"Busyet! Apakah kau sudah melihat wajahnya?" tanya Raja Dewa tetap dengan mimik tenang.
"Mana aku tahu! Tetapi....apakah tidak mungkin orang yang menutupi wajahnya sendiri dikarenakan dia memiliki wajah yang buruk dan menakutkan?" kata Peri Gelang Rantai kembali pada pembicaraan semula.
Sebelum Raja Dewa menyahut, terdengar satu suara diiringi tawa yang cukup keras, "Bisa jadi! Karena kau sendiri tanpa menutupi wajahmu dengan cadar saja sudah menakutkan ya, Nek?"
Peri Gelang Rantai yang sebelumnya dibuat jengkel karena Si Buta dari Sungai Ular membenarkan kata-kata Raja Dewa tentang persetujuannya untuk tidak mempergunakan Anting Mustika Ratu, palingkan kepala ke kanan. Dilihatnya Si Buta dari Sungai Ular yang sedang nyengir setelah selesai bersemadi. Perlahan-lahan sosok pemuda berpakaian dari kulit ular itu berdiri.
Anehnya, bibir si nenek tersenyum.
"Ah! Kau membuatku tidak enak karena jadi saingan perempuan bercadar itu dalam hal paling jelek!"
Entah karena mendengar kata-kata orang atau dikarenakan merasa sia-sia, Dewi Kematian menghentikan serangannya. Dari balik cadar sutera yang dikenakannya, dia masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya. "Celaka betul! Lelaki tua ini ternyata tidak omong kosong! Dia memang bisa mengerahkan tenaga dalam pada indera penciuman dengan cara yang sangat tepat! Tetapi...," mendadak saja Dewi Kematian palingkan kepala pada Peri Gelang Rantai. "Aku tak mau semua ini sia-sia belaka! Kalau lelaki tua itu berhasil mengatasi seranganku, belum tentu dengan si nenek keparat ini! Kalau begitu... biar kuhantam dia!"Namun sebelum Dewi Kematian melakukan maksud. Raja Dewa sudah berkata tetap dengan sikap tak berubah, "Peri Gelang Rantai! Jurus 'Tepukan Cabut Sukma' hanya bisa diatasi dengan cara mengalirkan tenaga dalam pada indera penciuman, bukan pada indra pendengaran! Tetapi perlu kau ketahui, cara pengaliran tenaga dalammu bukan ditahan pada perut, melainkan pada rongga dada sebelah kiri
TIGA orang lelaki berpakaian keraton yang masing-masing menunggangi tiga ekor kuda hitam itu menghentikan kuda masing-masing di jalan setapak. Dari mulut ketiga ekor kuda gagah itu keluarkan dengusan napas yang cepat. Salah seorang dari ketiga penunggang kuda itu yang bertubuh besar dengan wajah dipenuhi bulu, melompat dengan gerakan yang ringan."Kita berhenti dulu di sini!" katanya kemudian sambil memandang ke depan. Setelah itu, "Bila yang dikatakan Putri Lebah benar, kemungkinannya bukit yang terlihat di hadapan kita yang kira-kira masih berjarak ratusan tombak itulah yang dimaksud dengan Bukit Kalimuntu!"Dua orang temannya pun melompat turun dan arahkan pandangan yang sama. Ketiga lelaki yang bukan lain adalah orang-orang Keraton Wedok Mulyo itu terdiam. Masing-masing orang untuk beberapa saat tak ada yang membuka mulut.Kebisuan itu dipecahkan oleh suara yang bertubuh kurus, "Gandung Pulungan!" katanya memanggil orang yang bersuara tadi. "Besok adalah har
"Aku... aku... eh! Apa tadi? Apakah... o iya! Ayo, kita cari orang yang memanggang daging itu!"Dan tanpa menunggu sahutan si gadis, Wulung Seta sudah berkelebat mendahului. Sesaat Sri Kunting mengeryitkan keningnya tak mengerti melihat sikap Wulung Seta. Tetapi di lain saat dia segera berkelebat menyusul.-o0o-Ketiga orang berpakaian keraton yang kini duduk di hadapan daging-daging panggang, tak seorang pun membuka suara. Pun tatkala Mangku Langit yang sibuk memanggang memberikan masing-masing orang satu buah ayam hutan yang telah masak dan menebarkan aroma yang sangat sedap. Namun tatkala masing-masing orang hendak nikmati ayam hutan panggang itu, mendadak saja mereka ka mengalihkan pandangan ke arah kanan. Kendati tak mengubah keadaan, namun ketiganya berwaspada tinggi.Gandung Pulungan membatin, "Menilik sosoknya gadis yang di punggungnya terdapat dua buah pedang bersilangan dan berpakaian biru muda itu bukanlah Ratu Kegelapan. Tetapi... menurut Ki A
Tatkala Wulung Seta berpamitan dengan orang-orang Keraton Wedok Mulyo, Sri Kunting memasang wajah cerah dengan senyuman di bibir. Lalu katanya, "Terima kasih atas daging panggangnya. Perutku jadi lumayan kenyang. Dan soal Kakang Wulung Seta... sebenarnya dia bukan bermaksud bertanya tentang Bukit Watu Hatur... tetapi memang ingin diberi daging panggang itu...."Wulung Seta tertawa berderai mendengar selorohan si gadis. Dengan kata lain diyakininya kalau Sri Kunting tidak lagi terbawa arus emosi dalam pikirannya. Kendati tak berani berpikir lebih jauh, namun Wulung Seta sudah cukup puas melihatnya kembali ceria seperti sediakala.Beberapa kejap kemudian, sepasang remaja itu pun segera meninggalkan orang-orang Keraton Wedok Mulyo. Menyusuri malam dan terus melangkah. Dengan harapan, akan berhasil menemukan di mana Bukit Watu Hatur berada.Di sepanjang perjalanan, Wulung Seta tersenyum cerah karena mendapati sikap Sri Kunting yang kembali ceria. Sementara itu, oran
"Bila memang batu yang jatuh tadi digulingkan oleh seseorang, sudah tentu orang itu tak ingin diketahui dia sudah berada dan menunggu di Puncak Kalimuntu. Mengingat, tak ada lagi sesuatu yang membahayakan. Dengan kata lain, orang itu tentu berharap agar kami menganggap batu itu jatuh begitu saja. Hmmm... apa akal sekarang?"Gandung Pulungan terdiam beberapa saat. Lalu tampak dia mendekati kedua temannya dan menyampaikan apa yang dipikirkannya. Kemudian sambungnya, "Kita mendaki dengan cara berbaris. Bila ada bahaya yang datang, kita akan bisa mengambil risiko dengan menggabungkan tenaga dalam. Saat kalian mendaki, alirkan tenaga dalam kalian ke dinding bukit ini dengan pergunakan ilmu 'Sungai Mengalir Membedah Diri'. Bila aku sudah tiba di Puncak Kalimuntu, kalian langsung bersalto dengan cara menjadikan tumpuan orang yang berada lebih dulu di atas. Dan langsung menyebar. Paham?"Setelah mendapati anggukan dari Kerta Sedayu dan Mangku Langit, Gandung Pulungan mendaki l
Mendengar ancaman orang yang bernada mengecilkan itu, membuat Gandung Pulungan bukan main gusarnya. Begitu pula dengan Kerta Sedayu yang bertubuh agak kurus dan Mangku Langit yang lebih pendek dari kedua temannya.Tak bisa menyembunyikan kemarahannya melihat orang yang telah membunuh Pangeran Wijayaharum akhirnya muncul juga, Gandung Pulungan berkata keras, "Ratu Kegelapan! Sebuah julukan yang cukup menggetarkan hati! Tetapi sayangnya, julukan itu akan terkubur di Puncak Kalimuntu! Lebih baik jangan berlaku bodoh!"Perempuan berpakaian warna biru langit itu menyeringai dengan menyipitkan mata."Ucapanmu sungguh penuh sesumbar!" makinya keras dengan dada bergerak cepat. Perlahan-lahan kaki kirinya digeser ke belakang, dengan kedua tangan dikepalkan. Terlihat kemudian sosok perempuan itu bergetar, namun pandangannya tetap tak berkedip. Rupanya dia memang tak mau membuang waktu dan segera mengalirkan tenaga dalam.Mendapati sikap lawan yang siap melancarkan
Lagi-lagi Gandung Pulungan mengambil tindakan cepat. Dengan kesigapan penuh dia menyambar tubuh Mangku Langit yang muntahkan darah seraya berkata, "Tahan amarahmu, karena amarah akan membuat kita menjadi bertambah kacau! Seperti yang dikatakan Ki Ageng Malaya, perempuan ini memang bukan orang sembarangan! Dan kita tidak bisa menghadapinya sendiri-sendiri!"Lalu dengan kepala ditengadahkan dan mata disipitkan, dia merandek dingin pada Ratu Kegelapan yang sedang menyeringai lebar, "Kau benar-benar tak pantas dikasihani! Kelancanganmu ini harus....""Justru kalian yang tak bisa memandang tingginya langit!" putus Ratu Kegelapan dingin. "Lebih baik melompat dari tempat ini sebelum aku yang melempar kalian satu persatu ke bawah!""Keparat betul! Biarlah aku mengulur waktu dulu sembari menunggu Kerta Sedayu dan Mangku Langit memulihkan tenaga!" kata Gandung Pulungan dalam hati.Lalu seraya maju dua tindak dia berkata, "Ratu Kegelapan... sisi kehidupan manusia te
Namun di saat yang genting bagi Mangku Langit, mendadak saja terdengar satu sentakan gelombang angin yang luar biasa dahsyatnya mengarah pada pukulan Ratu Kegelapan.Kematian yang hendak diturunkan perempuan berpakaian biru langit itu putus di tengah jalan setelah terdengar suara letupan yang sangat keras.Bummm!Sosok Ratu Kegelapan mundur lima tindak ke belakang dengan kedua mata terbeliak. Sesaat napasnya seolah terhenti begitu saja. Di lain saat terdengar desisannya pelan, tatkala melihat satu sosok tubuh yang tadi menghalangi serangannya dan berdiri di hadapan Mangku Langit yang rupanya telah jatuh pingsan akibat tak kuasa melindungi diri dari getaran dua benturan serangan dari dua orang itu, "Si Buta dari Sungai Ular...."-o0o-Orang yang tadi menahan serangan Ratu Kegelapan pada Mangku Langit memandang tak berkedip ke arah perempuan berpakaian warna biru langit itu. Sesaat pandangannya dialihkan pada Mangku Langit. Dan diam-diam dia mendesis