Share

Bagian satu

Jangan lupa dukung

Naya anggela pov

Aku tertawa miris melihat pemandangan di depanku. Kakakku dan suamiku sedang tertawa dan bermain air bersama. Harusnya aku senang, kakakku yang biasanya tampak murung kini memancarkan senyumannya. Tapi, saat tau apa yang membuat kakakku senyum hatiku berdenyut nyeri. Alasan kakakku tersenyum adalah suamiku. Ha ha ha hidupku benar-benar miris. Apakah Tuhan tidak cukup menghukumku, tidakkah cukup aku diasingkan oleh kedua orang tuaku. Apakah sekarang aku harus diduakan juga oleh suamiku? Haruskah.

Kakiku berjalan menjauh dari taman dan berjalan masuk kerumahku. Aku berjalan kebelakang rumahku dan pemandangan yang aku lihat adalah hamparan laut. Ya ayo aku jelaskan. Rumahku berada ditengah-tengah laut. Benar-benar tengah laut. Rumah ini hidup sendiri. Mengerikan, aku jadi berfikir apakah semuanya memang sengaja aku tinggal disini agar aku tidak kabur. Jika ingin pergi kedaratan harus menggunakan helepkoter. Tidak bisa jika menggunakan motor laut. Itu hanya akan habis ditengah jalan sebelum sampai didaratan. Menyedihkan bukan?

*****

"Tidakkah kau bisa merelakannya. Ini demi kakakmu, apakah kamu tidak sayang pada kakakmu? Adik seperti apa dirimu." 

Aku tersenyum getir mendengar ucapan mamaku. Haruskah aku baik-baik saja jika permintaannya adalah menikah dengan suamiku? Tidakkah aku boleh egois sekali saja. Bahkan dulu saat kami ingin menikah, aku harus meminta izin dulu dengan kakakku. Kalian tau kenapa? Karena dia adalah mantan dari kakakku. 

Dulu suamiku itu adalah mantan kakakku. Kakakku meninggalkan suamiku karena sakit jantungnya. Dia tidak ingin membuat suamiku sedih dan meninggalkan suamiku untuk berobat di Amerika. Dan sejak dia sudah tidak pacaran dengan kakakku disitulah aku bertemu dengan Aska, suamiku. Kami saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Tapi siapa yang tau, ternyata dia adalah mantan dari kakakku. Huh hidupku memang tidak pernah beruntung.

"Ma, Aska suamiku. Haruskah aku membaginya juga dengan kakak," ucapku lemah. Setega itukah mereka padaku. Tidak bisa kah mereka membiarkan aku bahagia sedikit lebih lama, haruskah secepat ini aku melepaskan Aska.

"Sudahlah. Kami tidak perduli pendapatmu. Yang jelas Aska juga sudah setuju. Tidak sepertimu adik tidak tau diri. Padahal ini juga permintaan terakhir Ahra," ucap mama sinis.

Aku tertawa getir. Ternyata Aska sudah mensetujuinya tanpa bertanya dulu padaku. Ha ha ha, kamu lucu sekali Naya. Apakah pendapatmu perlu. Jangan terlalu bermimpi, bukan kah penikahanmu memang hanya sandiwara belaka. Cinta? Apakah kamu yakin kalau Aska benar benar mencintaimu. Tidak kah kamu meragukan cinta itu, lihat sekarang dia bahkan sudah ingin menikah dengan kakakmu. Apakah kau masih yakin kalau selama ini dia mencintaimu, sadar lah kau hanya pengganti selama ini.

Tanpa sadar air mataku jatuh menyusuri pipiku, hatiku nyeri mendengar itu. Apakah mereka tidak berfikir kalau mereka itu terlalu memaksakan sesuatu. Aska itu suamiku, haruskah sekarang aku membaginya dengan kakakku. Apakah kakakku tidak berfikir kalau dia terlalu keterlaluan. Bagaimana pun juga bukan kah aku ini adiknya, setega itu kah dia padaku? Bahkan sampai suamiku juga di ambilnya. Mudah sekali dia mendapatkan sesuatu yang dia mau, sedangkan aku, aku harus berusaha mati matian mendapatkan izinnya bahkan untuk menikahi Aska.

"Kak kau tega melakukan ini padaku?" tanyaku getir. Setidakmya berikan aku sedikit kebahagiaan, sedikit saja. Aku tidak pernah minta banyak pada keluargaku, aku hanya meminta sedikit saja kebahagiaan.

"Maaf, Naya. Aku mencintai suamimu. Tidak bisakah aku menikah dengannya untuk sisa umurku." ucap Ahra dengan terisak.

Tawa sumbangku keluar mendengar ucapannya. Dan tanpa disuruh air mataku juga mengalir dengan derasnya. Hidupku sudah hancur. Bahkan untuk mempertahankan suamiku saja, aku sudah tidak mampu. Aku sungguh menyedihkan. Sangat, sangat sangat menyedihkan. 

Aku tidak tau apa yang salah denganku sampai mereka setega ini padaku, aku sudah berusaha biasa biasa saja dan mengiklaskan semuanya untuk Ahra. Tapi ini suamiku lo, apakah suamiku juga harus di bagi. 

*****

"Sayang kamu belum tidur?" tanya Aska dan duduk disampingku. 

Kami sekarang tengah duduk di atas kasur king size dikamar kami. Setidaknya Ahra kakakku tidak melakukan hal yang kebih gila kagi dengan meminta tidur seranjang Dengan Aska, atau mungkin sampai waktu pernikahan mereka terjadi.

"Kamu akan menikahinya?" tanyaku lirih. Bahkan hanya bertanya saja air mataku sudah jatuh di pipiku. Tidak sanggup hanya untuk sekedar bertanya, Ya Tuhan betapa banyak lagi air mataku yang harus keluar hanya demi Ahra. Apakah penggorbananku selama ini masih kurang, apakah aku mrmang tidak layak bahagia sehingga harus ujian seberat ini kau berikan.

"Maaf, tapi ini permintaan terakhirnya," ucap Aska menyesal. Dia menatapku dengan tatapan sedih, aku tidak perlu maaf. Sama sekali tidak perlu, memangnya aku siapa sampai Aska harus minta maaf. Apakah aku pantas, apakah gadis sepertiku pantas untuk mendapatkan maaf itu.

"Bagimana kalau permintaan terakhirku adalah kamu tidak menikah dengannya? Akankah kamu mengabulkannya?" tanyaku dengan senyum miris. Sekali saja Aska, sekali saja tolong kabulkan permintaanku. Selama ini aku sudah banyak menggalah, apakah aku tidak boleh egois untuk mendapatkan perhatianmu. Sekali saja setidaknya izinkan aku bahagia, hatiku sakit sekali.

"Kenapa kamu jadi egois begini, Naya. Dia itu kakakmu," ucap Aska tidak suka. Seolah permintaanku adalah sebuah kesalahan terbesar, padahal permintaanku tidak muluk muluk. Hanya agar Aska tidak menikah dengan Ahra saja, aku tidak masalah kalau mereka selalu bersama. 

"Lalu aku ini apa untukmu? Tidakkah kamu butuh pendapatku juga?" tanyaku pelan, sangking pelannya aku juga sangsi kalau Aska mendengarnya.

"Sudahlah, kita tidur saja. Sudah malam," ucap Aska datar dan tidur dengan membelakangiku. 

Aku tersenyum miris. Bahkan Aska mengatai aku egois. Apakah aku benar-benar egois? Haruskah aku melepaskan Aska? Pernikahan kamu bahkan belum menginjak satu tahun, apakah ini harus benar benar berakhir seperti ini. Melepaskan Aska untuk Ahra, kembali mengalah agar Ahra bahagia. 

Aku turun dari tempat tidur ingin keluar dari kamar kamu, sumpah demi apa pun dadaku sakit sekali sekarang. Aku sesak, nafasku tidak beraturan. Tapi panggilan dari Aska saat itu menghentikan jalanku.

"Kamu mau kemana malam-malam begini?" tanya Aska sambil melihat kearahku. Dan jangan lupakan tatapan tajamnya, oke aku sudah biasa di tatap seperti itu. Tidak papa Naya, jawab saja lalu pergi. Batinku menyemangati diti sendiri, bukan kah kau sudah sering di perlakukan tidak adil begini. Tidak papa, abaikan semua orang dan cobalah hidup bahagia dengan caramu sendiri.

"Aku ingin minum," cicitku pelan. "Air disitu habis."

"Hmmm, pergilah. Dan cepat kembali. Hari sudah terlalu larut, ucapnya perhatian. Lalu kembali berbaring dan memejamkan mata.

Aku hanya tersenyum kecil dan berjalan keluar. Dan bukannya mengambil air, aku malah berjalan kearah kolam bernang. Aku sangat menyukai kolam bernang, saat aku masuk dan berendam disana.  Badanku terasa rileks, dan seolah semua beban di pundakku menghilang. Tenang sekali bisa memiliki satu hobi yang tidak bisa Ahra ambil, aku bosan dengan segala hal yang Ahra ambil.

"Wahh sedang apa bumil disini sendirian?" 

Aku melihat ke sumber suara. Ahh ternyata itu adalah Mbak Hani. Kakak perempuan Aska, oh jangan lupakan juga. Dia lah yang begitu baik dan perhatian padaku saat yang lainnya selalu menyudutkanku, bahkan Aska sendiri.

"Ahh, Mbak Hani tau?" tanyaku malu. Aku kira tidak ada yang tau kalau aku hamil. Tapi ternyata, Mbak Hani tau. Padahal aku sudah berusaha bertingkah biasa biasa saja agar tidak ada yang curiga dengan kehamilanku, tapi kenapa Mbak Hani bisa tau. 

"Tentu saja aku tau. Aku kan wanita," jawab Mbak Hani dan duduk di tepi kolam. Memasukkan kakinya ke dalam air, dan menatapku yang sedang berendam di dalam air. 

"Kamu ingin berenang Mbak?" tawarku. Tidak enak juga kalau berenang sendiri, sekalian saja karena ada Mbak Hani. Kali saja dia juga ingin ikut berenang seperti aku.

"Emm tidak perlu kau saja, aku lebih suka melihatmu berenang." Tolak Mbak Hani halus, dia hanya duduk sambil melihat aku yang berenang ke sana kemari. 

Berenanh di malam hari memang tidak baik untuk ibu hamil, tapi strek berlebihan juga tidak baik bukan. Selain berenang tidak ada lagi yang membuat aku tenang, jadu dari pada gila karena strek aku lebih baik sakit karena berenang. 

Dua duanya memang memiliki resiko masing masing, hidup memang begitu kan. Kita akan mendapatkan apa yang sering kita lakukan, aku suka berenang malam maka aku memang harus menerima resiko untuk itu.

"Naya kenapa berenang malam? Apakah ada masalah?" tanya Mbak Hani sambil menatapku penasaran. 

Mbak Hani itu peka, dia memang tidak banyak menuntut untuk lawan bicaranya menceritakan. Tapi percaya lah Mbak Hani adalah salah satu wanita yang benar benar tempat favorit untuk curhat, walau terlihat tidak perduli Mbak Hani adalah orang yang sangat perhatian. Dia bisa menjagaku dengan caranya sendiri, aku benar benar kagum akan sosoknya.

"Tidak ada, hanya memikirkan pernikahanku saja. Sepertinya aku akan segera bercerai," ucapku dengan nada pedih yang terselip di setiap perkataanku. 

Bukan aku menggada ngada, itu memang benar kan. Aku tidak kau di madu, dan Aska ingin menikah dengan Ahra. Maka jika mereka ingin menikah maka ceraikan saja aku, selama aku bukan istri Aska maka laki laki itu bebas memilih siapa pun yang akan jadi istrinya kan? Aku juga sudah muak terkurung di rumah ini, aku ingin keluar dan bebas dari semuanya.

"Kenapa bilang begitu? Aska bisa bunuh diri kalau kalian benar benar bercerai, percaya lah padaku Aska sangat mencintaimu adik ipar. Jangan berfikir untuk bercerai," ucap Mbak Hani sedih. 

Aku tersenyum lelah. "Mbak sudah dengarkan kabar kalau Aska akan segera menikah dengan Kak Ahra, aku tidak mau di madu Mbak. Maka kalau Aska ingin menikah kagi ya silahkan, tapi ceraikan aku dulu. Dengam begitu dia sudah bisa mrnikah dengan siapa pun wanita di luar sana, tanpa ada penggangu lagi seprerti aku."

Hola hola selesai guys, jangan lupa like, comen, vote and subscriber ya. 

Oh iya share juga cerita ini ke temen temen kalian semua, suapaya mereka juga bisa tau apa yang kalian ketahui.

Salam Sayang

Miss Tulalit / Zia Rya 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status