Dea ketika mendapat pesan-pesan dari pacar yang hilang sejak semalam. Dahinya mengernyit, bibir cemberut, monyong hampir lima senti. Saat itu Dea sedang melakukan cek kesehatan di rumah sakit, makanya ia tak bisa menerima telepon karena antrean dan tanggung, setelah ini bagiannya masuk.Dea yakin jika diterima panggilannya, percakapan akan sangat panjang sekali meluber ke mana-mana. Tapi didiamkan juga cukup mengganggu, sebab pesan demi pesan masuk ke ponselnya runut.Membuat kekesalan Dea memuncak. Akhirnya Dea membalas pesan Daffa dengan kalimat singkat, padat, dan bisa dikata jelas.[Jangan ganggu, lagi di rumah sakit.]Begitu isinya. Dea tak lagi menyembunyikan soal kesehatannya, karena dia yakin Nana pasti sudah mengatakannya hari ini, terbukti dari pesan Daffa yang mengatakan dia telah mengetahui apa yang terjadi. Memangnya siapa lagi yang akan bisa membeberkan semua jika bukan Nana Banana?Pesan yang membuat jantung Daffa serasa mau jatuh dari balik rusuknya. Mengira jika Dea a
Ketika kesalahpahaman itu tertumpaskan, tak ada lagi praduga penuh curiga. Sepasang kekasih yang masih dibayang-bayangi takut akan perpisahan itu telah kembali saling bercengkerama.Mereka melupakan hal yang sudah terjadi, memilih untuk saling percaya kembali. Ada pun Daffa, ia telah menyesali semua perbuatannya kepada Dea dan berjanji tak akan pernah mengulangi hal sama.Juga berjanji untuk tidak memaksa Dea untuk segera mempertemukannya dengan keluarganya. Ia akan sabar menunggu hingga Dea bersedia. Selagi itu belum terjadi, Daffa akan bersiap-siap, sebab kata Dea bapaknya sangat galak."Gitu, ya? Jadi Dea itu anak yatim?" Herman tak menyangka setelah mendengar tutur curhat rekan kerja yang kini sudah menjadi teman akrabnya di kantor kecamatan.Ini sudah jam makan siang, mereka baru saja selesai makan di warteg yang letaknya tak jauh dari kantor."Heem." Daffa sibuk dengan ponselnya, jadi menjawab singkat pun sudah untung."Dia punya saudara?""Katanya ada. Tapi nggak bilang berapa-
"Aku pergi dulu, ya Na, bye!" pamit Dea Posa setelah dia mulai bosan lama-lama nongkrong di minimarket. Mana para mantan rekannya nanya melulu pula kenapa Dea tiba-tiba berhenti, bahkan pertanyaan apakah benar Dea berhenti bekerja gara-gara gagal nikah itu mampir ke telinganya.Saat ditanya begitu sontak Dea saling kunci pandang dengan Nana, lalu sejurus kemudian tergelak. Bukan, Dea menjawabnya lantang, lalu mengatakan jika apa yang mereka dengar itu adalah kebohongan.Dea memilih merahasiakan soal Rio, meski beberapa dari mereka tahu dan pernah melihat Rio secara langsung. Tapi Dea menyangkal bahwa dia gagal menikah, sebab dari awal tak ada rencana pernikahan. Dan antara Dea dengan Rio, mereka hanya teman biasa.Itu cukup untuk membungkam mulut-mulut penggoreng gosip dan menghentikan beritanya sehingga setelah itu tak ada lagi yang membicarakannya lagi.Dea meraih tas dari meja, hendak pergi. Nana yang baru saja selesai melayani pelanggan, keluar. Hanya separuh tubuhnya yang muncul
Semuanya baik-baik saja ....Menjalani kisah cinta dengan damai dan bahagia.Mereka tertawa, bertemu setiap hari, jalan-jalan, mengunjungi tempat wisata, dan banyak hal lain lagi yang keduanya lakukan bersama. Mereka kompak merajut kenangan, di mana mereka bisa menceritakan di masa depan.Namun, akankah kisah cinta mereka berlabuh di tepian dermaga? Atau justru akan hancur dihantam ganasnya ombak sebelum mata melihat dermaga itu?Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi di masa mendatang. Meski sesungguhnya mereka pun takut pada ketidak-pastian, tetapi hati masing-masing selalu saling menguatkan, saling meyakinkan bahwa kisah mereka akan sampai ke tujuan.***Dea sudah berencana akan mencari pekerjaan lagi di sekitar kecamatan agar bisa bebas ketemu ayang setiap harinya. Dengar dari Nana tempat fotocopy di samping sekolah dasar tak jauh dari toko sedang membutuhkan karyawan. Tidak perlu yang berpengalaman asal pekerja keras. Hanya itu syaratnya."Aku bakal buru-buru nyiapin lamaran ke
Sesaat sebelum rahasia itu terbongkar ...."Dea, tunggu!" Pak Jhon masih tidak menyerah untuk mengejar anaknya, sampai tak menyadari Pak Jhon sudah dekat ke jalan raya utama. "Aduh, anak itu benar-benar pejalan kaki yang cepat. Apa dia tidak kehabisan nafas berjalan secepat ini?"Pak Jhon celingukan, akhirnya ia menyadari ada yang salah di situ. Ah, pantas kakinya terasa sakit, serta keringat pun sudah deras-derasnya macam gerimis yang datang membasahi tanpa diundang."Sudah jauh-jauh sampai di sini, bagaimana mungkin aku kembali dengan tangan kosong?" Sudah terlanjur capek, Pak Jhon akhirnya memilih untuk pergi ke mart sendiri.Namun, setelah berjalan menuju tujuan, Pak Jhon melihat Dea sedang berlari. "Nah, itu dia si Dea! De—"Ketika baru saja mau memanggilnya, suara Pak Jhon langsung hilang ketika dia melihat Dea memeluk seorang laki-laki. Pak Jhon tremor di tempatnya, sebelum kemurkaan menguasai.Setelah bisa mengendalikan diri, barulah Pak Jhon berjalan mendekat, dan hal itu ben
BLAAAAM!Pintu rumah ditutup begitu keras, sehingga ketiga kakak Dea yang sudah berkumpul di ruang tengah, membantu Kak Maya menatap ke arah Pak Jhon dan Dea.Mereka tentunya penasaran dengan apa yang terjadi. Tapi hanya mampu diam. Karena bagi mereka, Pak Jhon yang sedang marah bagaikan singa yang sedang lapar, bila di antara mereka mengganggu, bisa-bisa mereka akan ikut menjadi mangsa juga."Duduk! Duduk!" Pak Jhon menunjuk sofa. Tapi Dea malah tak mau, dia berjalan cepat dan masuk ke kamar. Baru saja mau mengunci pintu, Pak Jhon dengan kasar menendang hingga keluar suara keras hasil dari bantingan pintu tersebut.Dea pun terjatuh karenanya.Lalu apa Pak Jhon merasa bersalah? Tidak sama sekali, ia benar-benar kalap seperti sedang dikuasai setan.Kak Maya, Kak Anita, dan Kak Dina berdiri. Melihat."Pantas kamu akhir-akhir ini jadi pembangkang, ternyata kamu punya pacar di luaran sana! Gila kamu, ya! Nggak ngomong sama bapak!" teriak Pak Jhon. Dan karena teriakan itu, semua orang akhi
Daffa menatap diri di pantulan cerminnya. Sambil memegangi HP. Tertegun untuk waktu yang cukup lama. Mendadak darah seperti bergolak dalam tubuhnya, Daffa gemetar."Jadi ... selama ini aku berpacaran dengan anak orang kaya?" Daffa menelan ludah ketika mengetahui Dea anak siapa.Pak Jhon, pemilik perusahaan properti terbesar di Indonesia, bahkan bisnisnya tak hanya satu, tapi banyak dan tak hanya di Indonesia saja, di manca negara pun ada.Hampir saja ponsel pintar itu jatuh ke lantai. Namun, Daffa buru-buru menangkapnya dengan susah payah, sebelum akhirnya duduk pasrah di atas ranjang."Kalau begini, dengan apa aku harus memperjuangkan? Kami tak sepadan. Aku hanya anak petani yang sangat jauh bila dibandingkan dengannya. Ya Allah, beri hamba petunjuk."Hilir mudik wajah Dea menari dalam rongga pikirnya. Entahlah, Daffa sangat tidak bisa konsentrasi apalagi setelah kejadian malam ini.Pantas kalau bapaknya galak. Orang kaya sudah pasti akan mengutamakan soal bibit bebet dan bobot. Seda
Dea mual setiap kali melihat wajah Pak Jhon. Apalagi saat di mobil duduk bersebelahan. Ketiga kakaknya sengaja membuat Pak Jhon dan Dea duduk bersama. Niatnya, sih memang bagus agar keduanya bisa saling meredam kemarahan masing-masing, atau setidaknya bisa saling meluruskan permasalahan yang sedang terjadi."Bisa geser dikit tidak, sih?!""Ck! Sempit!"Tapi lihat saja, boro-boro bisa saling meluruskan, yang ada dari sejak pergi hingga setengah perjalanan terjadi, keduanya ribut terus seperti kucing dan tikus.Tiga kakak Dea yang duduk di paling belakang saling pandang satu sama lain. Sebenarnya Kak Dina dan Kak Maya ikut tak setuju atas hubungan rahasia Dea dengan laki-laki bernama Daffa itu, apalagi setelah tahu kalau sidianya Dea bukan orang kaya, bahkan kerjanya di kecamatan.Tak selevel!Begitu kata Kak Dina. Malah ia menambahkan, bila Dea sampai nekat menikah dengan Daffa, pasti setiap hari alergi karena dia begitu miskin.Astagfirullah ... Kak Anita yang paling eling di antara m