***"Lu ada handuk?"Aludra yang sedang duduk sambil bersandar pada kepala ranjang lantas beranjak ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka dari dalam kamar mandi."Handuk kamu?" tanya Aludra."Iya, aku lupa bawa handuk. Bisa tolong bawain?""Bisa, sebentar ya," pinta Aludra. Bergegas, dia mengambil handuk putih dari gantungan lalu mengetuk pintu kamar mandi.Hari ini adalah hari terakhir mereka di Seoul sebelum besok pagi keduanya kembali ke Indonesia dan hari terakhir mereka di Seoul dibuka dengan perubahan sikap yang terjadi pada Aludra.Cukup marah dengan sikap Aludra di telepon malam lalu, Aludra kini bertekad untuk membuat Arka benar-benar jatuh cinta padanya. Tak peduli status Arka, Aludra akan membuat pria itu bergantung padanya agar Alula menyesal nanti.Dan untuk mendapatkan sepenuhnya hati Arka, perlahan Aludra belajar menjadi istri yang baik. Meskipun kenyataannya semua itu butuh perjuangan karena betapa magernya sifat Aludra selama ini.Dimulai dengan bangun lebih awal, Alu
***"Ini enggak kebanyakan?"Menoleh, Aludra tersenyum pada Arka yang kini setia mengikuti dari belakang sambil mendorong troli. Pukul sepuluh pagi, Aludra dan Arka pergi ke itaewon untuk mencari oleh-oleh yang bisa mereka bawa pulang ke Indonesia besok.Alih-alih membeli pernak-pernik atau yang lainnya, oleh-oleh pertama yang dibeli Aludra adalah susu pisang. Bukan satu, dua, atau empat, Aludra memberi belasan botol susu pisang untuk dibawa pulang."Enggak, buat stok," jawab Aludra. "Kamu juga suka, kan?""Suka sih," jawab Arka."Ya udah ayo," kata Aludra. "Kita cari makanan lagi. Mumpung lagi semangat nih.""Oke."Tak banyak protes, Arka kembali mendorong troli mengikuti Aludra berbelanja makanan yang lain untuk buah tangan. Namun, tak lama—tepatnya ketika Aludra sibuk mencari makanan, langkah Arka justru terhenti ketika dua orang gadis menghampirinya."Oppa," panggil salah satu perempuan tersebut pada Arka."Oppa?" tanya Arka sambil menaikkan sebelah alisnya. "Sorry, i'm indonesian
***"Aaaaaaaaa."Mencondongkan wajah lalu membuka mulutnya lebar-lebar, Aludra membiarkan satu buah kimbab yang disuapkan Arka masuk ke dalam mulutnya dan tentu saja dengan mulut yang penuh, dia mengunyah kimbab tersebut sebelum masuk ke dalam perutnya."Seru juga ya nyuapin bayi gede kaya kamu, makannya lahap banget," ucap Arka berkomentar sambil menyuapkan kimbab ke mulutnya.Puas berbelanja oleh-oleh, baik itu makanan dan yang lainnya, Aludra langsung mengajak Arka pulang karena seperti biasa, kakinya pegal. Sebelum kembali ke hotel, Arka menyempatkan mampir ke sebuah restoran dan memesan kimbab untuk makan malam karena memang mereka baru pulang dari Itaewon sekitar pukul enam sore. Tak makan ditempat, Arka dan Aludra memilih untuk menyantap makanan khas korea yang bentuknya seperti sushi itu di hotel."Bayi gede," celetuk Aludra."Iya bayi gede," ujar Arka. "Yang hobinya digendong kan bayi, tapi kamu gede. Jadi bayi gede. Lucu kali ya kalau panggilan sayang aku ke kamu itu bayi ge
***"Gimana hasilnya?"Sambil memegangi testpack di tangan, Aludra menatap Arka yang juga tengah menatapnya—menunggu jawaban dari pertanyaan yang baru saja dia lontarkan tentunya dengan perasaan yang cukup tegang. Meskipun tak pernah melakukan apapun pada Aludra, tetap saja Arka takut gadis itu benar-benar hamil, karena jika iya, anak yang dikandung Aludra jelas bukan anaknya."Hasilnya ...." Aludra menjeda ucapannya, sengaja agar Arka merasa penasaran. "Mau tau?""Kalau enggak mau tahu, aku enggak akan berdiri di sini buat nunggu terus tanya, Alula," ucap Arka. "Ayo buruan, gimana hasilnya?""Nih hasilnya," jawab Aludra sambil menunjukan alat tes kehamilan di tangannya yang menunjukkan satu garis merah. Namun, karena Arka tak paham, dia tak langsung menghembuskan napas lega setelah Aludra menunjukkan testpack tersebut. "Ini hasilnya.""Hm." Arka bergumam sambil mengerutkan kening. "Garisnya satu?""Iya, garisnya satu," jawab Aludra."Kalau garisnya satu, artinya apa?" tanya Arka."Ka
***"Mas Arka udah belum? Pegel nih."Sekali lagi, Aludra kembali mengeluh setelah hampir setengah jam dia memijat punggung Arka yang kini terlihat nyaman tertidur dengan posisi telungkup."Sebentar lagi, Lu. Masih enak," jawab Arka dengan mata yang terpejam juga suara yang parau.Mungkin Aludra pikir Arka adalah pria yang sepenuhnya baik. Namun, nyatanya Aludra salah. Meskipun baik, Arka juga punya sisi jahil yang jarang sekali dia tunjukkan karena hanya kedua orang tua juga Aksa—sang kakak saja yang tahu.Dan malam ini, setelah berhari-hari Aludra yang terus mengerjainya, Arka balas dendam. Dia mengerjai Aludra dengan memintanya terus memijat punggung dirinya yang memang terasa sangat pegal setelah siang tadi membawa banyak belanjaan yang dibeli Aludra.Biarlah. Sekali-kali, Aludra harus berolahraga dengan memijatnya."Tangan aku pegal, Mas Arka," keluh Aludra tanpa menghentikan kegiatannya memijat punggung kokoh nan putih milik Arka yang tak terbalut apapun."Pake kaki kalau tangan
***"Supirnya nunggu di mana?"Aludra yang berjalan lebih dulu sambil menggerek kopernya lantas menoleh ketika pertanyaan itu dilontarkan Arka yang mengikutinya sambil menggerek koper juga menenteng tas berukuran besar berisi oleh-oleh.Terbang dari Seoul pukul enam pagi, pesawat yang ditumpangi Arka dan Aludra mendarat dengan sempurna di bandara pukul satu siang. Dari Bandara—setelah menghubungi orang rumah lebih dulu, rencanya mereka akan mampir untuk makan siang bersama Dewa dan Aurora sebelum pulang ke Bandung nanti sore."Di parkiran," jawab Aludra."Udah ke sini, tapi?""Udah," jawab Aludra."Oke."Kembali melanjutkan langkah mereka, Aludra dan Arka akhirnya sampai di parkiran dan di sana, Pak Walim—supir keluarga besar Pratama sudah menunggu di samping mobil fortunernya."Pak.""Eh, Non Lulu," sapa Pak Walim. "Sampai juga Non.""Iya Pak," jawab Aludra dengan senyuman ramahnya. Satu lagi perbedaan Aludra dan Alula adalah dari segi sikap mereka pada pegawai di rumah. Jika Aludra
***"Hati-hati di jalannya, kenapa enggak nginep aja sih semalam?"Sekali lagi, permintaan menginap itu dilontarkan Aurora ketika Aludra dan Arka berpamitan untuk pulang ke Bandung, karena memang rasanya dia masih merindukan putrinya itu.Sejak kecil merawat si kembar hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik membuat Aurora begitu sulit melepaskan mereka untuk tinggal jauh darinya. Rasanya seperti ada yang hilang, tapi mau bagaimana lagi? Mereka sudah dewasa dan punya pilihan masing-masing dan sebagai ibu, Aurora hanya bisa mendukung pilihan kedua putrinya."Besok Mas Arka harus kerja lagi, karena liburnya udah kebanyakan," jawab Aludra yang langsung melirik Arka untuk meminta persetujuan. "Iya kan, Mas?""Iya Ma," jawab Arka. "Besok Arka kerja lagi.""Dasar menantu rajin," ujar Dewa. "Enggak salah emang Papa pilih kamu buat jadi suami Alula. Kalian sama-sama rajin."Arka tersenyum, sementara hatinya protes tak terima dengan kata 'rajin' yang dilontarkan Dewa, karena setelah seminggu me
"Welcome home ka-""Sssst."Amanda yang kebagian membuka pintu, langsung menutup mulutnya rapat-rapat ketika Arka langsung mendesis agar sang mama menghentikan sambutannya, karena di pangkuan, dia membawa Aludra yang masih tertidur lelap.Tiga jam perjalanan Jakarta-Bandung, Fortuner hitam yang dikendarai Pak Walim sampai di Bandung—tepatnya di Dago Village, salah satu perumahan ellite di kawasan Bandung yang sekarang menjadi tempat tinggal Arka dan Aludra.Membeli rumah di kawasan yang sama dengan Aksa—sang kakak, Arka rela merogoh kocek dalam-dalam dan mengeluarkan tabungannya untuk membeli rumah impian yang sudah sejak lama dia idam-idamkan untuk ditinggali bersama keluarga kecilnya nanti.Rumah dengan panorama pemandangan kota Bandung langsung itu memang cukup membuat para penghuninya nyaman. Beruntung, dengan bantuan sang kakak, Arka bisa mendapatkan salah satu unit rumah di sana karena memang jumlah rumah yang tersedia tidak banyak."Kenapa?" tanya Amanda—setengah berbisik. Tah