Share

Bab 3. Hinaan Asta

“Kantor cabang ini ini memang sangat memprihatinkan, saat masih di kantor pusat. Saya memang kerap kali mendengar berita miring. Entah koordinator wilayahnya yang berulah, bahkan dulu perusahaan merugi hingga miliaran akibat ulah dari kodinator reginoal."  

Semua yang ada di ruangan rapat itu sontak saling menatap satu sama lain setelah mendengar ucapan Asta.

“Dari dulu saya sudah menyarankan kepada manajer untuk menutup saja kantor yang ada ini di kota ini, selain menjadi sarang maling—juga banyak skandal karyawan yang tak main-main.” Asta menatap satu per satu orang-orang yang ada di ruangan meeting. “Namun, memang tidak sesederhana itu, ada banyak sekali pertimbangan.” 

Lelaki itu membenarkan letak kacamata yang bertengger di hidung bangirnya.

“Baiklah, meeting hari ini saya lanjutkan dengan pembahasan inti. Saya hanya ingin bertanya, di sini siapa yang bertugas mengarsipkan dokumen barang via darat?” tanya Asta serius.

Salah satu diantara mereka mengangkat tangan, perempuan itu berdehem pelan seraya mengutak atik tablet di tangannya, lalu menatap ke arah Asta.

“Awalnya tim operasional malam, Pak. Tapi sejak tiga bulan yang lalu diserahkan ke karyawan baru.”

Binar tersentak ketika ditunjuk, ia tegugu saat semua atensi di ruangan itu mengarah padanya. 

“Jelaskan, mengapa banyak sekali dokumen yang diretur. Penyebabnya tentu saja karena invoice serta bukti foto unit tak sesuai,” titah Asta.

Binar meremas kedua tangan, merasa gugup dengan susana di sekitarnya.

“Saya tidak tahu pasti, Pak. Saya hanya mencontoh laporan sebelumnya,” jawab Binar pelan.

“Kamu bukan anak SD yang hanya tahu menyalin tanpa bertanya, seharusnya jika mengambil alih pekerjaan. Tanyakan dulu detailnya seperti apa, jangan asal kerjakan,” tekan lelaki itu.

Ruangan begitu sunyi, beberapa dari mereka hanya bisa menunduk. Baik di pusat maupun cabang. Semua tahu jika Asta adalah pribadi yang tegas, dulu dia menjabat sebagai supervisor yang cukup disegani. 

“Maaf pak, saya akan merevisi semuanya." Binar memberanikan diri menatap ke arah Asta, mata hazel itu terlihat menajam.

"Apa dengan kamu merevisinya masalah bisa selesai begitu saja?" tanya Asta datar. "Jika memang tidak bisa bekerja, lebih baik berhenti sekarang. Karena banyak orang yang ingin di posisimu saat ini."

Binar merasakan jika matanya mulai memanas, andai pria itu tahu perjuangannya untuk bekerja di kantor ini. Mengingat pengalamannya hanya bergelut di warung, dan sangat awam mengenai komputer serta semua perangkat di dalamnya. Alhasil ia belajar secara otodidak dari sosial media.

“Maaf Pak, saya akan lebih teliti lagi ke depannya,” ungkap Binar mencoba menekan rasa yang mengganjal di dada.

Asta melihat arloji di tangannya, lantas kembali melihat ke arah Binar. “Ya, memang seharusnya seperti itu. Saya harap bulan depan performamu akan membaik. Jika tidak, saya akan mengajukan ke SPV untuk menggantimu saja.”

***

Binar menghembuskan napas lega ketika menghabiskan sebungkus roti yang ia beli di warung tak jauh dari kantor.

Perempuan itu melangkah keluar dari pantry kantor, sebenarnya sudah disediakan camilan di sana, tapi ia saja yang merasa sungkan.

Ketika berbelok menuju tangga lantai dua, Binar tersentak saat berpapasan dengan Asta. Perempuan itu tergugu, meski hubungan mereka tak baik-baik saja setelah putus. Namun, bagaimanapun lelaki ini adalah atasannya sendiri.

Mau tak mau, ia harus bersikap profesional, bukan?

“Selamat siang, Pak,” sapa Binar pelan. Tanpa mendengar jawaban dari sang atasan, ia langsung menaiki undakan tangga. Akan tetapi, langkahnya terhenti kala Asta mengucapkan hal yang menyakitkan.

“Di sini adalah kantor, bukan club malam.” Pria itu melihat Binar dari bawah sampai atas dengan pandangan mencela. “Perbaiki pakain sama dandananmu, jujur saja itu sangat mengganggu bagi saya. Jika ingin menjadi wanita penghibur, bukan di sini tempatnya,” lanjut Asta dingin.

Jantungnya seakan diremas, sakit sekali mendengar itu semua. Binar menelan ludah susah payah, secara perlahan membalikkan tubuh—menghadap ke arah Asta.

“Apa yang salah dengan pakaian saya? Bawahan rok span sebatas lutut serta atasan kemeja, sama seperti karyawan lainnya. Lantas mengapa Anda mengatakan hal buruk, seolah-olah saya begitu hina?” tanya Binar dengan nada bergetar, menahan amarah yang berkobar di dada.

Raut wajah lelaki itu sama sekali tak merasa bersalah, ia justru melangkah mendekat, menyempitkan jarak diantara mereka.

Asata membungkukkan badan, mengingat postur tubuh Binar hanya sebatas dadanya. “Kamu tidak tahu pandangan seorang lelaki seperti apa, saya sarankan lebih baik memakai celana daripada rok seperti ini. Atau kamu memang senang menjadi fantasi semua lelaki di kantor ini?”

Wajah Binar merah padam, ia mengepalkan tangan. Tanpa sadar air matanya meluruh begitu saja, banyak hal yang ia lewatkan mengenai Asta. Dan ketika mereka kembali dipertemukan, hanya celaan serta hinaan yang keluar dari mulut lelaki itu.

“Asta, kamu—”

“Sangat tidak sopan memanggil atasanmu seperti itu,” sela Asta cepat. “Dan ingat, kita tidak dekat, perempuan miskin yang gila harta tidak pantas mengucapkan nama saya!”

Binar menggigit bibir bawah, tubuhnya terasa menggigil oleh rasa benci yang Asta layangkan. 

“Apa kamu sudah jatuh miskin lagi sekarang? Itu sebabnya bekerja, saya ingat betul wajah congkakmu yang mengatakan akan menikah dengan pria kaya raya. Lalu menatap saya seperti seonggok sampah,” kata Asta penuh penekan.

Tak ada yang tahu gejolak apa yang dirasakan Asta. Namun, dari raut wajah serta tatapan mata penuh kilat kebencian itu. Semua akan menyadari jika wanita di hadapannya adalah sumbernya.

“Saya sangat menyesal, mengapa dulu begitu tertipu dengan wajah lugu serta kemandirianmu. Namun, dibalik itu semua ….” Asta menggantungkan ucapannya, lalu mendekatkan bibir pada telinga Binar seraya berbisik, ”Kamu sangat murahan serta menjijikkan.”

Perempuan itu menggeleng ribut, menjauh dari Asta dengan wajah bersimbah air mata. “Tidak! Saya bukan perempuan seperti itu!”

Asta tertawa serak, lalu dengan cepat mencekal lengan Binar kuat. “Jangan menangis. Kamu terlihat buruk, seperti wanita penghibur yang tak mendapatkan mangsa.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status