Malam hari, Angga pulang dari kantor. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat Aarav ada di ruang tamu sambil duduk di kursi dan tersenyum. Sesekali dia menguap akibat rasa ngantuk karena terlalu lama menunggu sang ayah.Angga tersenyum kecil menatap anaknya itu. Dia berjalan menghampiri Aarav dan menyapanya, "Aarav? Kamu belum tidur? Ini udah malam."Aarav menggeleng pelan."Gak, Pa. Aarav masih pengin makan malem sama Papa.""Jadi kamu belum makan dari tadi? Ya ampun, Nak. Kamu gak apa-apa kan? Ya udah sini Papa ambilkan makan," ucap Angga. Dia merasa cemas akan kondisi putranya itu. Saat Angga hendak berjalan ke dapur untuk mengambil piring dan makanan, tiba-tiba saja Aarav mencegahnya dengan berkata,"Gak usah pergi, Pa. Ini Aarav udah nyiapin makanan dari tadi buat kita."Angga tersenyum kecil. Dia berjalan menghampiri Aarav."Udah disiapin toh ternyata. Kamu kok tidak bilang!?" Aarav menunduk. Dia tersenyum kecil sambil menggaruk-garuk kepalanya."Hehe, maaf, Pa. Oh ya,
Di perpustakaan, Aarav duduk di bangku sembari melihat-lihat sekeliling. Sementara Reina, dia sibuk memilih buku yang ingin dibaca. Ada banyak sekali buku terpampang di rak, namun sama sekali tidak dihiraukannya. Yang di pikirannya saat ini hanyalah materi buku paket pelajaran terutama tentang materi fisika.Beberapa saat berlalu, Reina tak kunjung menemukan buku yang diinginkannya. Namun, dia tetap gigih mencari dengan berulang-kali pindah tempat. Hingga akhirnya sorot matanya tidak sengaja melihat sebuah buku tebal bertema tentang materi fisika. Dengan tersenyum kecil, dia pun mengambil buku tersebut dan segera menemui Aarav. Di sana dia segera mengambil kursi dan duduk bersama laki-laki tersebut sambil membaca buku dengan laki-laki tersebut.Aarav menatap Reina dengan kesal."Kamu darimana saja? Lama amat ambil buku," cibirnya.Reina tersenyum kecil."Iya, maaf. Tadi aku kesulitan cari buku ini," balas Reina sambil menunjuk buku fisika yang dia ambil barusan.Aarav mengangguk p
Reina berjalan menuju ke kelas. Di sana dia terkejut saat sorot matanya tak menemukan sosok laki-laki yang biasa dekat dengannya. Laki-laki yang lebih sering duduk diam sambil memainkan ponselnya atau kadang membaca buku. Yup laki-laki itu adalah Aarav.Reina mengalihkan pandangannya. Dia berusaha mencari Aarav tapi tak kunjung ketemu. Jarang sekali bahkan hampir tidak pernah laki-laki itu datang ke sekolah terlambat, apapun alasannya. Karena kesal akibat kesepian, Reina pun mengeluarkan buku dari tasnya dan membaca buku untuk menghilangkan rasa jenuh.Beberapa waktu berlalu, namun sorot mata Reina tak kunjung melihat Aarav. Hal ini membuatnya makin gelisah. Di saat sedang sibuk memikirkan Aarav, tiba-tiba pak guru datang."Selamat pagi Anak-anak!" sapa pak guru sambil berjalan menuju ke kelas dan duduk di bangkunya."Hari ini kita akan melaksanakan ulangan bahasa Indonesia. Sebelum itu Saya akan jelaskan peraturan selama mengerjakan ulangan," lanjutnya lalu menjelaskan protokol
Gita menatap Reina. Dia mengerutkan keningnya, merasa heran sekaligus kesal saat Reina melarangnya duduk di samping gadis itu."Ada apa? Kenapa tidak boleh?" tanya Gita penasaran.Reina menggeleng."Tidak apa-apa. Kamu boleh kok duduk di sana, tapi kalau Aarav sudah masuk, kamu duduk di tempat lain," jawab Reina.Gita mengangguk pelan. Dia menarik kursi yang ada di samping kemudian duduk di sebelah Reina.Sembari mengeluarkan buku, Gita terus menatap Reina yang sedang membaca. "Reina. Nanti kan ulangan agama, kamu sudah belajar belum?" Reina mengangguk."Iya, sudah.""Nah, aku boleh minta catatanmu tidak? Aku bingung soalnya.." pinta Gita sambil menggaruk kepalanya.Reina tersenyum."Daripada kau membaca catatan ku, bagaimana kalau kita belajar bersama?" usulnya.Gita tersenyum mengangguk. Dia mendekat pada Reina untuk belajar bersamanya. Sedangkan Reina juga mengajarnya t
Vira memandangi anaknya itu dan mengerutkan keningnya. Dia merasa kesal, sebab baru pertama kali Reina pulang sesore ini. Biasanya kalau dia pulang terlambat, dia pasti akan memberitahu ibunya.Reina tertawa pelan sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. "Maaf Ma, tadi aku jajan dulu. Antre banyak," ujarnya.Vira mengangguk pelan. "Iya, tidak apa-apa. Lain kali jangan diulang."Reina mengernyitkan alisnya. Dia mengangkat bahunya sambil tersenyum nakal dan memutar bola matanya malas."Aduh Ma, Mama kenapa begitu khawatir? Aku baik-baik saja. Lagian aku juga sudah besar, kenapa selalu dilarang ini itu.." celotehnya sambil melipat kedua tangan di dada, merasa kesal dengan sikap sang ibu.Vira menggelengkan kepala pelan. Dia gemas akan tingkah Reina. Sambil berjalan menghampiri anaknya, dia terus tersenyum dan memegangi bahunya."Ya bukan itu. Mama kan takut kamu kenapa-napa. Tidak baik anak gadis pulang terlambat apalagi sampai larut malam,"
Angga dan Ana menatap pak dokter dengan cemas. Mereka mengerutkan keningnya masing-masing."Maksud Anda apa, Dok?!" tanya Angga cemas penuh tekanan.Pak dokter hanya diam. Dia mengembuskan napasnya berat. Dia menatap wajah Angga dengan tidak enak."Anak Anda terkena penyakit demam berdarah. Biasanya ini terjadi dengan gejala di antaranya ; panas dingin serta mual terus-terusan...," jelas pak dokter.Angga menunduk. Dia mengusap wajahnya kasar. Sedangkan Aarav hanya bisa diam. Hatinya sedih saat mendengar penjelasan pak dokter apalagi tahu bahwa dia mengalami sakit yang parah.Aarav mengembuskan napasnya berat. Dia pun memejamkan kedua matanya dan memutuskan untuk istirahat.***Mengetahui penyakit yang membahayakan kesehatan sekaligus nyawa sang anak, Angga pun segera membawa Aarav ke rumah sakit. Di sana, pak dokter dan perawat berusaha mengobati luka sekaligus rasa sakit Aarav. Ada selang infus yang menempel di ta
Aarav memakan sup yang disuapi Angga. Dia mengunyah nasinya dengan pelan-pelan. Meski harus diiringi dengan rasa tidak nyaman alias mual, dia tetap berusaha menelan makanan tersebut. Saat asyik makan bersama ayah, tiba-tiba perutnya menjadi sedikit mulas. Aarav memegang perutnya yang sakit sambil sedikit merintih.Angga yang melihatnya pun merasa khawatir. Dia meletakkan piring di meja dan memegang bahu Aarav, berusaha untuk menenangkannya.Aarav menatap wajah Angga dengan melas dan air mata yang sedikit membasahi pipinya."Pa ... Aarav makannya sudah ya. Aarav tidak kuat," ucapnya. Angga tersenyum kecil. "Iya, tidak apa-apa. Sudah sekarang Kamu istirahat saja."Aarav mengangguk pelan. Dia pun membaringkan tubuhnya ke ranjang dan tertidur. Angga hanya diam, dia mengambil selimut yang ada di pojokan dan menyelimuti tubuh Aarav. Sambil membelai rambut Aarav dengan penuh kasih sayang, Angga tersenyum kecil. Ke
Angga yang melihatnya segera memanggil dokter. Berulang kali dokter tersebut berusaha memeriksa Aarav, namun Aarav tidak bisa diam dan terus bergerak tidak karuan. Dia pun terpaksa menyuntikkan obat penenang pada lengan Aarav, sehingga membuatnya memejamkan mata dan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat. Sekilas pak dokter menatap Aarav dengan cemas. Kemudian dia berjalan menghampiri Angga sambil bertanya, "Apa anak Anda pernah mengalami kejadian atau sesuatu yang membuatnya gelisah?"Angga mengerutkan keningnya. "Gelisah? Maksudnya?" tanya balik Angga penasaran dengan pertanyaan yang baru saja didengarnya.Pak dokter mengembuskan napas berat."Sepertinya anak Anda mempunyai sedikit gangguan pada kesehatan mentalnya. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam. Salah satu contohnya yaitu karena pengalaman yang kurang mengenakan atau karena sikap seseorang yang membuatnya gelisah bahkan trauma ...," jelas pak dokter.Angga