Share

45. Demam Meriang

Awalnya Daffa mencoba untuk cuek bebek tentang makanan yang seharusnya sudah ada di tangan Dea itu, tapi kenyataannya ia tak bisa secuek yang ia coba. Terbayang-bayang wajah neneknya yang berseri-seri kala membuatnya.

"Duh, nggak mungkin juga aku balik lagi ke sana. Tambah gencar saja orang nanti bergosip." Daffa bermonolog sendiri.

Kini terasa pahitnya menjadi laki-laki yang digemari wanita, dan ia merespons mereka. Jadi timbul gosip di mana-mana bak air hujan yang tumpah-tumpah. Lubang semut saja sampai kebanjiran airnya.

'Itulah kenapa aku paling benci berurusan dengan wanita. Cuma semua sudah terlanjur, bukan? Aih nasib, nasib ....'

Ujungnya mengeluh pun terasa sia-sia.

Daffa mengambil ponsel. Ceritanya mau menghubungi Dea Posa untuk mengatakan soal makanan yang lupa ia berikan. Sudah masuk ke menu chat.

Tapi ....

"Daffa." Seseorang membuyarkan niatnya. Daffa mendongak mendapati sosok Nadewi sedang berdiri menghadap meja kerjanya.

Dia tersenyum manis, tapi sayang sekali kemanisann
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status