Bestari sedang duduk sambil menyandar di tembok. Suara riuh tiga teman satu sel-nya tidak terlalu ia tangapi. Pikirannya menerawang jauh entah kemana. Dan yang jelas hatinya rindu. Rindu pada suaminya. Belahan jiwa yang tak pernah bisa ia miliki hatinya. Bestari semakin sedih, di masa tuanya. Ia malah menghabiskan waktu di penjara tanpa suami, anak ataupun cucunya. Hampir setengah tahun Bestari di penjara tetapi tak ada satu pun yang mau menjenguknya. Bahkan Binna yang selama ini ia lindungi, ia beri limpahan materi pun kini tak mau menjenguknya sama sekali.
"Kamu sama sekali melupakan ibu, Binna. Padahal dulu aku selalu menjaga kamu dan Betty. Dengan tanganku aku merawat kalian berdua, Bagus juga. Tapi ... apa yang kudapat dari kalian semua. Bagus membangkang, dia malah memilih Cempaka. Sedangkan kamu dan Betty ... ah, aku lupa Betty pun sekarang gila hahaha."
Bestari menangis, dia sungguh merindukan anak-anaknya, keluarganya. Tiba-tiba saja ada salah satu sipir wanit
Juminten meladeni tiga anggota Atmaja dengan berdebar-debar. Dia sedikit takut tapi memilih pura-pura tidak tahu."Bagas gak ikut, Bu?" Bisma memulai percakapan."Sepertinya tidak, buktinya hanya ada kita bertiga.""Oh."Hening. Ketiganya makan dalam diam. Juminten sendiri sudah kembali ke dapur. Dari sela-sela pintu, Juminten mengamati interaksi ketiga Atmaja."Kenapa, Ju?" bisik Narti."Gak papa Budhe. Cuma Juminten bingung, Den Bagas kok gak mau ikut?" Juminten sengaja berbohong, padahal sejak tadi dia mengamati tiga Atmaja dengan keingintahuan yang besar."Den Bagas sepertinya masih marah sama Den Budi, sudahlah bukan urusan kita. Tugas kita hanya melayani mereka sebagai Majikan bukan mengurusi urusan mereka." Narti kembali ke aktivitas mencuci piringnya sedangkan Juminten masih menatap ketiga anggota Atmaja dengan penuh keingintahuan hingga dia berpikir untuk apa ikut campur. Lagian Juminten hanya pembantu bukan calon anggota kel
Bagas masih duduk memandang sekelilingnya. Lagi, usaha pencariannya tidak berhasil. Bahkan orang yang ia suruh pun belum menemukan hasil.Bagas menatap hamparan lautan hijau kebun milik eyangnya. Mata tajamnya menatap awas setiap aktivitas di sekelilingnya."Pagi Den Bagas.""Pagi.""Pagi, Den.""Pagi."Sesekali Bagas menjawab sapaan dari para pemetik teh atau lalu lalang orang yang lewat. Tanpa Bagas sadari dari kejauhan ada sepasang mata dengan bulu mata lentik sedang menatapnya dengan penuh kerinduan. Selintas saja semua orang yang menatapnya dengan cermat akan mengatakan jika dia cantik. Sayang, saat ini dia memakai caping dengan wajah ditutupi kain seperti kebanyakan pemetik teh yang lain. Sehingga tak ada yang menyadari kalau orang itu adalah Nawang.Nawang menatap suaminya dari kejauhan. Ingin sekali dia berlari dan menghampiri suaminya. Tapi Bima melarang Nawang untuk menampakkan diri. Nawang, Erlangga dan Kinanti kini t
Wanto sedang ke mushola untuk melaksanakan sholat subuh sementara Bagas masih tertidur. Semalaman Bagas tak bisa tidur akibat rasa sakit pada seluruh tubuhnya. Wanto dengan sabar dan setia menemani Bagas.Pintu ruangan Bagas terbuka, ada seseorang memakai seragam petugas kebersihan dan masker mendatangi ranjang Bagas.Dia membersihkan ruangan sambil sesekali menatap sang suami. Ketika ruangan telah selesai dibersihkan, Nawang mendekati Bagas."Kamu harus kuat, aku dan putramu membutuhkanmu, Mas. Tetaplah hidup," bisik Nawang lalu mengecup pipi sang suami. Dia segera pergi karena takut ketahuan.Samar-samar Bagas melihat seseorang yang membuka pintu. Namun, karena rasa lelahnya Bagas memutuskan untuk tidur lagi.Nawang keluar kamar Bagas dan cukup terkejut mendapati Budi dan Wanto yang sedang berjalan menuju ke kamar Bagas. Nawang pura-pura biasa saja dan memilih segera berlalu. Budi sedikit tertegun. Entah kenapa perawakan tukang bersih-bersih itu
Wanto membantu Bagas turun dari mobil. Setelah lima hari dirawat akhirnya Bagas diperbolehkan pulang."Den, mau ke kamar Den Bagas atau paviliun?""Paviliun aja, To.""Baiklah."Wanto akhirnya membantu Bagas memutar ke samping melewati jalan setapak menuju ke paviliun."Makasih, To," ucap Bagas ketika sudah membaringkan diri di ranjang."Sama-sama, Den. Den Bagas mau Wanto ambilkan apa? Atau mau makan apa?"Bagas menggeleng dan memilih untuk memejamkan mata. Wanto yang paham, Bagas butuh waktu untuk istirahat, memilih keluar dari kamar Bagas.Sampai di depan pintu kamar Bagas, rupanya Maman sudah menunggunya. Kedua bapak dan anak itu berjalan menuju ruang depan."Den Bagas tidur?""Iya, Pak.""Syukurlah. Kamu sana istirahat juga biar Bapak yang nungguin Den Bagas. Kebetulan semua tugas bapak sudah selesai bapak kerjakan.""Iya, Pak."Wanto akhirnya memilih pulang dulu ke rumahnya sementara Maman menuju ke kamar Bagas.
Bagas menatap seseorang yang sedang tergeletak tak berdaya di atas ranjang. Beberapa peralatan medis terpasang di tubuhnya. Wanita tua itu terdiam dan memejamkan mata, sesekali terlihat gerakan naik turun dadanya nampak tak teratur."Pak Bagas."Bagas menoleh ke arah salah satu sipir wanita, namanya Sri Rahayu. Dialah sipir wanita yang selama ini berkomunikasi dengan Bagas perihal keadaan Bestari di penjara. Dia jugalah yang mengabari Bagas keadaan Bestari yang drop dan harus dibawa ke rumah sakit."Bapak sudah datang.""Iya, terima kasih Ibu sudah mengabari saya.""Itu tugas saya, Pak."Bagas memilih mengamati eyang putrinya sedangkan Sri mengamati Bagas. Sri yang masih single bukan tanpa alasan mau menjadi penghubung antara Bagas dan Bestari, selain sudah menjadi tugasnya, Sri juga menaruh hati pada Bagas. Sri berharap bisa menjadi lebih dekat dengan Bagas. Apalagi, Sri mendengar jika istri Bagas sampai hari ini tidak ada kabar. Dan Sri be
Mendung menyelimuti hari, beberapa tetes air sudah mulai nampak. Meski pun begitu, beberapa orang yang sedang mengerumuni sebuah pusara baru, tampak tidak bergeming. Ada yang masih memanjatkan doa, ada yang menangis dan ada yang terlihat diam saja. Binna masih sesekali mengusap air matanya, sejak tadi malam dia menangis terus setelah mendengar kematian sang ibu. Budi, Bisma dan Bagas cenderung diam saja. Tidak terlihat ada air mata pada mata ketiga cucu Bestari.Maman, Wanto, Narti dan Juminten juga masih setia menemani keluarga Atmaja. Mereka memilih diam, dan fokus membaca doa-doa.Bagas menarik napas dalam, ingatannya kembali ke masa tiga hari yang lalu.Flashback"Eyang bagaimana keadaannya?""Eyang baik.""Alhamdulillah.""Kamu gak istirahat di rumah saja. Kasihan kamu, pasti kecapean."
Malam ini, Bagas menginap di kamar utama. Sejak tadi dia berada di dalam kamarnya. Keheningan menyelimuti rumah Atmaja. Masing-masing penghuninya lebih memilih berada di kamar masing-masing pun dengan Bagas.Bagas sedang merenung. Saat kembali menempati kamarnya, Bagas menyadari perubahan posisi beberapa benda yang ada di kamar. Meski kamarnya terlihat rapi, tapi Bagas tahu leta beberapa benda yang ada di kamar. Dan beberapa berubah. Bagas berpikir jika ada orang yang memasuki kamarnya dan mengacak-acak kamarnya demi untuk menemukan sesuatu. Bagas tersenyum sinis, dia sudah punya dugaan siapa saja yang bisa menjadi tersangka utama.Bagas memegang sesuatu di tangannya. Tak percuma dia minta bantuan pada Wanto dan Juminten."Apa kamu mencari sesuatu yang berharga di kamarku hai musuh dalam selimut?" Bagas bicara sendiri."Sayang, aku lebih pintar dari kamu. Kamu tidak akan bisa merebut apa pun yang bukan menjadi hak kamu," ucap Bagas lirih.
Genta melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju ke rumah sakit. Kini dia berada di depan ruang IGD. Genta melirik jam yang ada di pergelangan tangannya, pukul tiga pagi.Genta yang sedang menginterogasi Broto dan Binna terkejut ketika mendapati telepon dari salah satu anak buahnya, kalau Bagas dan Budi mengalami kecelakaan parah. Mobil keduanya masuk ke jurang. Beruntung saat kejadian, ada mobil patroli lewat dan melihat bagaimana mobil Bagas jatuh akibat menghindari mobil di depannya."Genta."Sebuah panggilan mengalihkan pandangan Genta dari ruang IGD."Hai, Adit."Genta menyalami Adit, yang merupakan salah satu rekan kerjanya. Adit bekerja di bagian lakalantas."Beruntung sekali ada kamu, Dit. Gimana keadaan korban?""Parah, sama-sama luka berat. Semoga saja mereka bisa selamat.""Ya Allah, Bagas. Kenapa nasibmu ngenes banget?"Genta mencecar Adit kronologis kejadian bagaimana bisa Bagas dan