Share

Test DNA

"Tenang, kok lebih panikan kamu dari Nia," ujar ibu seraya menarik hidung putra bungsunya.

"Ntah, Bu. Nggak tega lihat Mbak Nia nggak berdaya gitu. Sakit, ya, Mbak?" tanya pelan. Dia mengambil teh hangat dan diminumkan pelan. Andai rumah tanggaku dengan Mas Gilang masih utuh. Tentunya dia sangat bahagia. Namun, sayang. Napsu menghancurkan ini semua.

"Tenang, rileks! Jangan ada beban pikiran. Fokus melahirkan. Setelah ini baru kita pikirkan hal lainnya," ujar ibu. Air mataku merembes. Jemari tua ibu menyekanya perlahan.

"Hari perpisahanku dengan kalian semakin dekat. Aku tidak tak akan pernah bisa melupakan kebaikan kalian ...."

"Sssttt! Berdoa pada Allah, agar bayi yang sebentar lagi kamu lahirkan mengalir darah keturunan Sentawibara," ucap ibu pelan. Sangat pelan, hanya aku dan Khanif yang mampu mendengarnya.

Aku dipindahkan ke ruang rawat inap. Pembukaan sama sekali tidak berjalan. Bayinya pun sama sekali tidak bergerak. Khanif sibuk mengurus segala sesuatunya.

"Mau sesar atau ope
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status