Share

Kasih

Dua bulan menunggu, akhirnya ibu memanggilku dengan serius. Aku datang kepadanya, di balai rumah. Di sana, hanya ada aku dan Ibu. Bapak entah kemana tidak ada di rumah. Biasanya, lepas maghrib dia main kerumah teman, bercanda ria di sana. Atau, bicara soal masa-masa kecil dahulu.

“Tujuh hari lagi kamu akan berangkat, nak!” kata Ibu kepadaku.

Tujuh hari lagi, berarti sudah sangat pendek waktuku di desa ini. Apa yang akan aku lakukan? Biaya belum ada, aku harus datang kepada Pak Rt. Dia akan membantu, mungkin.

“Tenang saja, biaya sudah ibu tanggung. Kamu tinggal berangkat saja!” katanya lagi.

Bibirku bergetar, seperti ada rasa baru dalam hidup yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Rasanya, aku tidak percaya dengan apa yang Ibu katakan tadi.

“Ibu sudah jual jagung yang selama ini kita rawat!” tambahnya.

Oh, aku menangis kali ini. Ternyata ibu menahanku untuk tidak merantau saat itu karena belum ada biaya untuk ongkos berangkat. Rasanya aku malu. Rasanya aku sangat bersalah atas penj
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status