“Rawai Tingkis apa yang kau katakana?” tanya Kilindung.“Kalian tidak terlibat dalam hal ini, mereka tidak mengincar harta kalian tapi mengincar pedang ini, jadi aku sendiri yang akan mendatangi pria bodoh itu.”“Apa yang kau katakana, kami mungkin bandit, tapi kami masih memiliki sisi baik di dalam hati, tidak akan aku membiarkan kau pergi menemui senopati muda itu sendirian.”“Lalu bagaimana dengan rencana kalian? Kalian bisa di usir dari Kota ini.”“Heh?” Sindur menimpali dengan senyum lebar, “apa kau pikir hanya ada satu kota di dunia ini, ha?”Setelah beberapa waktu kemudian, Kilindung memberi saran kepada dua temannya untuk menyembunyikan sisa harta yang mereka miliki ke dalam tanah. Ini untuk berjaga-jaga jika nanti mereka benar-benar akan diusir dari Kota ini.Yang jelas rumah ini sudah menjadi milik mereka, meskipun nanti dibakar oleh pemerintah yang berkuasa di sini, mereka masih bisa mengambil sisa harta benda yang disembunyikan.Rawai Tingkis tampaknya sangat berterima kas
Senopati Muda Janka merasa kesal, karena Adipati Sena belum juga tiba di kediamannya. Menurut laporan bawahan, pimpinan itu akan datang ke sini dalam beberapa menit lagi, tapi ini sudah lebih dari satu jam.Jadi dia mulai memanggil bawahannya, lalu menampar pria malang itu hingga dua giginya tanggal.“Ini adalah upah dari laporan palsu yang kau buat,” ucap Senopati Muda Janka, lalu dengan keras menampar wajah bawahannya beberapa kali lagi, hingga kehilangan kesadarannya.Setelah merasa puas, Senopati Muda Janka berpikir jika Adipati Sena tidak akan datang ke Kota ini, dan informasi yang dibawa oleh prajuritnya hanyalah kesalahan.Setelah menyingkirkan tubuh bawahannya, Senopati Muda Janka pergi meninggalkan aula utama Istananya. Dia bergegas ke belakang, menuju bangunan khusus yang dibuat untuk mengurung banyak gadis cantik.Dia datang ke bangunan itu, disambut baik oleh seorang pelayan wanita berbadan molek nan cantik. Gadis nakal langsung memeluk tubuh Senopati Muda Janka, mulai me
Adipati Sena memasang wajah sedih di hadapan Rawai Tingkis, tapi bocah itu masih belum menyerahkan makanannya.Di sisi lain, Senopati Utama merasa jika Rawai Tingkis tidak berbeda jauh dari beberapa pedagang yang mereka temui sebelumnya. Pelit.“Aku dan anakku belum makan dari pagi tadi,” ucap Adipati Sena, “kami tidak memiliki uang untuk membeli sepotong ubi atau makanan yang lain.”Rawai Tingkis tidak peduli, dia tidak ingin berbagi makanan dengan Adipati Sena, nyaris membuat Pimpinan itu menjadi kecewa.“Kau tidak akan mendapatkan makanan dari dirinya,” timpal Kilindung, berkata dengan nada yang datar, “jangankan memberimu ubi, dia bahkan merebut ubi yang kami miliki.”Rawai Tingkis menatap wajah Kilindung lalu tertawa kecil, “ini hanya ubi, kau masih mengungkitnya?”Setelah berkata seperti itu, Rawai Tingkis kembali menatap wajah Adipati Sena lalu menatap Senopati Utama. Dia menggaruk kepalanya beberapa kali, “Paman, Putramu memiliki tubuh yang sehat, kenapa tidak mencari pekerja
“Aku tidak ingin melakukannya,” ucap Rawai Tingkis. “Tidak ada cara lain apa?”“Ini satu satunya cara, kau bisa melumpuhkan mereka dengan mudah.”“Itu artinya sama saja aku bekerja sendiri, payah, sejak awal kalian memang tidak bisa diharapkan,” tutup Rawai Tingkis.“Kau-“ Kilindung mencengkram kepalan tinjunya dengan erat, tapi dia tidak bisa berbuat banyak saat ini, lebih lagi Rawai Tingkis jauh lebih kuat daripada dirinya.Ya, Kilindung meminta Rawai Tingkis menyamar untuk masuk ke dalam ruang lingkup istana. Karena tubuhnya kecil, mungkin dia bisa menjadi pelayan atau sejenisnya, tanpa harus dicurigai oleh para penjaga. Namun ini tidak mungkin, Rawai Tingkis yang bodoh tidak suka cara seperti itu.“Menyamar itu cara kotor …,” Rawai Tingkis berdalih, hanya bandit dan pencuri yang suka melakukan cara tersebut, tapi tidak untuk dirinya.“Bocah, sekarang kau pikirkan untuk masuk ke dalam istana?” Sindur merasa tersinggung dengan ucapan Rawai Tingkis, jadi dia tidak ingin memberi saran
Sindur masih menangisi Kondir yang telah kehilangan nyawa, tapi kini Adipati Sena memutuskan untuk menangkap ke dua orang itu untuk diadili.Walau bagaimanapun, Kota ini memiliki hukum, dan masa depan ke dua orang itu akan diputuskan dengan peraturan yang berlaku di Kota tersebut.Kilindung tidak protes masalah ini, meski Sindur masih memberontak masalah Kondir yang telah tewas.Sekarang tinggal satu masalah lagi, yaitu Rawai Tingkis. Senopati Utama beserta pasukannya, mulai memasuki istana kota, dan melihat ada banyak prajurit yang terluka di dalam istana tersebut.“Siapa yang melakukan ini?” tanya salah satu prajurit.“Seorang remaja, dengan pedangnya …”prajurit yang terluka menjawab dengan suara serak seraya menahan sakit di lengan kanannya karena sayatan pedang Rawai Tingkis.“Sekarang dimana bocah itu?”“Pergi ke halaman belakang, dia mencari Senopati Muda.”Senopati Utama tanpa banyak bicara langsung pergi menuju ke halaman belakang, mendatangi tempat hiburan yang ada di sana.
Tubuh Senopati Muda dipenuhi oleh banyak luka sayatan, tangan kirinya bahkan tidak bisa digerakan lagi karena terkena tebasan Rawai Tingkis.Namun dia menolak untuk menyerah, dia masih bisa melanjutkan pertarungan ini. Tentu saja Rawai Tingkis juga demikian, remaja itu amat marah setelah melihat tindakan Senopati Muda Janka terhadap para tawanan. Menurutnya, dia tidak bisa dimaafkan lagi. Barulah setelah menghajarnya habis-habisan membuat Rawai Tingkis merasa puas.Ah, meski tidak sampai membunuhnya, tapi memotong dua tangan pria itu tampaknya bukan keputusan yang salah.Setelah beberapa saat, Janka kembali menyerang Rawai Tingkis. Dengan pedangnya, dia berusha untuk mengincar batang leher remaja itu, atau paling tidak bisa menusukan senjata tersebut ke jantung Rawai Tingkis.Namun gerakan remaja itu sangat gesit lagi cepat, sampai saat ini belum ada satu serangan Janka yang mendarat di tubuh Rawai Tingkis.Lalu kali ini.Wush wush wush.Rawai Tingkis melewati tubuh Janka, dengan cepa
Rawai Tingkis meminta agar Senopati Utama tetap tenang, diam di tempatnya seperti penonton, dan tidak melakukan hal bodoh yang akan membuat nyawanya melayang.Di sini, Senopati Muda Janka dapat dipastikan mampu membunuh Senopati Utama setelah menggunakan mutiara emas.Dia tidak tertandingi saat ini bagi orang normal seperti Senopati Utama. Lawan Janka hanyalah satria suci.“Senopati Utama, karena kau telah melihat kekuatanku, maka aku harus membunuh dirimu,” ucap Janka.Dia menderu ke arah Senopati Utama, mengayunkan pedang dengan sangat cepat lagi kuat.Tepat sebelum mata pedang itu mendarat di batang leher Senopati Utama, Rawai Tingkis langsung menyambar tubuhnya.Bocah itu berhasil menyelamatkan Senopati Utama, tapi jika satu detik saja dia gagal, maka hari ini kepala Senopati Utama dan tubuhnya telah terpisah.“Pergilah!” ucap Rawai Tingkis, “Pergilah dari sini!”Senopati Utama tidak perlu menjawab seruan Rawai Tingkis, dengan cepat dia langsung melarikan diri dari tempat tersebut.
Senopati Utama akhirnya kembali mendatangi Rawai Tingkis yang telah menunggu di luar beberapa hari lamanya.“Paling tidak kau membawakan aku makanan, Paman…” Rawai Tingkis harus mencari binatang yang berkeliaran di sini, untuk mengisi perutnya. “Apa yang kau dapatkan?”Senopati Utama kemudian menjelaskan kepada Rawai Tingkis mengenai informasi yang diberikan oleh Janka. Yaitu mengenai Mutiara Emas yang dia dapatkan.Dari penjelasan Janka, ada sebuah pasar gelap yang berada cukup jauh dari kota ini. Pasar itu menjual berbagai macam senjata, dan itu juga menjual Mutiara Emas.Namun menurutnya, Mutiara Emas yang dibeli Janka berasal dari Ilmuan Dunia yang dipasok oleh seorang pria kaya raya dengan pengaruh besar di sebuah kerajaan.Akan sangat sulit untuk masuk ke dalam pasar gelap itu, karena mereka tidak sembarangan menerima para pembeli. Hanya mereka yang memiliki hubungan dengan beberapa orang penting di pasar gelap yang diterima di pasar gelap.Namun Janka menolak untuk memberi tahu