Lingkaran sihir terbentuk di bawah teratai es yang menjadi tempat tidur sang raja. Dia masih tertidur seperti putri tidur yang tidak terganggu apa pun. Yuan mulai menggunakan kekuatan pemurniannya, perlahan partikel-partikel hitam mulai terangkat dari tubuh sang raja.Saat proses itu terjadi, Yuan terbawa dalam arus ingatan kristal hitam, kuatnya kristal tersebut membuatnya terseret dan masuk dalam ingatan yang tidak diketahui pemiliknya. Sebuah gambaran muncul di depan matanya.“Yang Mulia, dia wanita istimewa yang kami temukan,” kata seseorang yang terlihat seperti seorang pengawal.Wanita yang dibawa pria itu terlihat anggun dengan rambut hitam panjang hingga mata kaki tanpa di sanggul. Gaun hitam dengan bordir putih membalut tubuhnya. Dia menunduk dan memberi salam kepada seorang pria yang duduk di kursi singasananya.“Siapa wanita itu?” Yuan memicingkan mata berusaha mengenali wajah wanita itu, sayangnya gambaran yang dia lihat hanya tampak punggung saja. Dia kembali terseret dal
“Yuan, kau harus kuat.” Yui terdiam setelah berkata dan melihat kembarannya masih menatap bayangan yang mulai memudar. Leiz dan juga gerbang dimensi yang dia kunci perlahan menghilang berganti dengan ruangan pengap dan lembab sebuah penjara bawah tanah.Lingkaran sihir Yuan mulai memudar sementara batu hitam pekat mulai berkumpul dan memadat menjadi sebuah kristal hitam berukuran sebesar telapak tangan. Yui mengambil kristal hitam tersebut dan memasukkannya ke dalam tas penyimpanan. Dia melihat Yuan tidak beranjak dari tempatnya. Yuan masih berdiri menatap ke arah ayahnya. Arah yang sama di mana Leiz menghilang dari pandangan.“Yuan?” Yui mendekati Yuan dan melambaikan tangan di depan kedua mata kembarannya. Iris mata pemuda berambut hitam itu bergeming, tidak mengikuti gerakan tangan Yui.“Yuan!”Tangan Yui dihentikan oleh Sawatari, dia menggelengkan kepala saat putri satu-satunya menoleh ke arahnya.“Biarkan sebentar,” pinta Sawatari menarik lembut lengan Yui dan membawanya menjauh
“Apa itu?!” Mereka berempat menyaksikan besarnya badai bergulung-gulung yang berada di Istana Mawar. Tak hanya pasukan dari para pendukung Pangeran Yuasa, pasukan kerajaan pun menjadi korban keganasan badai tersebut.Raja yang mereka ikuti ternyata sama sekali tidak memperhatikan keselamatan mereka. Justru pangeran yang disebut-sebut sebagai orang yang lemah dan tidak berguna memasang badan melindungi semua orang. Pandangan mereka beralih, penyesalan mulai terjadi. Namun, semua sudah terlambat saat ini. Badai sudah di depan mata dan mereka tidak bisa menghindar.“Cepat lari!” teriak Yuasa yang menahan badai dengan barrier yang sudah mulai retak. Mereka yang mendengar teriakan tersebut langsung berlari mencari perlindungan.Yui dan Yuan terpaku melihat besarnya badai dan hanya terdiam. Mereka belum bisa berpikir dengan jernih melihat kekacauan di depan matanya.“Sayangku, lebih baik kau ke tempat yang aman,” ucap Yuichi meminta Seiryu menurunkan mereka. Dia menurunkan wanita cantik dar
“Ibunda, ini!” Yuan menyodorkan kristal ke arah Sawatari. Wanita itu mengambil kristal pemberian Yuan lalu mendekapnya. Kristal itu masuk kedalam tubuh, rona wajah sang permaisuri kembali terlihat, dia tidak lagi terlihat pucat.“Terima kasih, Yuan,” ucap Sawatari membelai lembut wajah Yuan yang tersenyum lembut padanya.“Syukurlah,” gumam Yuan.“Ah!” Yuan teringat dengan ayahnya yang ditinggal begitu saja, ada rasa bersalah dalam hatinya. “Ayah pasti salah paham tadi,” pikir Yuan dan dia terlihat kebingungan hingga mendengar suara Yui memanggil namanya.“Yuan, ayo cepat!”Yui memeluk ibundanya dan mencium kedua pipi wanita cantik itu. “Kami akan kembali lagi nanti, sekarang Paman Rafael membutuhkan pertolongan,” ucap Yui berpamitan kepada Sawatari. Dia menarik Yuan dan langsung terbang ke arah Hutan Onyx.“Hati-hati,” balas Sawatari melambaikan tangan saat kedua anak kembarnya terbang.Kedua anak kembar itu berhenti di gerbang dimensi lalu membukanya. Keduanya masuk dan keluar melalu
Yui berjalan bersama dengan Ernest, pria seusia dengan Rafael yang berprofesi sebagai tabib. Mereka berhenti di ruang kerja Alden, pria tua yang kini menatap Ernest dan Yui secara bergantian. Gerakan tangan Alden mempersilakan keduanya untuk duduk.“Kakek!” Yui mengeluarkan sesuatu dari tas penyimpanannya. Buah sebesar bola bekel dengan warna yang unik.“Buah ini!” baik Ernest maupun Alden terbelalak melihat buah yang ada di tangan Yui.“Dari mana kau mendapatkannya?” tanya mereka serempak.“Ayahanda, dia yang menumbuhkannya. Sesaat sebelum kami kembali ke dunia bawah, Ayahanda memintaku menunggu. Dia menumbuhkan sebuah tanaman dan inilah buahnya.” Yui menjelaskan bagaimana Yuichi memanggil tanaman dari bawah tanah. Perlahan tanaman itu tumbuh lalu berbunga hingga akhirnya menghasilkan buah dalam waktu yang sangat cepat.“Pantas saja kita tidak pernah tahu di mana mencari buah ini,” gumam Ernest meminjam buah yang ada di tangan Yui dan memperhatikannya dengan seksama.“Tunggu apa lagi
Yui memandangi Rafael yang terlihat begitu tenang dalam tidurnya. Wajahnya tidak terlihat kesakitan atau pun cemas, hanya tidur dalam damai. Kedua tangannya menelangkup di atas dada dengan sebuah boneka kayu berukir pola-pola rune rumit. Matanya tak henti ingin lebih lama melihat pria yang telah mencuri hatinya.“Jadi, apa yang akan membuat makhluk itu keluar tanpa paksaan?” tanya Alan. Dia melihat ada yang janggal dari cara pandang Yui kepada Rafael.“Namanya Yoru,” balas Yui mulai berbicara. Dia menyentuh boneka kayu yang ada di atas Rafael. “Pria itu, menyukaiku,” lanjut Yui yang kemudian menghela napas panjang berusaha mengatur ucapannya yang terasa bergetar. Ingatan akan serpihan Yoru yang menghilang di malam itu tetap menjadi kenangan pahit, meskipun dia tidak pernah mencintai pria itu, tetapi melihatnya menjadi serpihan tetap saja mengguncang jiwanya.Alan menyipitkan matanya, menatap perubahan ekspresi yang terlihat dari raut wajah gadis cantik di depannya. Ruangan itu hanya t
Kerajaan Cahaya sedang berbenah. Bangunan yang hancur segera diperbaiki. Dalam waktu seminggu sebagian besar kerusakan sudah mulai terlihat membaik. Satu bangunan yang belum juga selesai adalah Istana Mawar. Istana itu hancur lebur dan harus dibangun ulang dari awal.Hari ini persiapan penobatan raja yang baru sudah hampir selesai. Seorang pangeran yang akan menjadi raja sedang termenung melihat kesibukan para pelayan istana. dia memperhatikan kedua tangannya yang tidak terdapat luka sedikitpun.“Apa yang masih mengganjal, Pangeran?” Rosaline memberanikan diri bertanya melihat tunangannya yang tidak bersemangat sejak pagi.“Aku seperti kehilangan sentuhanku,” jawab Yuasa masih memperhatikan kedua tangannya kemudian mengepalkannya. “Ada yang hilang,” lanjut Yuasa.Rosaline masih berdiri di belakang sang pangeran sama seperti sebelumnya. Dia masih setia menjadi pengawal meskipun saat ini statusnya adalah tunangan sang pangeran.“Apa pangeran menyesal?” tanya Rosaline dengan nada lembut,
Benua Es, danau yang membeku terlihat mulai mencair seiring dengan perubahan suhu di benua itu. Istana yang pernah disebut dalam dongeng ternggelam di dasar danau. Seorang gadis dengan gaun biru muda dan mantel tebal terlihat sedang memainkan harpanya.“Kau sudah lebih mahir, Eirlys,” ucap Fey Varsha tersenyum dan mengusap punggung Eirlys. Wanita itu tersipu mendengar pujian dari ibundanya.Fey Varsha memandang ke atas, sebuah pelindung tebal seperti gelembung menutupi istana tersebut. Istana Es aman karena kekuatan Fey Varsha sang Ratu Es. “Lixue, bagaimana nasibnya?” gumam Fey Varsha teringat kepada anak laki-lakinya. Mereka berdua baru saja terbangun dari tidur panjangnya. Sejak istana mereka tenggelam, mereka juga ikut tertidur. Keduanya terbangun karena melodi harpa.“Ibunda!” seru Eirlys yang melihat ada makhluk lain yang berhasil menerobos perlindungan mereka. Makhluk itu kecil dan seperti kunang-kunang.“Itu spirit alam, Eirlys,” balas Fey mengulurkan tangannya dan makhluk kec