Pengalihan Isu“Selamat siang.... hari ini kami mengabarkan terjadinya pengeboman yang terjadi di sebuah sekolah, dan menewaskan lima orang siswa, dan dua puluh lima orang luka-luka....” ucap host di sebuah siaran tv swasta.“Baiklah, kami akan tersambung dengan reporter kami Aliano Bagas di tempat kejadian..... selamat pagi Aliano.... bisa anda ceritakan kejadian yang ada disana?”“Saat ini saya berada di lokasi kejadian.... kejadian tersebut terjadi pukul 08:00 wib. Para siswa seperti biasanya sedang belajar di kelas masing-masing.... namun semuanya menjadi mencekam saat seorang pria bermasker hitam, melemparkan bom.... kejadian tersebut menewaskan lima orang siswa, yang terdiri dari dua siswa cewek, dan tiga siswa cowok.... sedangkan lima belas lainnya sudah di larikan ke rumah sakit..... keadaan para korban, kritis dan belum sadarkan diri....” jelas yang reporter.Berita pengeboman tersebut di bahas oleh beberapa statiun tv. Safira tersenyum melihat berita tersebut dengan senyu
Safira bangkit dengan keadaan terhuyung-huyung, dan menghajar dua pria tersebut dengan membabi buta. Susah payah Safira melakukan perlawanan demi perlawanan.“Masih mau melawan? Dasar menjijikan, kau akan mati di tangan kami,” ucap salah satu dari dua pria tersebut, menghajar Safira tanpa memberikannya kesempatan untuk melawan. Safira muntah darah, saat dua pria tersebut meninju wajahnya. Akhirnya Safira melepaskan beberapa kali tembakan kearah dua pria tersebut. Peluru tersebut bersarang di betis dua pria tersebut.Tiga orang pria melepaskan tembakkan mengenai pundak Safira. Safira menjerit menahan sakit di pundaknya. Safira melepaskan tembakkan sembarangan arah, kepalanya terasa sakit, pandangannya mulai kabur. Tiga pria tersebut mendekatinya, dan terus menghajarnya tanpa ampun.Walaupun dalam keadaan lemah, Safira masih melawan tiga pria tersebut. Safira menghajar para pria tersebut dengan sekuat tenaga. Tiga pria tersebut dengan bersamaan, menendang, meninju, bahkan menginjak-inj
Safira di tinggal sendirian di ruangan rumah sakit. Karena Ilham pamit hendak membeli makanan siang, Safir, Zakir, Farhan, pamit pulang hendak menganti pakaiannya.Fikri perlahan masuk ke dalam ruangan Safira, saat sudah di lihatnya para sahabatnya sudah keluar dari ruangan. Fikri perlahan mendekati brankar dan terus menatapi Safira dalam diam. Safira yang tertidur, tiba-tiba mengeliat dan membuka mata.Safira sempat terperanjat saat mendapati Fikri berdiri di samping brankar.“Terima kasih udah membantu, dan membayar admistrasi rumah sakit....” ujar Safira. Bersamaan dengan itu keempat sahabat Fikri memasuki ruangan, namun saat melihat ada Fikri, mereka memilih berdiri saja di depan pintu.“Aku anggap semua itu, hutang....” jawab Fikri dengan dingin.“Membayarnya dengan cara aku menjauhi keluargamu kan?” tebak Safira menatap Fikri dingin.“Itu paling utama.... tapi, pembayarannya bukan hanya menjauhi keluargaku, tapi kau juga harus membayar uang tunai.... aku harap kau segera melunas
Safira tidak lagi berani berkoar-koar. Safira membaca sebuah artikel di hpnya. Safira hanya tersenyum kecil.Safira yang kemarin-kemarin yang sangat berani menfitnah lima dosen di kampusnya dengan kasus pelecehan, kini tak lagi berkutik. Bahkan sekarang dia menghilang, tak pernah lagi menampakkan diri ke awak media. Kini wanita tersebut sudah mengaku kalah, karena semua bukti yang dia dapatkan tidak begitu kuat untuk mengalahkan sang dosen di pengadilan.Beberapa awak media mencoba menyambangi ke rumah Safira, namun saat tiba di rumah beliau. Salah satu Art nya mengatakan, bahwa dirinya tidak berada dirumah. Tulis artikel tersebut, membuat Safira harus menyunggingkan senyum datar.Saat sudah keluar dari rumah sakit, Safira langsung menyibukkan diri ke pekerjaanya. Kepalanya terasa sakit, dan pundaknya masih nyeri, namun dia paksakan untuk segera menyelesaikan kasus Alana.Saat malam tiba, Safira sudah siap dengan pakaian seksinya. Memakai crop top, dan celana jeans di atas paha, yang
Safira masih tetap berkuliah di kampus universitas Riau. Saat Safira keluar dari kos nya, kakinya menendang sesuatu. Safira mengerutkan keningnya, memandangi sekitarnya, lalu berjongkok meraih paket tersebut, dan perlahan membukanya. Matanya melotot dan melihat isi paket tersebut. Di dalam sana terdapat sebuah boneka yang berlumuran darah, lehernya diikat pakai tali, dan bagian perut nya tertancap sebuah pisau. Safira meraih sebuah surat disamping boneka tersebut dan membacanya,"Kau akan mengalami nasib yang sama seperti boneka ini.... Berhati-hatilah, kematian akan menjenputmu...." tulis surat tersebut. Safira menghela napas pendek, membuang boneka tersebut di tong sampah.Safira menaiki motor ninja nya dan mengemudikannya dengan kecepatan tinggi. Tubuh Safira terpelanting ke aspal saat motor lain menabraknya dari belakang. Saat hendak bangkit, tubuh Safira langsung di tendang, di pukuli pakai kayu, tanpa memberi kesempatan Safira untuk melawan. Wajah Safira di tinju, Safira dengan
Saat Fikri hendak membalas ingin menghajar Safira, mata keduanya beradu pandang.“Kau....” ucap keduanya secara bersamaan. Keduanya saling kompak buang muka dengan kesal. Akhirnya Safira segera menaiki motornya dan meninggalkan Fikri sendirian. Namun saat Fikri hendak menaiki motornya, matanya terusik saat melihat sebuah kalung tergeletak tepat pada motor Safira, tadi. Fikri berjongkok dan meraih kalung tersebut, saat dia membuka mainan kaluang tersebut, Fikri sangat kaget saat melihat foto di balik mainan kalung tersebut.Fikri segera memasukkan kalung tersebut di dalam kantong celananya, segera tancap gas meninggalkan lokasi kejadian. Safira menghempaskan tubuhnya di ranjang kosnya, tubuhnya terasa lelah, seharian mengalami banyak masalah. Safira menghela napas panjang, saat hendak memejamkan mata, ketukan pintu mengejutkannya. Segera Safira turun dari ranjang dengan malas.“Dengan mbak Safira Ramadhani?” tanya seorang pria.“Iya....” jawab Safira mengeryitkan keningnya.“Ini ada pa
Safira diam di sepanjang perjalanan, kenangan masa kecil bersama Kaka nya memenuhi pikirannya. “Assalamualaikum....” ucap seorang bocah laki-laki yang berumur lima tahun, mengetuk pintu rumah Safira. Safira kecil bergegas membukakan pintu sebelum tidur ayah nya tergangu dan memarahi si pengetuk pintu. “Ada apa Ka?” tanya Safira saat sudah membukakan pintu. Bocah laki-laki yang berumur lima tahun tersebut hanya nyengir, dan meraih tangan Safira. “Kaka mau ngajak Cici main ke rumah Kaka....” jelasnya. “Maaf Ka, Cici nggak bisa main ke rumah Kaka.... Cici harus jualan kue, beresin rumah dan memasak untuk ayah nanti, saat sudah pulang....” jelas Safira merasa bersalah tidak bisa ikut bersama Kaka nya yang terlihat kecewa. Bocah lima tahun itu cemberut. “Nanti biar Kaka bantu Cici deh beresin rumah, dan masak untuk ayah... ayo Cici.... Kaka nggak punya teman di rumah.... Kaka hanya punya Cici.... ayo....” bocah lima tahun itu merengek pada Safira. Melihat sahabat nya yang terus memaksa
“Kita ke rumah Kaka aja yuk....” ajak bocah laki-laki tersebut. Safira hanya menganguk. Tak lama kemudian, sebuah motor menjemput keduanya. Mereka masuk ke dalam kamar Kaka dan bermain mobil-mobilan, kereta api, dan bermain bola. Safira hanya menurut saja memainkan apa yang di mainkan Kaka, walaupun yang dia mainkan tersebut, adalah mainan yang biasa di mainkan oleh anak lak-laki saja. Fikri merebahkan tubuhnya di ranjang rumah pribadinya. “Bu.... Fikri mau tanya boleh?” tanya Fikri yang masih berusia lima tahun kepada Surtinah asisten rumah tangganya. “Boleh... tuan mau tanya apa?” jawab Surtinah ramah mengusap gemas wajah chubby Fikri. “Biasanya mainan yang sering di mainin anak perempuan itu apa bu?” “Boneka, seperti mainan masak-masakan....” jawab Surtinah tersenyum. “Fikri mau beli semuanya bu.... ayo kita beli sekarang bu....” Fikri kecil menarik tangan Surtinah keluar dari kamarnya. “Ayo bu.... kita beli mainannya....” rengek Fikri. “Tuan kan laki-laki.... masa main, mai