“Oh, jadi ini kelakuan kamu di belakangku?” “Amal!” Orion terlihat linglung seperti lelaki yang ke gep selingkuh oleh istrinya. Pria itu berdiri mendekatinya, tapi ia segera menyingkir.“Bagus!” Ama bertepuk tangan dengan bibir menyeringai. “Kamu bilang kemarin lagi di Bandung karena ada kerjaan. Tapi,” jedanya dengan menaikkan suaranya, “kamu di sini, berduaan dengan wanita lain, Rion!”“Amal, dengerin aku dulu!” “Stop! Jangan sentuh aku anying!” Ama mundur beberapa langkah ketika tangan Orion kembali hendak menyentuhnya. Bibirnya berkedut, menatap suaminya yang masih saja berusaha untuk mendekat.“Ok…. Aku akan diam. Tapi, kamu dengerin dulu penjelasan ku!” pinta Orion dengan sangat.Ama menggerakkan rahangnya dalam diam, walau kini dadanya tengah bergemuruh. Sesuatu di dalam dirinya sudah hampir meledak jika tak ingat di mana mereka berada sekarang. “Ama, sebaiknya kita turuti keinginan suamimu!” Farah bahkan memintanya untuk diam dan mendengarkan.Dia pun berdecak. “Ok! Aku ber
“Aku hanya gak mau kamu salah paham, Mal.”“Tapi, dengan seperti ini kamu sudah menyakitiku!”Orion menarik kursinya hingga kini menempel pada lelaki itu. Ama hanya diam dengan sedikit salah tingkah. Ia masih sadar jika mereka tidak sedang berdua saja, melainkan ada Diana dan Farah sedang mengawasi di depan mereka.Akan tetapi, Orion seperti tidak peduli. Lelaki itu bahkan dengan berani mengecup punggung tangan, lalu menatapnya dengan tatapan bersalah. “Aku berani bersumpah, kalau aku dan Diana tidak ada hubungan apa pun selain mitra kerja!” jelas lelaki itu.“Kau yakin kata-katamu bisa dipercaya?” Ama berusaha percaya sekaligus mendiamkan desiran dan rasa mulas di perutnya. Orion memang benar-benar membuat hidupnya jungkir balik dan bangun lagi. Rasanya, hidup dengan Orion itu seperti naik roller coaster. Pada saat di atas ia dibuai dengan banyaknya angin segar. Namun, ketika turun perutnya dibuat melilit hingga ingin menangis dengan rasa yang tidak menyenangkan itu. Akan tetapi, ia
“Astaga, bagaimana bisa aku menjadi panas dingin begini?” Ama mengutuk diri sendiri lantaran pikirannya yang tiba-tiba berubah menjadi kotor. “Ini semua gara-gara Rion!” dumelnya sambil melihat ke arah pintu kamar mandi.Usut punya usut, ternyata penyebab Ama ngumpet di kamar mandi berawal dari sang suami. Setelah kepulangan mereka dari cafe, Ama dan Rion langsung menuju ke kamar. Niat hati dirinya ingin langsung ganti baju, lanjut rebahan. Namun, siapa sangka ketika kakinya sampai di depan pintu kamar, sebuah pertunjukan terjadi.Sontak, ia pun berteriak, “Yakh! Apa yang kamu lakukan, Bodoh?!” “Aish, ngagetin aja sih kamu, Mal!” balas Orion berteriak. “Kenapa itu ngapain, sih?” Lelaki itu menatapnya dengan mata menyorot kesal.Ama sudah memalingkan wajah ke arah lain dengan wajah merona. “A-apa kamu gak bisa ganti baju di dalam kamar mandi?” tanyanya terbata.Dengkusan terdengar jelas di belakang bahunya. “Kau berteriak hanya karena melihatku melepas celana?” Suaranya terdengar tak
Amalthena berjalan sempoyongan di sebuah lorong hotel. Dia merasakan ada yang salah dengan tubuhnya setelah minum segelas wine yang ditawarkan Karina—kakak tirinya.Dia mengumpat saat rasa sakit menyerang kepalanya, ditambah tubuhnya juga menggigil. Padahal dia hanya minum sedikit tadi, dan toleransinya terhadap alkohol lebih kuat dari beberapa orang.Gaunnya yang tanpa lengan semakin membuat dia menggigil hingga ke sekujur tubuhnya. Ia harus cepat pulang, sebelum ada orang yang melihatnya dalam keadaan seperti ini. Ketika dia hampir mencapai lift, dia merasakan dahinya menabrak sebuah dada bidang seorang pria. “Ah, maaf!” ujar Ama dengan kepala tertunduk.“Ama?” Ama tertegun mendengar suara familiar itu. Ia pun mendongak.“Kamu gak apa-apa?” tanya pria itu lagi.Walaupun pandangannya sedikit mengabur, Ama tetap yakin jika pria itu adalah Orion Setiawan. Pria yang selama ini menjabat sebagai CEO Angkasa Group. Hubungan mereka pun tidak berjalan baik, alias musuh bebuyutan.Jika bia
Ama menunduk menatap foto-foto yang dilempar ayahnya. Foto-foto tersebut diambil dengan sudut yang pas. Tentu akan membuat orang yang melihat menjadi salah paham. Itu adalah foto dirinya dan Orion yang tengah ada di lorong hotel semalam, bahkan ada beberapa foto Orion ketika menggendongnya masuk ke kamar hotel.Deg!Keringat dingin membanjiri dahi Ama. “B-bagaimana bisa ada f-foto itu…”Tubuhnya gemetar ketakutan, apalagi saat matanya menangkap jelas keberadaan Edrick yang duduk di single sofa, di rumahnya. Tungkainya yang lemas dipaksa untuk berjalan mendekati sang tunangan. “M-mas, A-ama bisa jelasin!”Pria itu langsung menepis tangan Ama saat ingin digenggam. Sakit, tapi tak berdarah. Hatinya begitu diliputi rasa takut dan juga frustasi. “M-mas….” panggilnya dengan mata basah.“Bukankah pria itu adalah Orion?” tanya Edrick.Ama menegang kaku, apalagi saat Edrick membawa-bawa nama pria itu. Dia bingung harus menjawab apa dan hanya menunduk. “I-tu–”“Tega kamu, Ma!” kata itu begi
Ama sudah tidak tahan. Ia pun berdiri dari duduknya, lalu menghampiri Karina. Tanpa babibu, dia langsung menarik rambut Karina, sampai membuatnya memekik nyaring. "Apa yang kamu lakukan, jalang?!" teriak Karina, sambil berusaha melepaskan jambakan Ama. "Dengar, ya!" Ama mendesis. "Kamu tidak akan bisa mengambil itu semua, karena dari awal, semua itu memang bukan untukmu!" "Amalthea! Lepaskan tanganmu!" Ameera mulai membantu sang anak yang mulai menangis. Namun, bukannya melepaskan, Ama malah menjambak rambut Ameera dengan tangan satunya. "Diam kamu, Nenek!" Keributan di kamar rawat VVIP itu akhirnya mengundang perhatian orang-orang di luar. Pintu terbuka, membuat Ama berhenti sejenak dan menoleh. Pada saat itulah jambakannya mengendur. Edrick berdiri di depan sana bersama kedua orang tuanya. "Amalthea!" bentak Edrick. 'Oh, sialan!' Ama mengumpat dalam hati. Situasi ini pasti terlihat seperti dirinya yang menyiksa dua dedemit ini. Ama buru-buru melepaskan tangannya. "Mas Edric
“Apa?” Ama yakin, ia tadi mendengar sesuatu. “Ck! Baiklah, sesukamu saja,” jawab Orion akhirnya, malah mengalihkan wajahnya ke arah lain. "Kalau begitu, aku terima semua syaratnya. Tapi, aku juga punya beberapa syarat.” “Apa itu?” Ama mengerutkan keningnya. “Satu, tidak boleh bermesraan dengan lawan jenis selain aku di hadapan khalayak ramai. Dua, jika pergi harus saling memberi tahu ke mana dan dengan siapa. Ketiga, jika sampai perjanjian ini berakhir dan kamu memiliki sedikit rasa padaku, maka kamu harus menuruti semua keinginanku.” Orion memberikan syaratnya tanpa jeda. “Apa-apaan itu semua tadi?” Ama menganga tidak percaya dengan apa yang dia dengar. “Deal atau nggak?” Orion menatap Ama serius. Orion mengangkat sebelah alisnya ketika melihat Ama berpikir keras. Wanita itu tampak menimang-nimang persyaratan dari Orion. Beberapa saat kemudian, akhirnya Ama membuka suara. “Deal!” Tangan Ama menggantung di udara. Cepat-cepat pria itu melangkah untuk menyambut uluran tang
Sosoknya yang tinggi itu tampak mengintimidasi Edrick. Ama terdiam di tempatnya. Untuk pertama kalinya, ia melihat sisi lain dari Orion. “Seperti yang kau bilang, dua hari yang lalu kalian masih bertunangan,” Orion lalu melirik Karina yang berdiri di sebelah Edrick. “Tapi, apa kau tidak memiliki kaca di rumah?” Ama tidak bisa berpaling. Pesona Orion hari ini benar-benar menjeratnya hingga netra Ama sulit sekali dialihkan dari pria tersebut. “Sayang sekali istriku harus bertemu ubur-ubur sepertimu kemarin,” Nada bicara Orion kembali seperti semula. “Dia sangat malang malang bertemu dengan pria bodoh yang sudah menyia-nyiakannya.” Sudut bibir pria itu tertarik ke atas hingga membentuk sebuah kurva senyum. Ama terpaku sesaat, merasakan debaran jantungnya yang mendadak jadi aneh. “Istriku,” panggil Orion lembut. Ama baru sadar ketika pria itu sudah merangkul pinggangnya kembali. “Hm?” sahut Ama. “Bukankah aku ini tampan?” Seperti terhipnotis, Ama mengangguk saja hingga Orion sema