Sore menjelang magrib, Sano pulang dari bekerja. Dia senang karena hari ini tidak perlu lembur sehingga ada kesempatan untuk membereskan rumah sebelum tidur nyenyak atau Ulfa akan terus mengganggunya.Begitu pintu terbuka, dia mengucap syukur dalam hati karena rumah sudah bersih. Mainan Alea tidak lagi berserakan di mana-mana. Apa itu artinya Ulfa sudah kembali menjadi istri penurut seperti dulu?Setelah melepas sepatu dan menyimpannya di rak, Sano melangkahkan kaki sambil menoleh ke kanan dan kiri. Benar, Ulfa sudah membereskan semuanya. Senyum lelaki itu mengambang sempurna karena menduga Ulfa sudah kembali berdiri di telunjuknya.Selain karena bisa hidup tenang, Sano yakin Ulfa menjadi istrinya secara utuh."Sano, kamu sudah pulang, Nak?"Lelaki itu tersentak kaget begitu mendengar suara ibunya yang juga berada di dapur, sedang memasak untuk makan malam nanti. Dia terlalu fokus pada rumah yang bersih juga cucian mesin cuci yang menyala tanpa memperhatikan siapa yang sedang berdiri
"Apa yang kita menangkan, Bu? Selain aku, ibu bahkan juga Dita sudah berada di telunjuk Ulfa. Aku tidak suka melihat pemandangan seperti ini. Harga diriku sebagai laki-laki sudah dia jatuhkan dan ibu ingin aku tetap diam?"Mahika menghela napas panjang. Sejujurnya dia pun tidak suka diperlakukan demikian oleh Ulfa. Dia sangat tidak menduga jika wanita lugu itu bisa berubah dalam sekejap mata. Padahal dulu mengira kalau Ulfa memang mudah untuk dimanfaatkan.Kini, dia punya penghasilan sendiri. Apalagi rumah dia jual karena memiliki bukti dan banyak saksi bahwa Sano mendua. Mahika menyesal pernah mendukung Dita yang kerapkali melawannya. Namun, dia harus berada di sisi menantu keduanya karena dia lah yang paling Sano cintai."Sano, pikirkan calon anak kamu. Kalau dia lahir dalam keadaan kita tidak punya uang, bisa jadi dia harus kehilangan nyawa. Kemarin tetangga kita ada yang menantunya harus menjalani operasi caesar karena tekanan darahnya tinggi. Dia juga tidak kuat untuk mengejan. L
"Lihat, Bu. Ulfa itu bahagia kalau aku ceraikan dia. Jadi, nggak usah mau menengahi, emang dia aja yang mau pisah dari dulu. Malah pake alasan dia berubah karen aku nikah lagi.""Emang itu kemauan aku. Istri mana yang mau bertahan sama suami yang selingkuh, berzina, menikah diam-diam sekaligus ngasih nafkah kayak nggak ikhlas karena mentingin ibunya. Mungkin kalau ibu ada di posisi aku, pasti marah, kesal, kecewa dan mau pisah selama suami nggak mau berubah. Betul, kan, Bu?"Ulfa menatap penuh makna pada Mahika yang bingung harus mengangguk atau tidak. Tentu saja dilema sebab dia berpihak pada Sano sementara kenyataannya adalah di masa awal pernikahannya dengan suami dulu, Mahika selalu menekankan untuk menjunjung tinggi kesetiaan.Pernah sekali, Mahatma mengantar seorang perempuan karena hari sudah mulai gelap sementara rumahnya harus melewati sebuah tempat sepi. Saat itu Mahika marah besar sampai tidak mau bicara dengannya selama dua hari.Mahika sebenarnya sangat memahami perasaan
Di saat yang sama, pintu rumah terketuk berulang kali menyusul Fajar yang sigap membuka pintu setelah mendengar keributan itu. Dia melangkah ke sumber suara, melongo ketika melihat model rambut Sano, mencoba untuk menahan tawa karena tidak ingin memperkeruh keadaan. Dia yakin kalau semua itu karena ulah Ulfa."San, nggak berangkat ke kantor?""Berangkat, berangkat. Nggak liat apa model rambut aku ini? Pulang sana!" usir Sano emosi melihat Fajar yang menahan tawa."Tidak ada yang bisa mengusir tamu dari rumah ini kecuali aku. Fajar, silakan duduk. Sepertinya ada yang harus kamu bicarakan sama Mas Sano." Ulfa maju, melewati mereka semua, menuju sofa di ruang tamu.Perasaannya hancur lebur, dia berusaha menyeka air mata sambil terus menghibur diri. Bahkan mentari yang pernah tenggelam saja pasti terbit dengan sinar yang menyilaukan mata, menumbuhkan tanaman yang layu merindukan sinarnya.Setelah musim kering yang panjang, selalu ada masa di mana hujan jatuh membasahi bumi. Aroma petricho
Dua pekan setelah kejadian memilukan yang menimpa Ulfa, akhirnya semua rencana telah tersusun rapi bersama sang kakak, Fajar dan juga Kancana. Suami si Tetangga Baik itu sudah kembali sepekan yang lalu. Sambil menunggu, Ulfa menceritakan semua masalahnya pada Jenni dan juga Farah yang ada di Makassar. Keluarga mereka marah besar, tetapi Ulfa berusaha menenangkan dengan mengakui kebahagiannya setelah berpisah. Bercerai dengan Sano adalah sebuah ketenangan tersendiri bagi Ulfa sekalipun beberapa kali dia harus menitikkan air mata. Luka itu masih sama, dia sulit melupakan semuanya padahal sudah berjanji tidak akan pernah menitikkan air mata. Ulfa memang seperti itu, bukan tentang urusan cinta saja. Hatinya mudah terluka dan sulit melupakan masalah. Tepat ketika masih duduk di bangku sekolah, Ulfa ditinggal oleh sahabatnya yang mempunyai teman baru. Dia dijadikan bahan gunjingan dan Ulfa sering menangisinya diam-diam. Mungkin semua wanita di luar sana yang terlihat kuat juga sama denga
Di kantor, Sano memijit keningnya merasa hampir gila setelah membuka grup rekan kerjanya. Mereka semua sejak pagi tadi sibuk menggunjing Sano dengan mengatainya bodoh telah membuang permata seperti Ulfa.Padahal masalah itu sudah lama mereka ketahui karena sama-sama hadir di acara pernikahannya dengan Dita. Namun, kenapa baru dibahas hari itu?Entahlah. Sano berpikir dia ketahuan sudah menceraikan Ulfa. Ketika menanyakan perihal itu pada Fajar, dia mengaku tidak tahu apa-apa termasuk perceraiannya.Ponsel Sano kembali bergetar, ada banyak pesan grup yang saling bersahutan. Padahal para karyawan terlihat serius dengan pekerjaannya. Mereka merasa bebas karena sang boss sedang berada di Luar Negeri.Kevin : Udah gue bilang dari dulu, kalau kebanyakan cowok itu bakal bego kalo ketemu sama cewek bego juga. Pak S itu pasti nyesel setelah ceraiin istrinya.Rey : Ya elah, kalau gue jadi Pak S, gue gak bakal selingkuh. Istri secantik Bu U mau dapat di mana, apalagi dia katanya baik dan penyaya
Sano turun dari taksi tepat di depan rumah Ulfa. Setelah membayar ongkos, Sano menghela napas panjang, lalu membuka pagar berukuran satu setengah meter itu. Begitu tiba di depan pintu, Sano memasang tampang memelas. Dia harus bisa mendapatkan simpatik dari Ulfa jika masih ingin bertahan hidup. "Assalamualaikum!" teriak Sano sambil mengetuk pintu. Beberapa menit menunggu dalam keadaan resah dan gelisah, akhirnya pintu tersebut dibuka tepat saat Sano membelakanginya. Dia memutar badan, jantungnya berdegup cepat. "Dek, mas mau bicara. Dua menit saja, please!" cegah Sano cepat karena Ulfa langsung menutup pintunya. Wanita itu menundukkan kepala sekilas, perasaannya campur aduk. Di rumahnya memang ada Alea dan juga Jenni, tetapi mengizinkannya masuk seperti sebuah resiko besar. Namun, pada akhirnya dia menjawab, "baiklah, hanya dua menit." Mereka duduk di ruang tamu. Ulfa berusaha menormalkan degup jantungnya yang tidak normal pun menghibur diri agar hati tidak berdenyut nyeri. Luka
"Kak Jenni mau mengajari aku sopan santun dengan cara apa kalau kakak ipar saja tidak sopan?" "Apa maksudmu, Sano?" "Tadi siapa yang melempar aku botol tupperware itu? Kalau sopan, tidak mungkin melakukannya, kan?" "Kamu melecehkan adikku, salah kalau aku tinggal diam. Sekarang tidak usah banyak drama, aku muak liat wajahmu!" Sano berusaha abai karena tujuannya datang ke sana adalah untuk membujuk Ulfa agar mau kembali dengannya. Biar saja Jenni terus meracau tidak jelas selama Ulfa masih berdiri di tempatnya. Tangannya meraih tangan Ulfa, menggenggamnya erat. Setelah itu, meletakkannya tepat di dada kiri Sano agar Ulfa bisa merasakan sendiri jantung yang berdegup tidak normal sejak tadi. Jika ditanya tentang cinta, sebenarnya Sano masih memiliki rasa itu. Akan tetapi, keinginannya untuk memuaskan diri sendiri membuatnya buta dan berpaling. Sano belum bisa mengendalikan dirinya sampai saat ini. "Jantungku berdetak karenamu, Ulfa. Apa masih tidak percaya kalau aku masih mencintai