Share

Bagian tiga

Happy Reading

Naya Pov

Senyum di paksakan berusaha aku keluarkan, kamu tidak cengeng Naya. Tidak mungkin hanya begitu saja menagis, ayo lah kemana Naya yang kuat. Kenapa hanya hal seperti itu saja kau ingin menagis, tidak papa Naya. Ayo senyum, jangan buat ibu mertuamu khawatir oke.

Aku mengigit bibir dalamku kuat, tidak bisa Tuhan. Rasanya sangat sakit, kenapa Mas Aska harus setega itu padaku. Haruskah dia juga membawa Kak Ahra ke rumah ibunya, bukannya aku? Apakah sekarang statusku sebagai istrinya tidak lagi di perlukan? Begitukah?

"Sayang kenapa? Apakah Ibu ada salah bicara?" tanya Hani tiba tiba dan segera menghampiriku. Senyum khawatir milik wanita itu sedikit demi sedikit membuatku tenang.

Senyum terpaksa aku keluarkan agar beliau tidak khawatir, jangan menambah beban pikir orang lain Naya. Kalau kau kuat coba lah tahan itu sendirian, jangan bawa bawa orang lain oke.

"Tidak papa ibu, emm mungkin Mas Aska tidak sengaja pulang dari jalan bersama Kak Ahra. Makannya mampir ke sana, maaf ya Naya belum ada berkunjung. Tapi jangan khawatir, Naya akan segera ke sana kapan kapan." Aku tersenyum menenangkan ke arah wanita berumur itu, aku tau dia masih kesal dengan Mas Aska karena membawa Kak Ahra bukannya aku.

Bukannya aku sombong dan percaya diri, tapi sebenarnya memang seperti itu lah kenyataannya. Ibu mertuaku memang lebih menyayangi aku di banding Kak Ahra, itu sedikit banyak membuat hatiku tenang. Setidaknya masih ada yang sayang padaku lebih dari apa pun, hal sesederhana itu benar benar membuatku senang.

"Hemm apanya yang tidak sengaja, lagian buat apa juga Aska menemai si penyakitan itu jalan jalan. Dia memangnya siapa? Hanya mantankan? Lagian statusnya sekarang adalah kakak ipar dari Aska, apakah dia setidak tau diri itu sampai jalan berdua dengan suami adiknya. Menjijikkan," ucap Hani tidak suka. Matanya melirik sinis ke arah Kak Ahra yang masih menunduk menahan tagis.

Lagian siapa juga yang tahan dengan ucapan tajam milik ibu mertuaku itu, aku bersyukur sekali karena aku lah yang dia bela, coba bayangkan kalau aku yang di hina begitu. Belum ada dua hari aku pasti sudah angkat kaki dari rumah ini karena tidak tahan, aku bersumpah kata kata sindiran ibu mertuaku memang sangat bikin sakit hati.

"Ibu sudahlah, kenapa menyudutkan Ahra begitu. Lagi pula sebentar lagi dia juga akan menjadi Istri Aska kan," ucap Aska membela.

Mata Hani melotot, dia menatap tidak percaya ke arah anak laki lakinya itu. Lalu melirik ke arahku bergantian, demi Tuhan apa lagi yang akan terjadi sekarang.

"APA KAU BILANG?" teriak Ibu mertuaku keras. "WANITA PENYAKITAN INI AKAN MENJADI ISTRIMU? KAU GILA YA?"

Hani menatap tidak percaya ke arah anaknya, nafasnya naik turun karena marah. Emosi beliau benar benar tidak bisa di bendung, lirikkan sinis dan tidak suka beliau layangkan ke arah kak Ahra.

"Kau mau jadi perusak rumah tangga adikmu ya?" tanya Hani sinis.

"Ibu sudah lah, ibu apa apaan sih. Ahra tidak salah di sini, jangan membesar besarkan masalah seolah ini adalah hal yang besar." Lerai Aska tidak suka.

"Bukan hal yang besar?" tanya Hani tidak percaya. "Demi Tuhan Aska, kau benar benar lelaki yang sangat bodoh. Bagaimana bisa kau--" Hana terlihat tidak bisa berkata kata. Dia hanya geleng geleng kepala tidak habis pikir, mungkin saja.

"Ibu tidak setuju kalian menikah, tidak akan pernah setuju." Tekan Hani tajam dan menarik tanganku untuk pergi dari sana. Tapi sebelum itu beliau juga sempat memberikan tatapan membunuh ke arah Kak Ahra.

*****

Aska Pov

Aku menatap kepergian ibuku dengan nafas kasar, aku tidak tau apa yang salah dengan Ahra. Tapi ibu benar benar sangat membenci wanita ini.

Bukannya aku ingin dan mau mau saja menikah dengan Ahra yang statusnya adalah kakak iparku, tapi aku bisa apa kalau itu adalah permintaan terakhir wanita ini.

Aku tau aku sangat jahat karena menikah dengan kakak iparku sendiri sedangkan istriku masih hidup, aku tau Naya terluka karena hal ini, aku tau dia pasti sangat sedih. Tapi aku bisa apa? Aku tidak mungkin tutup mata dan mengabaikan penyakit kangker Ahra yang sudah menginjak stadium akhir.

Apakah aku salah kalau mengabulkan permintaannya untuk menikahinya, apakah aku salah jika memberikan apa yang dia mau. Salahkah aku? Tapi aku tidak bisa apa apa lagi jika itu memang salah, hal seperti ini mungkin akan lebih baik jika aku kabulkan.

Kalian salah besar kalau berfikir aku tidak mencintai Naya dan masih mencintai Ahra, tentu saja tidak. Bagiku wanita satu satunya yang aku cintai hanyalah istriku sendiri, Ahra hanya sebagian masa laluku. Sedangkan masa depanku adalah bersama Naya, bagiku menikahi Ahra hanya lah sebagian dari permintaan terakhirnya saja. Naya tetap menjadi satu satunya orang yang aku cintai.

Tapi kenapa Ibuku dan Naya tidak berfikir hal yang sama? Mereka salah besar kalau berfikir aku mencintai Ahra. Tentu saja tidak, untuk apa aku mencintainya? Aku sudah ada Naya demi Tuhan.

"Ahra kamu baik baik saja?" tanyaku dan berjongkok di depan wanita itu, aku bisa melihat jejak air mata di pipinya yang tirus. Dia pasti sangat sedih mendengar hinaan ibuku barusan.

"Maaf perkataan ibuku barusan pasti menyakitimu, aku yakin beliau tidak bermaksut berkata begitu. Maaf ya," ucapku tulus. Aku tidak mau Ahra membenci ibuku, aku tidak menyalahkan beliau juga. Sejak awal Ibuku memang sudah tidak menyukai Ahra, bahkan sejak awal kami pacaran dulu. Entah hal apa yang membuat ibuku membencinya, padahal Ahra adalah gadis ceria yang sangat baik.

"Aku tidak papa, hanya saja--- eggg kau tau kan perkataan ibumu tadi memang sedikit membuatku sedih. Apakah permintaanku untuk memintamu menikahiku itu salah ka? Apakah itu terlalu berlebihan?" tanya Ahra dengan menatapku sedih.

Matanya terlihat berkaca kaca, aku tau Ahra pasti merasa sangat terluka. Kasihan dia, aku harus bisa membuatnya senyum lagi.

"Tidak, tentu saja tidak. Permintaanmu tidak berlebihan kok, ibuku hanya saja-- egggg kau tau bagaimana ibuku kan? Beliau hanya belum mengenal dirimu lebih dalam lagi saja, nanti aku akan menjelaskan pada beliau pelan pelan. Kau tenang saja, aku pasti akan menikahimu nanti." Aku berusaha menangkan Ahra.

"Emm tadi kita ingin makan kan? Ayo ke sana, kau pasti sudah lapar." Ajakku dan kembali mendorong kursi roda Ahra ke arah meja makan.

Mataku tidak sengaja melihat piring yang masih terisi penuh dengan makanan di atas meja, milik Naya. Apakah dia baru makan? Karena nasi dan lauknya masih tersisa sangat banyak, astaga istriku. Dia pasti belum makan banyak, setelah membantu Ahra makan aku akan segera menyuruhnya makan. Wanita itu bisa sakit kalau tidak makan, ada saja kelakuannya yang membuat khawatir.

"Kamu melamun?"

"Haa? Eh kamu bilang apa?" tanyaku kaget dan kembali mengfokuskan diri ke arah Ahra.

Wanita itu menatapku sedikit cemberut. "Kamu melamun apa? Kenapa tidak dengar apa yang aku katakan?" tanya Ahra sedikit kesal.

"Maaf, kamu sudah laparkan? Ayo aku akan menggambilkan makanan untukmu, tunggu sebentar ya."

Hola hola guys, selesai bagian ini. Ah seperti biasa jangan lupa like, comen dan share ya.

Salam sayang

Mrs Tulalit

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status