Share

Suami Dari Masa Lalu
Suami Dari Masa Lalu
Penulis: Silver Girl

Part 1 pertemuan

***

Kutatap lekat-lekat foto profil manager pemasaran baru yang terpampang di layar monitor laptopku. Dadaku bergemuruh hebat. Sekelebat bayangan kejadian silam kembali menyinggahi rongga kepalaku memanggil kebencian yang telah kukubur dalam-dalam. Akan tetapi sekarang aku mesti dipertemukan kembali dengan masa kelamku itu.

'Apa masih kurang penderitaan yang kualami karena kehadirannya dalam hidupku?'

***

Flashback On

"Maukah Kak Bima menjadi pacarku? Kalau mau terima bunga ini."

Beberapa saat yang lalu.

Riuh rendah suara siswa-siswi peserta orientasi siswa baru memenuhi lapangan Sekolah Menengah Atas Nusa pertiwi. Sebuah sekolah swasta bergengsi di kota ini.

"Para adik-adik sekalian! Diharap tenang, karena acara terakhir sebelum penutupan MOS akan segera dimulai." Terdengar pemberitahuan dari arah depan lapangan. Seketika para siswa diam dan menunggu instruksi selanjutnya.

"Oke. Ini adalah penutupan, jadi kita mengadakan acara seru-seruan aja ya. Nah, Kita membuat lingkaran di tengah lapangan setelah itu Kakak akan mengocok kertas yang ada dalam botol ini. Isi kertas itu adalah nomor kalung adik-adik."

Kak Mala yang bertindak sebagai ketua pembina mulai memberi aba-aba untuk membuat lingkaran.

"Nah, Kakak mulai, ya."

Senior berkulit hitam manis itu mulai mengguncang botol yang ada ditangannya, mengambil sebuah nomor lalu membaca isi kertas yang sudah ditulis Kakak-kakak senior yang lain.

"Nomor 70!"

Degh!

Jantungku berdegup kala nomorku yang dipanggil ke depan. Rasa gugup menyelimuti diri. Kaki ku gemetar melangkah ke depan lapangan.

"Hallo Adek berkacamata, namanya siapa?"

"Ralin Amanda, Kak."

"Oke, Ralin. Ini ada permintaan dari Kak Kiki. 'Nyatakan cinta pada Kakak senior yang kamu kagumi."

Kak Mala tersenyum menggoda.

"Kayaknya idola kita sama deh, Ralin. Cool, ganteng, keren ... Uh, lengkap, deh. Santai Ralin, ini hanya seru-seruan doang," ujar Kak Mala yang menyadari kegugupanku.

"Silahkan dimulai."

Kak Mala menyerahkan setangkai bunga sebagai pelengkap.

Dengan mengunyah rasa malu kudekati para Kakak senior yang duduk di pinggir lapangan. Keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitku, rasa gugup semakin menjadi. Tujuanku adalah kakak yang paling keren di sekolah, juga merupakan idola kaum hawa di seantero sekolah.

Namanya Kak Bima. Aku mengagumi nya karena prestasi yang ditorehkan di sekolah ini, Ketua osis, kapten basket sekaligus atlet taekwondo dan juara lomba Olimpiade fisika tingkat nasional. Itu profilnya yang kubaca diidentitas para senior.

"Bim! Cewek itu mau nyamperin, Lo!"

Kak Bima yang tengah berkumpul bersama teman-temannya menoleh ke arahku. Beberapa temannya mendorong lelaki berwajah sedikit oriental itu ke tengah lapangan diiringi sorakan temannya dan teriakan histeris para siswi.

"Kak Bi-ma, maukah kakak menjadi pacarku? Kalau mau terima bunga ini, Kak!" Terbata aku menatap takut lelaki tinggi gagah yang menatapku tajam. Tatapan mata elang dengan iris hitam pekat itu begitu menghunus hingga ke ulu hatiku.

Diraihnya bunga dari Kak Mala tadi lalu dicampakkan ke tanah kemudian sepatu sport putih itu menginjak-injak bunga yang malang.

Huuuu!!

***

Sejak hari itu aku tak pernah merasakan kenyamanan bersekolah di situ lagi. Hampir setiap hari Bima's Lover, Kak Bima and the genk dan Jessica pacar Kak Bima membully ku. Bagi mereka aku dijadikan bahan hiburan di kantin dan sepulang sekolah. Beragam bullyan sudah menjadi makananku sehari-hari.

"Heh, cupu! Lo nggak sadar diri banget, sih nembak cowok idola sekolah? Udah gendut, jelek lagi." Makian yang selalu kuterima setiap harinya. Kalau tidak karena bea siswa, aku sudah minta pindah sekolah pada kedua orang tuaku.

Aku menarik napas lega karena sebentar lagi hidupku akan sedikit tenang karena kelulusan anak kelas tiga. Namun, ternyata ini adalah awal dari segalanya.

Seperti biasa saat istirahat, aku akan berdiam diri di tempat favoritku yaitu perpustakaan. Kebetulan hari ini jam pelajaran kosong, maka kuputuskan untuk menghabiskan waktu di sana.

"Lin, nggak ke kantin? Katanya Kak Bima mentraktir kita semua makan sepuasnya di kantin," seru sahabatku--Anita.

"Nggak usah, Nita. Aku di sini saja."

Anita ngeloyor pergi mendapat penolakan dariku.

Tanpa sadar jam pulang sekolah segera tiba. Kukemasi buku-buku yang tadi kupinjam lalu meletakkan kembali pada rak buku ketika Kak Mala menghampiriku.

"Hai, Lin. Kok tadi nggak ke kantin?"

Aku menggeleng.

"Lagi jagain perpus, Kak," candaku.

"Sebenarnya Bima mau meminta maaf padamu sebelum hengkang dari sekolah ini. Ayo kita temui dia. Kali ini serius, loh."

Kak Mala langsung menarik tanganku tanpa menunggu jawabanku.

Terpaksa kuikuti langkahnya melewati belakang perpustakaan.

"Loh, ngapain kita ke gudang, Kak?"

Aku tersurut mundur ketika Kak Mala bersiap membuka pintu gudang perlengkapan olahraga.

"Bima malu mengakui kesalahannya di depan umum, Lin. Mereka menunggu kita di dalam."

Kak Mala dengan sigap menarik tanganku memasuki gudang lalu mengunci pintunya.

"Ko-kok dikunci, Kak?"

Tanpa menjawab Kak Mala menghidupkan lampu. Ruangan yang semula agak gelap menjadi terang benderang.

Aku terkejut, di ruangan itu sudah ada Bima and genk yang terdiri dari Kak Dion, Kak Hendra dan Kak Bima sendiri.

"Kamu adik Karmila, Bukan?" tanya Kak Dion tiba-tiba. Aku menoleh ke arahnya.

"Iya, kenapa Kakak bisa tahu?" Karmila adalah kakakku satu-satunya. Kami lain sekolah.

"Bagai bumi dan langit, Karmila cantik sedang kau ... "

"Sudah! Kita mulai saja. Lin, kamu ingin lepas dari bullyan Bima lover, nggak?" tanya Kak Mala mendekat padaku. Persaan ku menjadi tak enak. Kak Mala tak seperti yang kukenal sebelumnya.

"Iya mau, Kak."

"Ok. Kita mulai, Beib!" Kak Mala berkata begitu pada Kak Hendra yang memegang kamera.

Kak Mala mengeluarkan ponselnya lalu menyodorkan padaku.

"Peragakan video itu!" Kuperhatikan video itu dengan seksama kemudian menjauhkannya sambil menggeleng jijik.

"Nggak, Kak! Aku nggak mau!"

"Kamu mau Bima's lover semakin membully mu? Atau Kamu mau bea siswamu dicabut? Hendra bisa saja memanipulasi kata lalu melaporkan mu pada mamanya. Kamu tahu kan Hendra anak kepala sekolah." gertak Kak Mala.

"Ta-tapi ... "

"Buruan!"

Aku menatap Kak Bima menghiba, lelaki dengan rambut belah tengah itu berpaling seolah tak peduli dengan tangisku. Dengan air mata berderai dan tangan gemetar kubuka kancing seragamku satu persatu seperti yang diperagakan video tadi. Sementara Kak Hendra menyorot kamera ke arahku.

"Wah, gue bisa sange ini." Kak Dion mencebik.

"Dibalik wajah jelek dadanya mulus juga, ya." Kak Hendra menyahut disertai pekikan kecilnya karena cubitan Kak Mala yang merupakan pacarnya.

Saat hampir semua kancing terbuka terdengar pintu diketuk dari luar.

"Siapa di dalam!"

"Eh, itu Pak Satpam." Kak Mala buru-buru membuka pintu.

"Saya, Pak. Mau mengantar bola sekalian merapikan barang-barang."

"Oh, buruan! Saya mau mengunci gerbang."

Mereka semua buru-buru keluar, meninggalkanku yang tersedu-sedu.

***

Flashback off

"Selamat siang, Bu Ralin. Rapat akan segera dimulai." Mila--sekretaris pribadiku muncul dari balik pintu.

Aku bergegas berdiri, merapikan blazerku lalu melangkah menuju ruang rapat. Kuhembuskan napas pelan sebelum memasuki ruangan itu, sebentar lagi aku akan melihat langsung lelaki yang menorehkan luka berkepanjangan dalam hidupku. Setapak demi setapak kakiku memasuki ruangan yang terasa panas, tetapi telapak tanganku malah membeku. Semua berdiri menyambut kehadiranku.

"Rapat dimulai, sebelumnya kita perkenalkan dulu manager pemasaran baru, pengganti Pak Juno. Silahkan, Pak Bima Adeswara."

Pimpinan rapat menyebutkan nama lelaki itu seiring sesak memenuhi rongga dadaku. Laki-laki itu berdiri, memperkenalkan dirinya yang sebelum ini merupakan manager pemasaran cabang di Surabaya. Mau tak mau aku melirik pria itu memastikan kalau itu bukan dia.

Namun, kenyataannya itu dia! Bima tak berubah, hanya wajahnya semakin dewasa dihiasi kumis serta cambang tipis serta tubuhnya yang tinggi berisi. Aku sudah tak fokus lagi, rapat kali ini mengambang di luar kepalaku.

Selang beberapa menit setelah itu rapat selesai dan giliranku mewawancarai nya di ruang kerjaku. Hatiku menolak, tapi aku harus profesional dalam bekerja.

"Selamat menyambut hari terburuk dalam hidupmu, 'Bima Adeswara," desisku.

Tbc ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status