Share

32. Pipi bersemu

Berlin terus menatap ke arah Devan dengan pipi merah merona. Gadis itu tak dapat memalingkan wajah sedikitpun dari Devan dan memandangi wajah tampan pria galak itu tanpa berkedip.

"Aku tahu aku tampan, tapi kau tidak perlu melihatku sampai seperti itu!" sindir Devan.

"A-apa? Aku tidak melihat! Aku ... fokus melihat tahi lalat!" kilah Berlin gelagapan sembari memalingkan wajah dari Devan.

"T-tuan tidak lelah? Aku bisa berjalan sendiri," ujar Berlin.

"Kakimu berdarah. Kalau berjalan pincang seperti siput, sampai kapan kita akan tiba di rumah sakit?" omel Devan.

"B-bagaimana kalau preman tadi masih di sana? Apa tidak sebaiknya kita tunggu dulu sebentar di sini sambil menunggu para preman itu meninggalkan rumah sakit?" usul Berlin.

"Kau masih ingin berada di sini? Dengan kaki yang berdarah? Siapa yang tadi menangis karena kakinya berdarah?" ejek Devan.

"A-aku hanya terkejut saja melihat darah di kakiku!" kilah Berlin.

Devan mengamati Berlin lekat-lekat dan mulai menyadari wajah Berlin yan
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status