Jantung Rara berdebar kencang. Dia tidak tahu apa maksud Gilang dengan membawa dirinya pulang ke rumah orang tuanya. Dia kuatir suaminya tersinggung dengan kata-kata Kartika sehingga merubah rencana semula.
"Aku ingin menginap di rumah kakakku karena sudah lama tidak pulang," kata Rara cemas. "Kau rubah rencana secara mendadak. Aku terus terang tidak paham."
"Kamu tidak ingin tidur di kamar paling mewah di kampung ini?" tanya Gilang santai. "Kesempatan yang mungkin datang hanya sekali untuk seumur hidup."
"Aku takut, lebih baik kita pulang ke Jakarta."
"Apa yang kamu takuti?"
"Kamu membawaku ke rumah dengan perut besar begini, bagaimana aku bisa tenang?"
Ada satu yang paling ditakuti Rara dengan kedatangan ke rumah orang tua suaminya. Mereka masuk ke dalam perangkap yang sudah disiapkan oleh orang rumah dan suaminya tidak menyadari hal itu.
Orang tua Gilang mungkin saja sudah mendengar kabar tentang pernikahan diam-diam ini. Ke
Malam yang penuh kebahagiaan. Rara sangat tersanjung mendapat sambutan hangat dari orang rumah. Dia sendiri lupa kalau hari ini adalah hari ulang tahunnya. Mereka mengingatkan dengan kejutan yang sangat istimewa. Pesta ulang tahun yang sangat mewah dan mungkin tidak dialaminya lagi. Gilang mengajak istrinya masuk ke dalam kamar selesai menikmati hidangan makan malam. Koki menyiapkan masakan spesial dan semua memuji kelezatannya. Rara duduk di sofa beludru sambil melihat-lihat interior kamar. Sebuah kamar yang sangat besar dan mewah. Lebih besar dari rumah mereka di Jakarta. Perabotan sangat eksklusif dan memiliki nilai seni. Lukisan naturalisme ghotic yang terpampang di dinding berwarna cerah menambah kesan mewah dan menarik. Suaminya begitu dimanjakan kehidupan. Kemewahan adalah teman sehari-hari. Dia tidak perlu bermimpi karena semua sudah terwujud. Kekayaan semakin berlimpah apabila mewarisi harta opanya. Sebuah keadaan yang membuat Rara sangat khawa
Rara bangun dengan badan pegal-pegal. Dia melihat suaminya tidak ada di tempat tidur. Matanya melirik jam besar berbentuk lemari dengan ukiran unik yang terdapat di sudut ruangan. Pukul delapan. Suaminya tentu sudah berada di tempat kerja. Dia berangkat pagi-pagi sekali. Rara mengambil handphone di meja kecil. Ada notifikasi chat dari suaminya. Dia buka. "Aku tidak membangunkan kamu karena kelihatan pulas sekali," bunyi chat itu. "Orang rumah hari Minggu biasa breakfast jam 8.00. Kamu pasti bangun telat. Hubungi saja manajer rumah tangga untuk menyiapkan sarapan saat kamu bangun. Nomornya ada di telepon rumah." Rara mengirim chat memberi kabar. "Aku bangun jam delapan tepat. Aku mesti pergi ke rumah Kartika karena tidak membawa baju salinan." Kemudian muncul chat balasan. "Wisnu sudah membelikan beberapa setel pakaian dan seperangkat alat kecantikan sebagai hadiah ulang tahun. Hadiah itu aku simp
Rara melewati hari-hari di rumah suaminya dengan bahagia. Dia merasa jadi ratu di rumah itu. Setiap kata-katanya adalah perintah, tak ada yang berani membangkang, padahal bukan menantu resmi. Dia akan pergi sebelum orang tua suaminya pulang dari Tanah Suci. Siang itu Rara menemukan Pak Kumis sudah mencukur bersih kumisnya. Malam itu dia sebenarnya bercanda tapi didengar serius oleh security separuh baya itu. Dia tidak takut melihat pria berkumis, hanya geli. Itu juga untuk Gilang, bukan untuk orang lain. Dia merasa terganggu apabila mereka berciuman. Rara menghabiskan waktu di dalam rumah. Dia tidak merasa bosan karena rumah ini sangat besar dan terdapat banyak ruangan. Dia kadang jalan santai di taman ditemani Silvana dengan CCTV dikondisikan oleh Wisnu. Anak itu sangat berpengaruh di rumah ini sehingga tidak ada satu pegawai pun yang berani berkhianat. Kemudian Rara tenggelam berjam-jam di perpustakaan melalap habis novel klasik yang menarik perhatiannya. K
Abah sering pergi berhari-hari membawa uang banyak dan muncul di depan pintu dengan wajah berdosa. Malam itu dia pergi tidak membawa apa-apa dari rumah istri muda dan tidak pulang-pulang. Keanehan ini membuat Ambu jadi gelisah. Dia duduk menunggu di ruang tamu setiap malam. Lelaki yang diharapkan tidak muncul dan berdiri di muka pintu setiap kali dia mengintip lewat gorden depan. Suaminya selama ini sudah melakukan perbuatan yang melampaui batas, manakala tidak pulang-pulang, tak urung jadi beban pikiran. "Aku itu heran sama Ambu," kata Kartika. "Harusnya senang Abah tidak pulang-pulang, berarti rumah ini aman dan damai. Tidak ada minuman keras, tidak ada keributan, tidak ada kekerasan, dan tidak ada perbuatan keji yang membuat Ambu meninggalkan rumah ini." "Dia ayahmu." "Aku tidak tahu dia ayahku atau suamiku," sahut Kartika enteng. "Aku malah curiga dia setan gentayangan yang kabur dari neraka." "Kamu menikmati apa yang terjadi," sindir Ambu
Gilang dan Surya mengalami kesulitan mencari teman sekolah Abah. Ambu hanya memberi nama dan kampung dimana mereka tinggal tanpa tahu persis alamat rumahnya. Mereka terpaksa mesti bertanya ke kantor desa setempat, kemudian menelusuri alamat yang tercatat. Beberapa orang sudah pindah alamat. Entah ke mana pindahnya. "Begini pentingnya jadi warga negara yang baik," gerutu Surya kesal. Mereka sudah pusing tujuh keliling mencari alamat, tidak tahunya sudah pindah. "Atau teman Abah kriminal semua, jadi pindah rumah tidak lapor." Kebanyakan warga kampung tidak peduli untuk melaporkan data faktual ke kantor desa. Mereka baru mengurus domisili kalau ada keperluan. Data yang akurat sangat penting sehingga memudahkan pelayanan bila ada tamu butuh informasi. Mereka jadi kehilangan rejeki hari ini karena kelalaian sendiri. Gilang memberikan amplop kepada teman Abah yang dijumpai sekalipun tidak memberi informasi yang menggembirakan.
"Kau tidak kasih tahu keluarga besok akan menikah?" tanya Dennis sambil duduk di sofa ruang tamu. "Tidak, Om," sahut Kartika. "Mereka juga tidak kasih tahu aku waktu Rara menikah." "Kok dendaman sih? Rara menikah diam-diam karena takut beritanya menyebar di kampung." "Aku juga menikah diam-diam takut beritanya menyebar di kampung. Masa hari ini keluar surat cerai, besok sudah nikah lagi? Terima kasih ya, Om atas bantuannya." "Tidak usah sungkan-sungkan menghubungi aku. Kalau bisa bantu, aku pasti bantu." "Ya, Om." "Ambu lagi ada di rumah, kan?" "Ya, Om." "Tidak kamu kasih tahu juga?" "Tidak." "Benar-benar." "Ambu setujunya aku menikah dengan Dodi tunanganku dulu. Kalau dikasih tahu, ribet nanti." Kartika sudah terbiasa dengan hidup mewah. Tentu saja dia tidak ingin hidup menderita karena menikah dengan Dodi. Dennis sulit untuk menyalahkan keponakannya karena setiap orang berhak hidup baha
Surya bersama para penyelam melakukan penyisiran di sepanjang aliran sungai selama tiga hari dengan hasil nihil. Mereka berkeyakinan mayat Abah sudah terseret ke muara sehingga pencarian tidak mungkin dilanjutkan. Polisi menetapkan Abah dengan status orang hilang setelah melakukan berbagai upaya. Keputusan itu sudah final mengingat tidak ada bukti telah terjadi pembunuhan atau tewas karena faktor musibah. Rara sendiri sudah mengganggap Abah meninggal. Dia tidak mungkin dapat bertahan selama itu tanpa uang sepeser pun. Dia butuh minuman dan kehangatan wanita, sebuah kebiasaan yang tidak bisa ditinggalkan. Ambu mendukung keputusan polisi dengan harapan suatu saat suaminya akan pulang. Dia tidak percaya Abah hanyut terbawa arus sungai atau terbunuh karena mayatnya tidak ditemukan. Abah bisa saja pergi jauh bersama kawan lama dan belum berniat untuk kembali. Ambu seakan belum dapat menerima kepergian suaminya. Sebuah kenyataan yang membuat hati Rara sesak
Datuk itu bernama Baharuddin Fadillah. Dia terkenal dengan sebutan Datuk Meninggi karena perawakannya yang kurus tinggi seperti belalang sembah. Dia sempat jadi orang terkaya di kabupaten ini sebelum tergeser oleh orang tua Gilang. Datuk Meninggi memiliki istri tiga. Jadi ada satu lagi kuota yang belum terisi. Dia taat pada perintah agama hanya untuk perkara yang menyenangkan, perkara berat apalagi menyengsarakan sedapat mungkin dihindari. Maka itu dia sampai usia kepala enam ini belum pergi haji dengan alasan belum mendapat hidayah. Datuk Meninggi sebenarnya mengincar Rara, teman kuliah puterinya di fakultas kedokteran. Kesempurnaan perempuan itu membuat dia rela menceraikan ketiga istrinya. Namun gadis itu kelihatan tidak silau oleh kilauan harta, maka pilihan bergeser pada kakaknya. Kartika tidak kalah elok tubuhnya. Datuk Meninggi semakin tergila-gila ketika Kartika menjadi instruktur senam erotis di desanya. Dia bukan lelaki hebat yang mampu memandang go