Tanpa memperdulikan raut kecewa yang terpampang di wajahku, Mas Damar keluar begitu saja sembari menggandeng Bella yang terlihat begitu cantik dengan riasan tipis di wajahnya.Siapapun yang melihat Bella sekilas, pasti tak menyangka bahwa wanita itu punya sifat yang kejam.Setelah kepergian mereka, aku memilih masuk ke kamar Ibu dan mengurusi beliau.Selesai mengurus Ibu, aku lanjut ke aktivitas seperti hari-hari biasanya, memasak dan mengurus rumah.Tengah sibuk menjemur pakaian, aku dibuat heran saat sebuah mobil berhenti di depan rumah Ibu. Itu bukan mobil Mas Damar, dan tak mungkin juga Mas Damar yang baru saja berangkat sudah pulang lagi.Kutinggalkan begitu saja pakaian yang belum selesai kujemur itu. Lalu beralih ke arah mobil tersebut.Lagi-lagi aku dibuat terkejut saat melihat Mas Danis dan perawat yang waktu itu menjaganya turun dari mobil tersebut.Mas Danis terlihat terhuyung turun dari mobil, wajahnya pun begitu pucat. Dengan sigap, aku menyongsong mereka dan ikut membant
"Oh ya, jatah Ibu untuk terapi dan yang lainnya juga sudah aku berikan pada Bella ya," ujarnya lagi pada Ibu.Raut wajah Ibu langsung berubah, seolah tak setuju dengan keputusan Mas Damar. Melihat itu, Mas Damar pun langsung peka dan mencecar Ibu."Kenapa, Bu? Ibu gak terima?" Tanyanya angkuh."Harusnya Ibu bersyukur, aku selalu memberi nafkah ke Ibu dengan begitu melimpah. Jadi sekarang biarkan Bella dululah yang merasakan bahagia bersamaku. Ibu kan sudah puas selama ini dapat nafkah yang lebih-lebih dari aku dan Mas Danis--.""Damar, cukup!" Mas Danis yang sudah tak tahan lagi pun membentak Mas Damar yang terus saja mencerocos."Apa, Mas? Apa aku salah? Enggak kan? Memang selama ini kenyataannya begitu kan? Rumah tangga kita hancur karena apa kalau bukan karena Ibu? Karena Ibu yang selalu mengatur jatah uang untuk istri-istri kita. Harusnya Mas sadar itu!" Sahut Mas Damar dengan nada yang tak kalah tinggi.Ibu yang mendengar perdebatan dua putranya itu langsung menangis tergugu. Mun
"Astaghfirullah, Mas ... Itu gak benar. Aku berani sumpah kalau Bella memang hanya memberiku uang seratus ribu," bantahku tak terima dengan segala tuduhan Bella."Ya, itu benar, Mar. Mas sendirilah yang menyaksikan kalau Bella memberi Rasti uang segitu. Bahkan Mas yang tambahin uang belanja untuk Rasti, karena kasihan liat Rasti yang kebingungan dengan uang belanja yang begitu minim itu." Mas Danis tiba-tiba keluar dari kamar dan menimpali perkataanku.Mas Damar terlihat dilema saat ini. Ia pasti bingung harus percaya yang mana. Satu lawan dua orang, tentu lebih bisa dipercaya yang dua orang. Tapi itu sepertinya tak berlaku untuk Mas Damar, yang langsung iba saat melihat Bella berurai air mata dan sesenggukan."Aku tahu kalian tak suka denganku. Tapi tolong jangan seperti ini. Aku tahu dan mendengar pembicaraan kalian tadi pagi saat bersekongkol ingin mencatut uang belanja itu lho," lirih Bella dengan perkataan penuh dusta.Aku dan Mas Danis yang mendengarnya langsung menggretakkan g
POV Bella"Terus kamu mau apa? Mau ngadu ke Mas Damar?" Tantangku dengan menatap Rasti penuh intimidasi.Ya, aku sama sekali tak khawatir atau pun takut jika Rasti mengadu yang tidak-tidak ke Mas Damar. Aku ini wanita cerdik. Sudah pasti punya rencana terlebih dahulu sebelum menjalankan misi.Rasti yang melihat tak ada ketakutan di wajahku langsung berlalu begitu saja dengan kesal. Rasain! Enak saja mau minta uang untuk biaya terapi Ibu. Dikira aku akan dengan sukarela memberi gitu? No way! Malah lebih baik Ibu cepat mati saja, agar perhatian Mas Damar hanya untukku. Aku masuk kembali ke kamar, lalu meraih ponsel di atas kasur yang tadi sedang kugunakan untuk merekam video hot-ku. Ya, sebenarnya selama ini aku sering menghabiskan waktu di kamar selama Mas Damar kerja, karena aku sibuk membuat video hot yang nantinya akan kujual dengan harga mahal.Kebetulan sebelum aku menikah dengan Mas Damar, ada seorang mantan pelangganku dulu yang sekarang berdomisli di luar negeri, menawariku
Aku tersenyum penuh arti menanggapi perkataan Dewa."Ayo! Tapi jangan kasar-kasar. Aku sedang hamil."Ia langsung tertegun mendengar penuturanku."Kamu hamil? Hamil anak siapa?" Aku berdecak kesal melihat Dewa yang jadi kepo."Ya anak suamiku lah!" Jawabku dengan wajah yang langsung ditekuk."Oh, ya maaf. Aku kira kamu hamil gak tau bapaknya. Hahaha."Aku memukul keras lengan Dewa yang masih tertawa terbahak mengejekku itu. Kenyataan soal aku tak tahu anak siapa yang kukandung ini, cukup aku saja yang tahu. Aku tak ingin membeberkan hal seperti ini pada satu pun orang, walaupun itu orang yang tak kenal dengan Mas Damar."Tapi, Bell ... Kamu masih melayani orang lain saat sedang hamil begini, memangnya tak takut tertular PMS?" Selidik dewa."Ya aku gak bodoh lah, Wa. Aku pasti minta mereka pakai pengaman.""Waduh! Aku lupa bawa pengaman nih, gimana dong?" Aku berdecak kesal melihat kelakuan Dewa. Dasar cuma modusnya saja itu. Padahal ia hanya pura-pura lupa."Ya sudahlah! Kamu kan pe
Wajah-wajah mereka terlihat terkejut begitu mendengar perkataanku, tak terkecuali Rasti yang baru saja hendak masuk kamar."Bell! Maksud kamu apa? Jangan mengada-ngada hanya karena takut kedokmu terbongkar ya!" Mas Danis terlihat emosi seraya menudingku."Kedok apa maksud, Mas? Memangnya aku punya kedok apa, Mas? Bukannya kalianlah yang selama ini merencanakan sesuatu yang jahat di belakangku dan Mas Damar?" Aku berucap dengan terus berurai air mata."Tunggu, tunggu! Maksud kamu tadi apa, Bell, bilang kalau Mas Damar mengajak kamu berhubungan? Apa dia pernah melecehkan kamu?" Tanya Mas Damar sembari meraih kedua bahuku dan menatapku lekat.Sekilas aku dapat melihat ada kilat kemarahan di bola matanya. Ya, suami mana juga yang tak marah jika mendengar istrinya dilecehkan? Bahkan yang kulihat di berita, seorang aparat negara saja pun bisa menghabisi nyawa orang yang tertuduh melecehkan istrinya. Apalah lagi Mas Damar yang hanya orang biasa.Aku hanya mengangguk lemah menjawab pertanyaan
Masih POV Bella.Mas Damar langsung melepaskan pelukannya dari tubuhku dengan wajah yang terlihat begitu kesal.Ia langsung beralih menuju pintu untuk menyahut panggilan dari Rasti yang semakin keras itu."Ada apalagi sih, Ras? Aku capek, mau istirahat!" Sahut Mas Damar dengan ketus.Terlihat Rasti sedikit melirik ke arahku melalui celah pintu yang dibuka Mas Damar. Tentu dengan sengaja pula aku tak membetulkan pakaian yang sempat tersingkap karena permainan Mas Damar tadi.Ya, hitung-hitung memanas-manasi madu. Supaya ia lebih sadar diri dengan posisinya. Walaupun istri pertama, tapi tetap saja tak pernah dilirik oleh Mas Damar."Tolong Mas Danis, Mas. Dia pingsan di kamar Ibu," ujar Rasti terdengar begitu panik."Astaga, hanya gara-gara Mas Danis pingsan kau mengganggu waktu istirahatku, Ras?" Ucap Mas Damar terdengar kesal.Kupikir Mas Damar akan ikut panik dan langsung menolong kakaknya itu, tapi ternyata aku salah. Ia bahkan tak peduli lagi dengan apa yang terjadi pada kakaknya.
Sepeninggal Mas Damar ke kantor, Rasti pun mulai beraktivitas seperti biasa. Namun kali ini tanpa terdengar sepatah kata pun darinya.Aku tentu kembali masuk ke kamar untuk membuat video-video panas terbaru.Namun belum sempat aku memulai, ponselku sudah berdering duluan tanda ada panggilan masuk.Terlihat pada layar nama Om Daniel tertera di sana. Om Daniel adalah orang yang membeli video-video panas dariku."Ada apa, Om?" Tanyaku begitu panggilan terhubung. Tak biasanya ia menelpon jika bukan karena urusan yang begitu mendesak."Bell, ada seorang pria bule yang ingin memakai jasamu. Dia pelanggan setia semua video-videomu. Dan sudah sejak lama pula dia meminta Om supaya mempertemukanmu dengannya," ujar Om Daniel tanpa basa-basi."Wait, Om! Maksud Om gimana? Dia ingin membookingku begitu? Om kan tahu, kalau aku ini sudah menikah dan sedang hamil pula. Aku sudah jarang menerima bookingan orang-orang, Om," cetusku langsung menolak."Tapi, Bell ... Kali ini ia berani membayar mahal han