Aji tidak tahu penyebab Bora berubah banyak, padahal dulu dia selalu menuruti semua perkataannya. "Kenapa sekarang kamu menjadi anak tidak baik? Apakah selama ini kamu sudah terpengaruh orang lain?"Secara tidak langsung, Aji menuduh Hendra.Bora menepis perkataan Aji. "Yang membuat aku berubah adalah Papa sendiri, apakah Papa tidak sadar bahwa terlalu bias dan menutup mata terhadap dua kakak tiri?""Mereka hanya iseng.""Papa bisa melihat dengan jelas, kakak tiri mendorong aku hingga jatuh dari tangga.""Dia menyesal dan sudah minta maaf, tidak perlu dibahas lagi.""Dia minta maaf ke siapa? Padahal dia tidak pernah menjenguk aku sama sekali.""Karena kami tidak diizinkan menjenguk kamu!" bentak Aji dengan frustasi.Bora menghela napas panjang. "Tidak penting dia minta maaf ke siapa, yang penting aku ingin semua warisan yang diberikan kakek dan nenek, yang diwalikan oleh Papa- dikembalikan kepadaku."Aji hendak menekan Bora, tapi Hendra bicara terlebih dahulu. "Bora, saya punya kenala
Fendi yang sedang bermain lato-lato berwarna merah seperti buah strawberry di penjara karena bosan, tiba-tiba mendapat kunjungan dari istrinya, Rina. Kali ini Rina tidak minta ruang untuk pasangan, tapi lebih memilih ruang pertemuan khusus untuk keluarga yang menjenguk.Fendi menyipitkan kedua matanya ketika Rina muncul bersama anak bungsunya yang masih balita."Lihat, itu ayah." Tunjuk Rina.Fendi tidak menanggapi anak itu yang ketakutan melihat dirinya. Dihukum sepuluh tahun penjara karena kasus penipuan yang dilakukan Rina.Fendi masih ingat, bagaimana Rina menangis dan berlutut di kakinya lalu bersikeras mengatakan tidak bersalah.Fendi juga tidak sanggup membayar uang para korban Rina, dia lebih memilih masuk penjara daripada menghabiskan uang simpanan untuk anak-anak di luar negeri. Beruntungnya, Fendi tidak pernah cerita ke Rina maupun anak-anak mengenai harta di luar negeri, namun mereka menghabiskan harta Fendi yang ada di Indonesia.Berkat jatuhnya Fendi, Rina kembali bekerj
Satu bulan kemudian.Fendi minum yoghurt strawberry sambil melihat hasil laporan yang dikirim Hendra dari email. Setelah lima tahun di penjara, akhirnya dia bisa menggunakan handphone.Yah, sebenarnya Fendi bisa menggunakan akses privasi menggunakan uang, namun dia terlalu malas menggunakannya. Alasan yang paling utama adalah hutang budi, Fendi benci dengan namanya hutang budi pada keluarga yang sudah melakukan banyak kejahatan demi ambisi.Fendi lebih suka kaya dengan uang sendiri. Meskipun tidak dimulai dari nol, karena dia melarikan diri juga berkat bantuan kakak kedua saat ini menjadi kepala keluarga.Bora juga sudah melaksanakan ujian paket dan lulus, tinggal menunggu jadwal kuliah.Selain itu-Fendi membaca kembali laporan yang diberikan Hendra. "Kamu melakukan kecurangan?"Bora yang sedang makan bubur di pagi hari, mendongak ketika suaminya bertanya. "Hm?""Aku tidak akan mengulang pertanyaan, kamu pasti sudah mendengarnya. Kamu lolos dan masuk tahap selanjutnya, apakah yang me
Fendi segera menangkap burung pemenang itu dan tertawa mengejek. "Akhirnya aku dapat! Kamu tidak akan bisa mendapatkan ini hahahaha- lato-lato sebentar lagi ada di tangan aku!"Bora menjadi kesal dengan perilaku kekanak-kanakan Fendi. Kenapa pria berusia tiga puluh delapan tahun yang sudah menikah dan memiliki anak banyak, terobsesi dengan mainan lato-lato dan juga semua makanan atau minuman rasa strawberry?Fendi memasukan burung itu ke dalam keranjang rio berwarna merah dan tertawa mengejek. "Kita akan makan malam enak."Burung di dalam keranjang itu menggigil ketakutan.Fendi bertanya pada Bora. "Kita bawa kemana burung ini?""Ah, kita harus membawanya ke pemiliknya." Bora tersadar dari lamunan. "Aku tidak sabar mendapatkan uang sebanyak itu." Fendi tertawa.Bora menatap curiga Fendi.Tidak lama, mereka mencapai rumah pemilik burung pemenang itu, pemilik rumah menyambutnya dengan hangat."Terima kasih sudah menangkapnya, saya berusaha keras mencari tapi tidak ketemu sama sekali. T
Beberapa hari kemudian, pengumuman pemilu disiarkan secara serentak, Walikota Aji yang sudah mengundurkan diri beberapa hari setelah pemilu, berhasil mendapatkan kursi presiden Indonesia.Sebagian besar rakyat Indonesia memberikan ucapan selamat dan juga optimis dengan kehadiran Aji. "Pak Aji!""Selamat, Pak Aji!""Pak Aji, jangan lupa dengan janji anda!""Pak Aji!""Pak Aji!"Pendukung Aji berkumpul di depan rumah dan berteriak kagum.Program Televisi hanya menyiarkan Aji dan keluarganya yang baru keluar dari rumah dan melambaikan tangan ke arah wartawan. Keluarga harmonis yang menjadi impian bagi semua orang. Bora duduk di depan tv tabung bersama Fendi yang sedang makan mile crepes rasa strawberry.Hari ini mereka berdua berhasil mendapatkan uang lagi, meskipun tidak terlalu banyak.Bora menghela napas panjang. "Kita tidak bisa terus-terusan seperti ini, harus punya penghasilan tambahan.""Mhm?" Fendi menoleh. "Jadi kamu tidak khawatir tentang yang di tv?""Hah?""Kamu tidak mengh
Pov Fendi.Apa yang paling menyedihkan ketika memiliki rumah dan keluarga, tapi merasa mereka tidak pernah ada ataupun hadir di dalam kehidupan kita?"Fendi, kenapa kamu di sana? Apakah kamu ingin menghalangi kakak kamu?"Aku bisa mendengar omelan ibu lagi, semakin lama aku membencinya."Fendi, turuti perkataan kakak kamu.""Fendi, kamu memang anak bungsu. Tapi seharusnya bisa bersikap dewasa dengan kakak kamu."Hah! Dewasa apa yang dimaksud ibu? Menghamili banyak wanita lalu digugurkan dan diberikan banyak uang? Semenjak Ibu terlalu memanjakan kakak, aku jadi tidak bisa bebas lagi. Tahu kenapa aku bicara seperti itu? Karena kakak pertama membuat ulah.Setiap ibu menghukum aku, kakak selalu melontarkan ejekan diam-diam atau menakut-nakuti aku."Fendi, apakah kamu tahu kalau kelahiranmu itu tidak diharapkan keluarga kita?"Aku tahu dan tidak mau tahu."Sebenarnya, ibu hanya ingin kehadiran aku dan Hendra. Namun ternyata kamu lahir tanpa diharapkan, menjadi anak bungsu. Apakah kamu suka
Pov FendiAku tahu bagaimana rasanya disakiti oleh orang terdekat, lalu berusaha menahan senyum, bertanya pada lawan bicaraku. "Apakah itu sakit?"Entah kenapa pertanyaanku terasa bodoh sekali, tentu saja pasti menyakitkan untuk anak perempuan lemah macam Bora yang tidak pernah olah raga, lihat saja tubuh kurusnya dan postur bertahan tapi tidak punya pertahanan sama sekali. Aku bisa melihat raut wajah terkejut Bora, seolah baru pertama kali mendengar pertanyaan itu. Lalu dia memaksakan senyum. "Jatuh dari tangga tentu saja sangat menyakitkan, tapi lebih sakit ketika Papa melihat langsung kejadian itu, tapi tetap membela Laras."Aku tidak menjawab, selain karena tidak paham, masalah dia juga bukan urusanku."Saya akan menjadi Presiden masa depan, tapi saya juga pasti akan menghadapi kematian di masa depan. Karena itu, tolong menikahlah dengan saya."Aku menolak dan hendak pergi dari ruangan itu, bukankah dia anak gila yang hanya ingin berambisi mengalahkan keluarganya? Aku sendiri jug
"Hm? Apa kamu tidak jajan?" Fendi yang sedang gosok gigi dengan mata mengantuk, sontak menoleh ke Bora yang berdiri di sampingnya. Mereka berdua berdiri di depan wastafel dekat cuci piring. "Apa?" tanyaku dengan mulut penuh busa dan sikat gigi di dalam mulut.Bora yang sedang menggosok wajah dan tidak peduli dengan kejorokan Fendi, menegurnya dengan tenang. "Beberapa hari ini aku tidak mimpi Bern, kira-kira kenapa ya?" Fendi menyelesaikan sikat gigi lalu berkumur. "Jangan membelokkan pembicaraan. Jelas-jelas kamu tadi bilang masalah jajan.""Salah dengar.""Kamu berdiri di sampingku dan bicara dengan jelas, mana mungkin aku salah dengar!""Anggap saja tidak pernah bertanya."Kedua mata Fendi menyipit curiga. "Hm? Jangan bilang kamu mau memberikan aku uang untuk jajan. Beli es saja sudah mengomel.""Itu karena kamu minta es krim mahal.""Aku lebih suka es krim merek itu, rasa strawberrynya terasa selain itu-"Bora menghela napas panjang. "Bukan jajan itu yang aku maksud.""Lalu jajan