Beberapa hari setelah pemanggilan itu, tiba-tiba saja Ian sudah tak terlihat. Entah kebetulan atau bukan, tetapi waktunya bisa pas sekali setelah kejadian tersebut. Pada hari pertama Dita menganggap mungkin pria itu sedang sibuk jadi tak sempat menampakan diri. Namun, ketika seminggu telah berlalu Dita pun menjadi keheranan. Ada rasa lega setelah melihat Ian yang sudah kembali tak menampakkan diri, tetapi ada rasa penasaran dalam hatinya. Tidak mungkin Dita akan bertanya pada pria itu. Mereka bukan siapa-siapa. Tak ada status penting di antara mereka berdua. Hanya sekedar kenalan dari teman.
Dita sedikit melamun dengan pandangan tertuju dinding kaca. Pemandangan lorong yang dulu sering dilewati oleh bayangan Ian kini telah menghilang. Kedua netra Dita memandang kosong pada dinding tersebut. Hingga sebuah suara menginterupsinya. "Dit! Kok ngelamun? Kenapa?" Maya berdiri menatap cemas ada sahabatnya itu. Sudah tiga kali ia memanggilnya tapi tak ada tangga"Yang ini untuk Nona Maya dan ini Nona Dita." Alex menyerahkan dua buah paper bag pada Maya dan Dita. Dua orang gadis di depannya menerimanya dengan senang hati serta mengucapkan terimakasih.Pagi tadi Alex diminta Ian untuk menyerahkan paper bag tersebut pada dua perempuan yang merupakan anak magang di perusahaan ini. Alex sudah mengira ada hubungan aneh di antara bosnya itu semenjak kejadian makan siang waktu itu. Ditambah setelahnya Ian sering mondar mandir tidak jelas dilantai tempat berada dua anak magang tersebut berada. Dirinya mengira bosnya sedang mengincar salah satunya, namun rupanya ia salah.Dua anak magang berama Maya dan Dita rupanya kenalan bosnya. Maya adalah teman masa kecilnya sedangkan Dita adalah temen dari Maya. Bahkan yang mengejutkan adalah Maya merupakan calon istri Zayyan. Alex mengenal Zayyan karena ia cukup sering bertemu dengannya.Alex melirik pada Dita yang terdiam memandangi paper bag di tangannya. Jika bukan Maya, maka past
Suara tangis terdengar begitu jelas di telinga. Seorang remaja laki-laki tengah menenangkan gadis kecil yang berada di gendongannya. Laki-laki tersebut berhenti sejenak untuk membenarkan posisi gadis berkuncir dua di kanan dan kiri yang digendong di punggungnya itu, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Meski beberapa kali ia mencoba menenangkannya, tangisnya tetap tak berhenti."Maya mau es krim?" tanya laki-laki tersebut mencoba membujuknya dengan makanan kesukaannya agar tangisnya berhenti.Dan benar saja tangis gadis tersebut berhenti. Kepala kecilnya mengangguk dan menjawab dengan suara seraknya, "mau.""Kalo Maya udah nggak nangis lagi nanti Mas Yan beliin.""Maya nggak nangis," ucapnya masih dengan suara serak akibat menangis tadi.Remaja laki-laki tersebut tersenyum puas melihat cara bujukannya berhasil. Dua lengan kecil itu melingkar ke lehernya. Bahkan ia bisa merasakan ada basah di lehernya. Mungkin itu dari air mata Maya.
Bertepatan dengan berakhirnya masa magang, keesokannya tanggal merah dan esoknya lagi hari Minggu. Maka Maya diajak Zayyan pergi mengunjungi rumah orangtuanya. Dirinya akan menginap dan pulang pada hari Minggu. Pagi-pagi pukul tujuh mobil Zayyan sudah terparkir di halaman rumah Maya. Ratih pun mengajak calon menantunya itu sarapan bersama.Usai sarapan bersama, Bima berbincang sejenak pada Zayyan mendoakan perjalanan mereka seta tak lupa menitip salam untuk calon besan. Ratih pun juga menitipkan beberapa bingkisan untuk kedua orangtua Zayyan."Hati-hati ya, jangan lupa kabarin mami kalo dah sampai." Ratih memeluk lalu mengecup pipi Maya kanan dan kiri.Zayyan mengucap pamit setelah dipeluk oleh sang calon ibu mertua. Kemudian mengangguk pada Bima sebagai tanda pamitnya. Setelah itu Maya dan Zayyan masuk ke mobil. Kendaraan beroda empat itu berjalan mulus membelah jalanan.Maya menengok ke kursi belakang melihat tumpukan barang titipan dari maminya
Maya makan sendiri ditemani oleh Zayyan. Siang tadi ia ketiduran hingga melewatkan jam makan siang, makanya saat ini dirinya hanya makan sendiri. Dewi sang calon mertua tak keliatan batang hidungnya semenjak ia memasuki ruang makan. Sementara ayah Zayyan sempat terlihat dan menyapanya dengan ringan. Terlihat tak mempermasalahkan dirinya yang tertidur hingga melewatkan makan siang.Abimana tak menyalahkan Maya sama sekali. Dia memakluminya apalagi putranya tadi sempat memberitahu kalau calon menantunya pulang larut malam karena acara perpisahan dari kantor. Sudah kurang istirahat di malam hari masih ditambah duduk hampir lima jam selama perjalanan yang pasti membuatnya semakin tidak bisa beristirahat dengan nyaman. Setelah melempar senyum dan menyuruhnya makan, Abimana menuju halaman belakang menemani sang istri yang sedang berkebun.Maya menyelesaikan makannya dengan tenang. Dia tanpa sadar hampir melahap habis semua menu makanan yang disajikan oleh Zayyan. Melihat
Maya memasuki kamarnya dengan berlari usai pulang dari sekolah. Hari ini ia pulang cukup terlambat membuat ia sangat terburu-buru mengganti pakaiannya. Biasanya dia akan sampai rumah pada pukul sepuluh pagi, namun sopir yang biasa menjemputnya sedang tidak masuk karena pulang kampung sehingga dirinya harus menunggu maminya datang untuk menjemputnya. Maminya yang bekerja terlambat datang karena menemui tamu dadakannya ditambah saat perjalanan pulang jalan arah menuju rumahnya malah terkena macet. Jadilah Maya sampai di rumah ketika jarum jam dinding menunjukan waktu pukul satu siang. Setelah berganti seragam sekolahnya ke pakaian rumah, ia meraih salah satu bukunya. Buku tersebut sedikit menyumbul karena ada sesuatu terselip di dalamnya. Terdapat lipatan selembar kertas dengan tulisan acaknya serta dua buah tanda tangan di bawahnya. Bibirnya tersenyum sumringah kala melihat namanya bersanding dengan nama laki-laki yang disukainya. Suara kekehan terdengar keluar dari mulutnya. Usai pu
Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik. “Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas. Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi ters
“Ayo kita pulang!” ajak Adip pada pacarnya. Pria itu bergegas mengambil barang bawaannya dan menggandeng tangan kekasihnya. Namun, baru saja Adip ingin melangkah suara seseorang menahannya. “Mau kabur ke mana?” Seorang pria dengan kaos polos berwarna putih dan bawahan celana berwarna beige melangkah mendekat. Ia berdiri di depan Maya menutupi gadis itu. “Anda siapa?” tanya Adip. “Saya kakaknya. Dari tadi saya mengawasi kalian berdua di sana, baru saja pergi sebentar sudah seperti ini.” Pria itu menoleh menatap pada pacar Adip. “Dia datang mengajak bertemu adik saya dan mengaku single. Kalian mengaku bertunangan, tapi saya nggak lihat cincin yang melingkar di jari laki-laki itu.” Perkataan pria tadi sontak membuat wanita itu menarik tangan Adip dengan keras untuk mengecek jarinya. Melihat tak ada cincin di sana ia bertanya dengan marah, “di mana cincinnya?” “Dia sengaja datan
Maya menatap pemandangan di luar dengan wajah cemberut. Sementara di sampingnya Zayyan mengemudikan mobilnya mengabaikan Maya. Ketika hari hampir petang Zayyan langsung menyuruhnya pulang. Meski Maya sudah menolak dan memberi alasan bahwa ia sudah besar, pria itu tetap kekeh dengan keputusannya. Bahkan saat Maya meminta bantuan pada Ian, laki-laki itu hanya mengendikkan bahu menolaknya. Dia malah asik menghabiskan camilan yang telah dipesan oleh Zayyan lagi. Dita yang belum mengenal dekat hanya bisa diam tak membantah jadi Maya tak mendapatkan dukungan dalam memprotes Zayyan. Baru saja mereka selesai mengantarkan Dita yang mana Zayyan mengikuti mobilnya dari belakang. Kemudian Maya berpindah ke mobil Zayyan untuk mengantarnya ke rumah. Tiba-tiba mobil berhenti. Mereka berhenti di minimart dan Maya melirik ke arah Zayyan yang turun dari mobil. Pria itu tak mengatakan apapun yang membuat Maya semakin sebal. Setelah sekian tahun tidak bertemu mengapa laki-laki yan