang bosnya itu, mendekat ke arah meja, lalu meletakkan tas kotak warna silver yang sejak tadi dibawanya.Aku melihat ia mengeluarkan carrier specimen dari dalam koper kotak itu. Lalu, ia mendekatkan kotak pembawa specimen yang berukuran kecil itu ke dekat Daffar.“Specimen itu diam cukup lama sebelum akhirnya terangkat ke udara,” lapornya datar.“Aku akan menguji ulang,” balas Daffar tak kalah datar.Laki-laki yang duduk di sampingnya mendesah lel
“Oh.” Itu saja yang mampu kuucapkan sementara ini.Aku segera memutar otak untuk mencari celah agar bisa lolos dari rencana pengecekan darah itu.Beberapa saat kemudian, mobil ini sudah sampai di Omega Lab.Dan sesuai dengan keinginan pemilik saham laboratorium ini, dia, menurutku, dengan sedikit memaksa mengantarkanku ke bagian paling depan lab ini.Aku hanya diam ketika mengekor sosoknya yang menjulang dan menarik perhatian itu.Seorang wanita petugas lab yang mengenaliku segera mempersiapkan syringe dan alat lain untuk mengambil darahku.Dan yang paling menyebalkan, Daffar benar-benar berdiri di depan ruangan ini dan mengamatiku melalui dinding kaca.Hem ... begini mungkin rasanya jadi ikan di akuarium, dilihatin, dipelototin, diawasin!“Sepertinya, Kamu jadi orang pertama yang dicek, Neth,” ucap wanita muda ini sambil mengikatkan tali karet di lengan ini.Aku menjawabnya dengan desahan lelah.“Baru saja ada pengumuman tak resmi untuk para pegawai agar melakukan pengecekan darah. P
Aku merapatkan bibir agar tidak ada teriakan keterkejutan yang muncul.“Kenapa harus berpapasan dengan Pak Badzan coba?!” keluhku kesal, rasanya ingin ngomong kasar.Hanya satu tikungan lagi.Dan setelah ruang disposal lab, beberapa meter di depan ruang di mana alat-alat medis purna pakai yang akan diangkut ke tempat pembuangan akhir itu, tujuanku tercapai, bagian paling belakang departemen khusus.“Ya. Aku akan segera memerintahkan seseorang untuk mengambil specimen Anneth. Apa pendataan specimen di sana sudah dilakukan?” Suara Pak Badzan kembali bergema.Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari sesuatu jika ... mana tahu Pak Badzan lewat di lorong di mana aku berdiri ini.Aku pura-pura membuka sebuah ruangan, berakting mengecek dan mencari sesuatu ... atau seseorang.Beberapa detik kemudian, suara Pak Badzan tak terdengar.Aku menunggu.“Oke. Aku akan segera ke sana,” ucapnya kembali terdengar.Aku menajamkan pendengaran. Memperhatikan langkah Pak Badzan yang bergerak ... men ... j
Aku mengembuskan napas panjang untuk meredakan ketegangan dalam diriku.Memang, pemilik darah malaikat itu tak ada hubungannya denganku, tapi melihat bagaimana mereka memperlakukan butiran darah dan menyaksikan sendiri bagaimana ritual mereka yang ternyata merugikan jiwa manusia, aku pribadi, sebagai seorang manusia, bahagia jika pemilik darah malaikat itu tak ditemukan.Dari tempatku berdiri, aku melihat kedua bahu dua laki-laki yang ada di dekatku menegang.Sesaat keduanya tertegun, lalu seperti dikomando, Daffar dan Pak Badzan menoleh satu sama lain dan saling pandang dengan sorot mata terkejut.Daffar melangkah mendekat ke arah meja itu, menatap dengan sedikit menundukkan kepala. Lalu, ia mundur ke tempatnya semula.Mendadak telapak tangan Daffar melakukan gerakan seolah sedang menyentak sesuatu.Dan dengan sangat pelan seperti gerakan slow motion dalam sebuah film, butiran darah itu pelan-pelan bergerak melawan gravitasi.Phuh ....!Betapa leganya.“Agh!” seru Pak Badzan kecewa.
Aku terus menatapnya lekat, menuntut jawaban dengan sorot mata yang kupertajam.“Ah ...,” desah Daffar lelah.Laki-laki ini berkacak pinggang sambil mengalihkan pandangan ke samping kanan dan kiriku.“Setiap project punya tujuan ‘kan?” desakku penuh penekanan, tetap menuntut jawaban.“Anneth, em ... tujuannya belum bisa dipaparkan sekarang. Semua masih dalam rencana, tapi langkah konkritnya akan ditetapkan setelah specimen darah itu ditemukan,” jawabnya diplomatis ... ngeles.Aku mengernyitkan kening.Masa project yang dilakukan dengan membangun sebuah departemen khusus, tujuannya nggak jelas.Aku curiga.“Ah ... sudah, jangan terlalu dipikirkan itu sekarang, Anneth! Let go with the flow aja, oke? Ayo kita keluar,” bujuk Daffar pelan.Laki-laki itu berjalan mendahuluiku, tangannya menekan satu tombol alat komunikasi yang berada di dekat pintu.Seperti yang sudah-sudah, itu artinya sebentar lagi Mina akan datang ke ruang rahasia ini.Aku memandang lurus ke atas meja.Phuh ....Syukurla
Seketika mata ini terpejam. Lalu, dengan reflek, aku mengantisipasi tarikan memanjang ke belakang itu dengan merapatkan tubuh dan kepala ini ke dinding lift yang ada di belakangku.Kedua tangan ini mengepal erat.Aku mengetuk-ngetukkan kepala ini dengan pelan ke dinding lift tiga kali.Oh!Ternyata kepala ini tak memanjang dalam arti yang sesungguhnya, hanya tarikan ke arah belakang ini yang membuatku merasa kepala ini memanjang.Sebenarnya tarikan ke belakang ini tidak menimbulkan rasa sakit yang gimana gitu, hanya saja, tarikan ini memberikan rasa tidak nyaman, tidak menyenangkan dan tentu saja membingungkan, aku seperti hilang arah.Aku terus dalam posisi merapat ke dinding, memejamkan mata dan mengepalkan kedua telapak tangan sambil sekuat tenaga menahan tarikan ini.Lama-lama tarikan yang bergerak makin cepat ini menimbulkan rasa pusing dan mual.Agh!Eh!Mendadak telinga ini menangkap suara terkekeh pendek.Bukankah itu suara Daffar?Ah!Iya.Aku sampai lupa kalau saat ini aku b
Aku mendongak dan melihat langit-langit bangunan yang sangat tinggi berbentuk kubah dengan hiasan kayu-kayu yang disusun rumit. Bangunan ini juga memiliki tiang-tiang bulat yang besar dengan lengkungan-lengkungan menarik yang menghubungkan tiap tiang.Pandangan mata ini turun ke bawah dan melihat beberapa sosok aneh yang melintas. Beberapa dari mereka melihat dengan tertarik pada Daffar yang berjalan dengan santai sambil menggendong ku dalam posisi berdiri.Egh!Entah karena apa, entah karena yang mana, mendadak aku merasa sesak napas.Aku berusaha menghirup napas dalam, tapi seolah oksigen di udara berlarian menjauhi organ napas ini.Aku mulai terengah.“Anneth!” seru Daffar khawatir.Mungkin ia menyadari kalau aku mulai bernapas dengan tak normal.Laki-laki itu menurunkan aku ke lantai gedung, tapi masih, kedua tangannya memegang lengan ini.Aku berdiri dengan terhuyung, mungkin jika kedua tangan Daffar dilepas, aku bakal roboh.“Anneth!” panggilnya cemas.Aku menatap lurus ke depan