Bertepatan dengan berakhirnya masa magang, keesokannya tanggal merah dan esoknya lagi hari Minggu. Maka Maya diajak Zayyan pergi mengunjungi rumah orangtuanya. Dirinya akan menginap dan pulang pada hari Minggu. Pagi-pagi pukul tujuh mobil Zayyan sudah terparkir di halaman rumah Maya. Ratih pun mengajak calon menantunya itu sarapan bersama.
Usai sarapan bersama, Bima berbincang sejenak pada Zayyan mendoakan perjalanan mereka seta tak lupa menitip salam untuk calon besan. Ratih pun juga menitipkan beberapa bingkisan untuk kedua orangtua Zayyan."Hati-hati ya, jangan lupa kabarin mami kalo dah sampai." Ratih memeluk lalu mengecup pipi Maya kanan dan kiri.Zayyan mengucap pamit setelah dipeluk oleh sang calon ibu mertua. Kemudian mengangguk pada Bima sebagai tanda pamitnya. Setelah itu Maya dan Zayyan masuk ke mobil. Kendaraan beroda empat itu berjalan mulus membelah jalanan.Maya menengok ke kursi belakang melihat tumpukan barang titipan dari maminyaMaya makan sendiri ditemani oleh Zayyan. Siang tadi ia ketiduran hingga melewatkan jam makan siang, makanya saat ini dirinya hanya makan sendiri. Dewi sang calon mertua tak keliatan batang hidungnya semenjak ia memasuki ruang makan. Sementara ayah Zayyan sempat terlihat dan menyapanya dengan ringan. Terlihat tak mempermasalahkan dirinya yang tertidur hingga melewatkan makan siang.Abimana tak menyalahkan Maya sama sekali. Dia memakluminya apalagi putranya tadi sempat memberitahu kalau calon menantunya pulang larut malam karena acara perpisahan dari kantor. Sudah kurang istirahat di malam hari masih ditambah duduk hampir lima jam selama perjalanan yang pasti membuatnya semakin tidak bisa beristirahat dengan nyaman. Setelah melempar senyum dan menyuruhnya makan, Abimana menuju halaman belakang menemani sang istri yang sedang berkebun.Maya menyelesaikan makannya dengan tenang. Dia tanpa sadar hampir melahap habis semua menu makanan yang disajikan oleh Zayyan. Melihat
Suara tawa kecil bersahutan terdengar di salah satu sudut rumah. Dua orang hawa berbeda generasi terlihat tengah bercakap ringan sembari berkutat dengan sesuatu. Pagi-pagi Maya sudah bangun dan turun dalam keadaan sudah segar. Dia langsung pergi menuju dapur dan kebetulan di sana ia melihat Dewi. Dewi terkejut melihat dirinya dan bertanya apakah dirinya menginginkan sesuatu. Maya berencana ingin membuat sesuatu untuk keluarga Zayyan. Hitung-hitung sebagai tebusan rasa bersalahnya kemarin.Mendengar perkataan Maya yang ingin memasak membuat Dewi tersenyum senang. Ia pun langsung mempersilakan Maya untuk melakukan yang diinginkannya. Maya mengenakan apron dan mengikat tinggi rambutnya. Dua orang wanita tersebut sibuk dengan kegiatannya dan sembari sesekali bertukar kata. Tak lama harum masakan menguar memenuhi ruangan. Seseorang berdiri di sana memandangi pemandangan dua wanita dengan tatapan hangat.Maya berbalik ingin mengambil piring sedikit terkejut melihat Zayyan yang berdiri menat
Kegiatan kuliah Maya kembali seperti sebelumnya. Maya dan Dita yang sudah menyelesaikan masa magang kini mulai disibukan dengan laporan. Belum lagi mulai minggu lalu ujian tengah semester sedang berlangsung. Jadi sudah dari selama minggu ini dan kemarin mereka berdua sudah cukup sibuk dengan kegiatan perkuliahan mereka. Beruntungnya waktu ujian tengah semester bertepatan dengan minggu terakhir mereka masa magang. Setidaknya fisik dan pikiran mereka tidak bekerja terlalu berat.Saat ini mereka baru saja selesai jadwal terakhir ujian hari ini. Keduanya berencana menyicil laporan di rumah Maya. Tak terasa ketika matahari masih di puncak sekarang mulai bergerak untuk terbenam. Maya dan Dita menggerakkan badan yang terasa kaku karena duduk selama hampir empat jam. Ratih datang membawakan camilan untuk mereka berdua."Udahan dulu ngerjainnya, ini dimakan dulu. Dita pulang abis makan malam aja ya, nak."Dita menganggukan kepala dan mengucapkan terimakasih pada ibu Maya. Setelah itu Ratih kem
"Ian yang keliatannya gitu sampai sekarang belom pernah punya hubungan sama cewek sekali pun."Celetukan Zayyan membuat orang di sana terkejut tak percaya. Bahkan Bima yang daritadi diam jadi tertarik mendengar obrolan tersebut. Maya, Dita hingga Ratih pun menoleh menatap ke arah Ian dengan pandangan tak percaya. Sementara itu Ian yang mednengar celetukan asal dari Zayyan jadi tak terima."Ngarang! Kata siapa belum pernah pacaran?! Banyak tau cewek berjajar ngantri pengen jadi pacarku!" protes Ian dengan wajah kesal. Zayyan ini lupa atau bagaimana padahal diirinya sering bercerita pada sahabatnya itu. Betapa lelah dirinya bertemu wanita berbeda tiap harinya.Zayyan tersenyum sinis. "Maksudnya temen main kan? Bukannya lo sendiri bilang kalo mereka cuma temen main."Maya menggelengkan kepala dengan wajah jijik. "Ckckck ... Mas Ian ternyata playboy ya. Kasian banget mereka cuma dianggap temen.""Eh itu, bukan, maksudnya." Ian terbata-bata mencari penjelasan. Dia ingin mengelak, tetapi ti
Maya memasuki kamarnya dengan berlari usai pulang dari sekolah. Hari ini ia pulang cukup terlambat membuat ia sangat terburu-buru mengganti pakaiannya. Biasanya dia akan sampai rumah pada pukul sepuluh pagi, namun sopir yang biasa menjemputnya sedang tidak masuk karena pulang kampung sehingga dirinya harus menunggu maminya datang untuk menjemputnya. Maminya yang bekerja terlambat datang karena menemui tamu dadakannya ditambah saat perjalanan pulang jalan arah menuju rumahnya malah terkena macet. Jadilah Maya sampai di rumah ketika jarum jam dinding menunjukan waktu pukul satu siang. Setelah berganti seragam sekolahnya ke pakaian rumah, ia meraih salah satu bukunya. Buku tersebut sedikit menyumbul karena ada sesuatu terselip di dalamnya. Terdapat lipatan selembar kertas dengan tulisan acaknya serta dua buah tanda tangan di bawahnya. Bibirnya tersenyum sumringah kala melihat namanya bersanding dengan nama laki-laki yang disukainya. Suara kekehan terdengar keluar dari mulutnya. Usai pu
Helaan napas lelah keluar dari mulut Dita. Ia hanya menggelengkan kepalanya tak mengerti dengan sikap sahabatnya ini. Maya mudah sekali terhasut oleh ajakan orang-orang membuat dirinya takut jika sahabatnya ini nanti tanpa sadar jatuh ke dalam lingkaran yang tidak baik. “Aku nggak mau ya kalo satu meja kayak kemaren. Nggak ada alasan malu atau apapun, harusnya lo tau konsekuensi mengiyakan seseorang. Biar lo berani untuk bertanggungjawab,” sahut Dita yang membuat Maya bungkam tak dapat membalas. Maya hanya bisa pasrah tidak bisa membantah perkataan temannya. Ia sadar jika Dita sudah kesal dengannya begitu juga pula dia pada dirinya sendiri. Maya menyalahkan dirinya yang suka gampang terjatuh oleh ajakan orang-orang. Berawal dari teman-teman sekitarnya yang sedang membicarakan topik aplikasi kencan hingga ada beberapa yang berhasil mendapatkan pasangan membuat dia jadi penasaran dan ingin mencoba. Maka dari itulah, ia memasang aplikasi ters
“Ayo kita pulang!” ajak Adip pada pacarnya. Pria itu bergegas mengambil barang bawaannya dan menggandeng tangan kekasihnya. Namun, baru saja Adip ingin melangkah suara seseorang menahannya. “Mau kabur ke mana?” Seorang pria dengan kaos polos berwarna putih dan bawahan celana berwarna beige melangkah mendekat. Ia berdiri di depan Maya menutupi gadis itu. “Anda siapa?” tanya Adip. “Saya kakaknya. Dari tadi saya mengawasi kalian berdua di sana, baru saja pergi sebentar sudah seperti ini.” Pria itu menoleh menatap pada pacar Adip. “Dia datang mengajak bertemu adik saya dan mengaku single. Kalian mengaku bertunangan, tapi saya nggak lihat cincin yang melingkar di jari laki-laki itu.” Perkataan pria tadi sontak membuat wanita itu menarik tangan Adip dengan keras untuk mengecek jarinya. Melihat tak ada cincin di sana ia bertanya dengan marah, “di mana cincinnya?” “Dia sengaja datan
Maya menatap pemandangan di luar dengan wajah cemberut. Sementara di sampingnya Zayyan mengemudikan mobilnya mengabaikan Maya. Ketika hari hampir petang Zayyan langsung menyuruhnya pulang. Meski Maya sudah menolak dan memberi alasan bahwa ia sudah besar, pria itu tetap kekeh dengan keputusannya. Bahkan saat Maya meminta bantuan pada Ian, laki-laki itu hanya mengendikkan bahu menolaknya. Dia malah asik menghabiskan camilan yang telah dipesan oleh Zayyan lagi. Dita yang belum mengenal dekat hanya bisa diam tak membantah jadi Maya tak mendapatkan dukungan dalam memprotes Zayyan. Baru saja mereka selesai mengantarkan Dita yang mana Zayyan mengikuti mobilnya dari belakang. Kemudian Maya berpindah ke mobil Zayyan untuk mengantarnya ke rumah. Tiba-tiba mobil berhenti. Mereka berhenti di minimart dan Maya melirik ke arah Zayyan yang turun dari mobil. Pria itu tak mengatakan apapun yang membuat Maya semakin sebal. Setelah sekian tahun tidak bertemu mengapa laki-laki yan