Share

Kabar Buruk

Setelah berpuluh kali membolak balik benda pipih itu. Tangannya gemetar, hatinya bergemuruh. Kabar yang di bawanya tentu bukan kabar baik untuk keluarganya. Tapi kini langit Jakarta sudah lepas dari pandangannya. Dia hampir mendarat di Kuala Namu. Tapi, dia belum berani menghubungi orang tuanya. 

Tentu menjadi boomerang tersendiri. Mahra dan Refans sudah tidak pernah pulang hampir dua tahun. Tiba-tiba pulang tanpa bersuami. Perempuan 27 tahun itu menghembus napas kasar. Hatinya tak menentu. Tapi, sejak talak menjulur begitu saja dari mulut Refans. Hanya satu yang ingin dia lakukan. Memeluk sang ibu. Dia sangat merindukan dekapan hangat itu. Dekapan tulus tanpa karena. Entahlah, apapun yang terjadi dia akan segera sampai ke kota kelahirannya. Mau tidak mau dia harus segera menghubungi keluarganya.

“Mak, Mahra  sudah di Bandara Kuala Namu. Sebentar lagi sampai Banda. Jemput Mahra ya, Mak?” sebuah pesan mendarat di telpon selule Meilinda. Sang Ibu terkejut bukan main. Berulang kali perempuan berprofesi dokter itu membaca ulang pesan dari putri semata wayangnya. Baginya berita kepulangan Mahra sesuatu yang sangat membahagiakan.

“Baik, Mahra. Mak menunggumu,” dia membalas pesan anaknya dengan perasaan bahagia. 

Perempuan berkepala lima itu segera mengemaskan barang. Untuk segera pulang mempersiapkan segala sesuatu menyambut anak dan menantunya itu.

Dia juga heboh menelpon kedua putranya.

“Mal, pulang ke rumah ya nanti malam bawa anak istri. Mahra dan suaminya sudah sampai Kuala Namu”

“Angoh, pulang ke rumah ya! Adekmu, Mahra sudah pulang,” 

Dia sangat berharap kepulangan anak menantunya akan disambut hangat oleh seluruh anggota keluarga. Dalam pikiran dia terus mengancang-ancang masakan yang akan dihidangkan untuk Mahra dan Refans.

**

Jam 17:30 WIB, pesawat yang ditumpangi Mahra mendarat di Bandara Iskandar Muda. Ragam gejolak yang dia rasakan. Semakin dekat pintu exit semakin besar beban yang mengantung di pundaknyanya. Rasanya, tengkuknya bagai dicengkram hebat. 

 Tentu saja kabar yang dia bawa  akan mengejutkan keluarga. Serta akan menyayatkan hati mereka. Tidak bisa dibayang bagaimana kedua abangnya kan mengamuk ketika mendapat kabar itu. 

Tapi dia ingin segera merengkuh tubuh ibunya. Menumpah segala rasa dalam dekapan terhangat itu. Apapun keadaan saat ini, dia yakin orang tuanya akan bersikap bijak.

Mahra tidak pernah berpikir, bahwa perceraian adalah akhir dari kehidupannya.

Sepanjang perjalanan di udara, wajah tak lekang dari padangannya. Mahra tidak bisa melupakan begitu saja. Saat-saat terindah bersama Refans. 

 Mahra selalu men-suport sang suami. Refans setiap saat mengabari istri dari kantor. Menyuruhnya masak ini itu kesukaannya. Dia sangat gembira meskipun ibu mertua dan iparnya memang dari awal sudah tidak suka padanya.

Tahun kedua menikah,  Refans dipercayakan menjadi CEO karena ayahnya sudah sakit-sakitan. Waktunya bersama Mahra semakin padat. Tapi, Refans masih bersikap hangat padanya. Tidak ada perkataan kasar. Meskipun keputusan-keputusan Refans kerap membuatnya bagai terkurung dalam sangkar. Dia dilarang bekerja, bahkan menulis sekalipun. Dilarang mengembangkan diri. Juga tidak boleh bergaul kesana sini. Tugasnya hanya satu memasak dan menyiapkan segala keperluan sang suami. 

Waktu merangkak begitu cepat, titik jenuh hubungan Mahra dan Refans mulai tampak. Apalagi saat Mahra belum bisa hamil diusia pernikahannya sudah dua tahun. Dia kerap divonis mandul oleh dokter. Hal tersebut, membuat mertuanya sering menghinanya secara terang-terangan.

Mahra mulai merasa sikap Refans yang berbeda. Jarang pulang, kalau pulang marah-marah. Semua yang dikerjakannya selalu salah. Bahkan tak segan-segan Refans mulai menghinanya dengan perkataan yang sangat menyakitkan. Mahra bersabar dengan tidak menceritakan pada siapapun. Bahkan ibunya sendiri.  Dia ingat bahwa urusan rumah tangga tidak boleh dibeberkan kemana-mana.

Semakin hari, sikap Refans dan ibunya semakin zalim. Refans semakin mengagung-agungkan popularitasnya. Semakin angkuh dan kejam. Bahkan sudah beberapa kali melakukakn tindak kekerasan padanya.  Dia masih pada mulanya, tetap bersabar. Berharap waktu akan memperbaiki hubungan mereka.

Ternyata, Tuhan mendengar doa orang terzolimi. Dengan cara spontan, dengan alasan yang sepele Refans mengucapkan talak untuknya. Hanya karena takut perusahaannya bermasalah, dia mentalak Mahra dengan talak tiga. 

**

Dari pintu keluar Mahra sudah melihat ibu ayahnya dan kakak laki-laki keduanya. Ibunya celingak-celinguk memperhatikan orang-orang yang keluar dari pesawat. Meilinda merasa janggal, kenapa Mahra hanya sendiri. Semakin mendekat, semakin nampak jelas anak perempuan mendorong koper seorang diri. Mereka langsung tenggelam dalam pelukan. Semua memeluk Mahra dengan penuh rindu.

“Refans mana, Nak?” tanya ayahnya.

Mahra sejenak terdiam. Tangannya mengelus-elus pucuk kepala keponakannya yang sangat menggemaskan. Pak Burhan masih menunggu jawabannya.  Mahra menggelengkan kepala. Lidahnya kelu, dia tidak ingin merusak emosi para keluarganya yang senang bersuka cita atas kepulangan dirinya. 

Pak Burhan terdiam, menatap lurus ke depan, ada firasat buruk yang mulai menjelma batinya. dia sedang menerka-nerka. Sebagai seorang ayah yang sangat merindukan anak perempuan mereka satu-satunya.

 “Barangkali menantunya sangat sibuk sehingga terpaksa membiarkan istrinya pulang sendirian. Eh, tapi sedang tidak ada moment apa-apa. Kenapa tiba-tiba Mahra pulang?”

Berbagai kemungkin terpikir dalam benak Pak Burhan. Matanya fokus ke depan saat mobil melaju membelah jalan Banda. Hanya tiga puluh menit, mereka sekeluarga sudah sampai di halaman rumah. Rumah yang penuh ketrentraman.

Saat menikmati makan malam, suasana begitu hangat. Semuanya nampak berbahagia apalagi kakak tertuanya sudah pulang juga dari rumahnya . Tiba-tiba Mahra melihat bebek bakar kesukaan Refans, tentu ibunya menyiapkan untuk Refans. Karena di rumah itu tidak ada yang suka bebek.

“Oh ya, Dek. Refans kemana kok nggak pulang?” tanya Jamal abang paling tua.

Semua mata tertuju pada Mahra yang nampak membisu.

“Iya lho, Dek. Takkan dia sibuk sangat sampai-sampai kalian nggak pulang-pulang.  Lagian bukannya jauh kalipun, Bandung itu bisa bolak-balik seminggu tiga kali, lho,” tambah Akmal.

Mahra masih terdiam, matanya sudah berkaca-kaca. Dia kerahkan semua tenaga untuk menenangkan dulu abangnya.

“Abang kita siapkan makan dulu, biar Mahra jelaskan!” Dia yang sudah tak berselera melanjutkan makan. 

**

Mereka duduk di ruang tengah sambil menikmati kopi hangat dan cemilan buatan meilinda.

“Mahra sudah resmi diceraikan Bang Refans.” Napasnya tertahan, tangisnya seketika pecah lagi.

“Apa? Kamu Dek sedang tidak main-main kan?” tanya Akmal.

“Dek, jangan main-main ini persoalan serius?” tanya Jamal yang nampak keheranan.

  “Iya, kami sudah bercerai.” Suara Mahra sudah terdengar serak.

 “Apa-apaan ini Dek, kau dibawa baik-baik dari rumah ini. Sekarang kau pulang sendirian, dasar lelaki bajingan. Aku tidak terima kamu diginiin!” ucap Akmal sambil mengepal tangannya.

 ”Sebenarnya masalah kalian apa, Dek? Sampai berujung ke perceraian seperti ini?” sambung Jamal.

Mahra nampak tergugu, tubuhnya berguncang dalam pelukan ibunya. Dia sudah tidak bisa lagi bercerita. Sedang Pak Burhan terpaku menatap putrinya penuh iba.

Sejenak, Mahra menarik napas. Lalu bercerita.

“Dasar laki-laki bajingan. Aku akan membuat perhitungan dengannya!” geram Akmal sambil mengepal kedua tangannya.

“Sabar Angoh!” Pak Burhan menenangkan anak keduanya.

“Ayah, hatiku panas. Karena demi kepentingan perusahaan dia rela menjatuhkan talak pada Mahra. Dia itu egois!” sahut Akmal.

“Memangnya dia ada masalah apa di perusahaan? Sampai harus menceraikanmu Dek?” tanya Jamal lagi.

“Bang Refans selingkuh dengan istri seorang lawan bisnisnya!” jelas Mahra.

Semua semakin tidak menyangka. Sesadis itu akhir rumah tangga Mah

“Mahra, apapun hari ini keputusannya. Kalian sudah bercerai. Kini, Ayah harap Mahra tetap menjadi Mahra yang kuat, yang hebat. Ikhlaskan sesuatu yang sudah bukan menjadi milikmu lagi,” ucap Pak Burhan dengan bijak sembari tangannya memeremas hangat tangan lembut putrinya. Meilinda semakin mengeratkan pelukannya pada tubuh putri semata wayangnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status