Share

5. Tuan Zavier

"Aaaaa!" Zavier ikutan berteriak, dengan segera ia merangkak keluar. Diikuti Carissa, perempuan itu langsung merangkak ke luar juga. Tangannya sibuk menggosok-gosokkan jari-jemarinya ke jaket. Takut gatal. 

Tak disangka, yang tadi ia pegang adalah ulat tak berbulu. Ulat yang biasanya menempel pada sebuah tempat, seperti pohon atau sisi-sisi tembok. Dan sekarang, Carissa merasakannya kenyalnya benda menjijikan itu. 

Sialnya pula ia malah melempar ulat tersebut ke Zavier, membuat pria itu langsung ketakutan dan berteriak. 

"Lain kali jangan asal lempar barang ke orang lain." Zavier bersuara, dia membuka tudung hoodienya hingga menampakkan wajah. Pria itu mengusap-usap tengkuknya, takut ada ulat di sana. 

Carissa menoleh, preman itu takut kepada ulat? Yang benar saja? 

"Aku kira laki-laki berotot sepertimu tidak takut, eh, taunya badan aja yang besar, nyalinya malah menciut." Jawaban Carissa berhasil membuat Zavier menatapnya tajam. 

"Eh, maksudku setiap manusia ketakutan. Aku juga besar, tapi takut," ucapnya mengalihkan perhatian. Melihat tatapan tajam Zavier benar-benar membuatnya takut. Takut apabila di apa-apakan. 

Tanpa menjawab Zavier melangkah pergi, diikuti Carissa dari belakang. 

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya Zavier setelah sadar bahwa Carissa mengikutinya. 

Carissa mematung, tersadar pula kenapa ia jadi mengikuti pria itu? 

"Pergi sana!" ucapnya datar. 

Carissa mencebik, ia bisa saja pergi, tapi ia juga terlanjur sudah mengikuti pria itu sampai sejauh ini, menjadikan ia tak tau jalan pulang. Tapi, karena gengsi untuk mengatakan bahwa ia tak tau jalan, Carissa langsung berkata. 

"Sepatu dan koperku kau buang. Bagaimana mungkin aku tidak menagih?" 

"Hah?" Melihat ketidak percayaan Zavier membuat Carissa memiliki ide. 

"Kau tadi yang menarikku, kan? Terus melemparkan sepatuku ke tempat lain. Dan koperku, kau tinggalkan begitu saja. Lalu, sekarang ... kau kira aku akan diam saja? Aku minta pertanggung jawaban!" Tak peduli pada wajah datar itu, yang penting ia bisa kembali ke tempat asalnya ia meninggalkan koper, berharap bahwa laki-laki itu mengantarkannya kembali ke sana. 

Namun, jawaban dari bibir Zavier mampu membuat Carissa bungkam. 

"Kau tak usah khawatir, aku akan menggantikannya dengan yang baru." Zavier melangkah pergi, namun dengan sigap Carissa menahannya. 

"Aku maunya sekarang!" ucap Carissa tegas. Enak saja di tinggal pergi, kalau begitu bagaiamana ia akan hidup untuk sekarang dan masa yang akan datang. 

"Ck! Kan sudah kubilang, nanti aku ganti!"

"Terus?"

"Kau ikut denganku!" jawab Zavier dengan enteng. 

"Tidak!" Carissa melepaskan cekalan tangannya. Apa-apaan coba maksudnya? 

Zavier menutup terlebih dahulu kepalanya dengan tudung hoodie. Dia melirik. "Kau butuh maka datangi, kalau tidak pergi saja sana." Enteng Zavier berucap, pria itu langsung melenggang pergi meninggalkan Carissa yang terdiam bisu. 

Tidak ada pilihan lain, membuat Carissa mengikuti pria itu. 

"Kau akan menggantikannya kan?" tanya Carissa untuk sekian kali. Sebenarnya ia benar-benar takut pada preman ini, tapi bisakah untuk sekali ini ia mempercayai akan ucapannya? Bahwa sebenarnya preman ini baik? 

"Iya. Kau tak usah khawatir," jawabnya tenang. 

Carissa terdiam, ia hanya meremas ujung pakaiannya. Memikirkan apakah ia telah salah dalam memilih? Tapi pulang sendirian dengan keadaan seperti ini pun sama saja. Tidak ada bedanya. 

Pada akhirnya Carissa hanya bisa berdoa akan keselamatan dirinya sendiri. Semoga ia tak di apa-apakan oleh preman itu. 

**

Dalam gelapnya malam Carissa terus mengekori Zavier yang entah akan dibawa ke mana. Kakinya yang tak memakai sepatu sudah merasakan sakit luar biasa. Bahkan bibirnya tak sesekali mengeluarkan ringisan kecil. 

Di sebuah persimpangan, Carissa melihat Zavier berhenti dari langkahnya, membuat Carissa ikut berhenti dari langkah. 

"Ada apa?" tanya Carissa. 

Zavier terdiam, dia hanya melirik sekilas kemudian mengeluarkan sebuah masker di dalam saku hoodienya. 

Pria itu menutup mulut serta hidung dengan masker tersebut, kemudian berjalan kembali dengan tatapan mencurigakan. 

Saat hendak melangkah Zavier tiba-tiba menarik Carissa ke suatu tembok. 

"Kau?!"

"Diamlah! Mereka ada!" ucap Zavier menyembunyikan wajahnya pada sisi telinga kanan Carissa. Pria itu tampak mengukungnya tapi juga tidak. 

"Apa kau sudah menjadi buronan polisi selama ini?" Dalam keadaan tubuh bagaikan patung, Carissa bertanya demikian. Jarak yang dekat seperti ini membuatnya harus menahan napas.

Carissa menggigit bibir bawahnya saat tak ada tanggapan dari sang empu. Sampai ketika Zavier menarik kembali dirinya, Carissa menghirup udara dalam-dalam. Napasnya mendadak tercekat, jantungnya berpacu amat cepat. Seumur-umur baru kali ini ia begitu dekat dengan seorang laki-laki. Selama ini kebanyakan mereka menjauhi dirinya karena fisik. 

Zavier mengerlingkan matanya lebih dahulu, menatap barangkali ada orang yang tampak mencurigainya. Namun tatapannya berhenti saat tak sengaja melihat kaki Carissa. Perempuan itu tak memakai alas kaki apapun. 

Melihat ada sebuah warung kecil membuat Zavier melangkah ke sana, sedang Carissa yang melihat itu terheran-heran. 

Tak ingin peduli Carissa hanya diam melihat ke arah Zavier. Sampai saat pria itu kembali datang dia tiba-tiba berjongkok di depan Carissa. 

Refleks Carissa memundurkan langkahnya. 

"Pakai ini, kakimu terluka," ucapnya sembari menyimpan sandal tersebut di depan Carissa. 

Terkejut? Tentu saja. Apa yang dilakukan Zavier barusan membuat Carissa menelan salivanya pelan. 

Pria itu kembali berdiri, sedang Carissa mulai diam-diam memakai sandal tersebut. Tak disangka, sandal itu pas dikakinya. Padahal kakinya besar, tapi pria itu seakan sudah tau ukurannya. 

"Te--terima kasih," ucap Carissa sedikit terbata-bata. Perempuan itu diam-diam melirik Zavier yang kini menatap ke arah lain. 

"Sudah malam, sebaiknya kita cepat pergi dari sini," ucap Zavier sebelum kemudian melenggang pergi. 

Tanpa banyak tanya Carissa mengangguk, mengikuti kembali ke mana pria itu pergi. 

**

"Aku tak percaya ini! Kau ... kau mencuri rumah sebesar ini?" tanya Carissa tidak percaya. Dia menatap bangunan rumah yang cukup besar untuk dikatakan milik sendiri. Mengingat akan siapa pria itu membuat Carissa menggeleng takut.

Tidak percaya, pria itu mengajaknya ke tempat persembunyian yang selama ini menjadi rahasianya. Tempat persembunyian dari kejaran para polisi dan orang-orang. 

Pantas mereka selalu mengincar preman satu ini. Ternyata oh ternyata, kejahatannya sebesar ini? 

Mendengar sebuah tawa membuat Carissa menoleh. 

"Memangnya, apa yang yang kau pikirkan selama ini tentangku?" tanya Zavier enteng. Pria itu bersikap biasa saja, berbeda dengan Carissa yang mulai menyesali keputusannya dalam mengikuti pria itu. 

Menyebalkan! Apa ia sekarang akan menjadi buronan mereka juga? Mengingat bahwa tadi ia berlari dengan Zavier tak menjadikan mereka curiga bahwa dirinya termasuk ke dalam komplotan kejahatan. Komplotan kejahatan yang harus dibasmi dari kota ini. 

Sial! Sekarang ia kena jebak juga dari preman ini! 

Tidak! Hidupnya sudah hancur, sekarang tidak ingin hancur hanya karena salah tanggap seperti ini. Apalagi dikira pencuri pada hal yang tidak pernah ia lakukan. 

"Apa yang kau pikirkan? Kau tidak ingin masuk?" tanya Zavier membuyarkan lamunan Carissa. Pria itu berjalan lebih dulu, meninggalkan Carissa yang kini tengah mematung.

"Aku tidak mau masuk!" teriak Carissa di belakang, sedang Zavier langsung berhenti dari langkahnya. 

"Penjahat sepertimu seharusnya masuk ke dalam penjara! Bukan masuk ke tempat haram hasil curian!" Napas Carissa menggebu, keringat dipelipisnya berjatuhan seiring rasa takut yang mulai hinggap. 

Ya, sebenarnya Carissa takut mengatakan hal tersebut, mengingat bahwa Zavier adalah seorang pria tak memungkinkan pria itu akan membalasnya. Dengan kata lain ... nyawa Carissa hari ini sedang terancam! 

Zavier membalikkan badannya. Untuk sekian kali, jantung Carissa berdetak lebih cepat. Tatapan mata itu, menusuk langsung ke relung hatinya. 

'Aku harus lari dari sini! Ya, aku harus bisa kabur dari penjahat seperti Zavier!' ucap Carissa masih mematung. Kini nyalinya sedang bertaruh antara dikejar balik atau ditangkap! Tidak! Ia harus bisa selamat dari preman itu! 

Dalam hitungan mundur Carissa akan berlari. Berlari menuju kantor polisi, dan mengatakan kepada mereka bahwa ia tahu tempat persembunyian penjahatan yang selama ini mereka incar. Ia harus benar-benar bisa kabur dari sini! 

Dan tiga ... Ia sudah menghitung mundur. 

Dua ... 

Jantung Carissa kian berdetak. Berharap setelah hitungan ke satu pria itu tidak melakukan apapun! 

Sat ... 

"Tuan ...? Ya ampun ... tuan Zavier ke mana aja?" Sebuah seruan dari seorang wanita membuyarkan hitungan mundur yang dilakukan Carissa. Perempuan itu berkedip untuk beberapa saat saat wanita yang tadi berteriak menuju Zavier. 

"Akhirnya Tuan pulang juga. Apa tuan enggak tau kalau Nyonya dan Tuan besar terus mencari-cari Tuan? Ya ampun ...."

Tunggu. 

Nyonya? Tuan besar? 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status