**RALINEBukan hanya tubuhku yang sakit, tapi hatiku hancur berkeping-keping. Dua jam sudah aku berendam, meratap di dalam air bathup yang dingin hingga jari tangan dan kakiku keriput. Kubiarkan air keran itu hidup hingga meluber ke lantai kamar mandi walau terdengar sekilas bunyi dering ponsel yang tertelan bunyi keran yang mengalir. Dadaku semakin sesak mengingat kejadian yang menimpaku. Semakin berusaha kulupakan semakin berat napas melewati tenggorokan hingga kesulitan bernapas dan air mata kembali membanjir seiring air yang meluber dari bathup yang melimpah. Apa nanti yang akan kukatakan pada Bima mengenai istrinya yang sudah dua kali dilecehkan Dion dan kali ini lebih parah apalagi statusku adalah istri Bima tapi Dion ikut mencicipi tubuhku. Kembali air mata yang mengambang di pelupuk mataku. Kupukul tubuhku dengan perasaan jijik sambil berteriak. "Awas kau Dion! Aku akan membalas semua perbuatanmu! Tunggu Dion! Tunggu!"Merasa puas meluapkan semua perasaan, perlahan aku ban
***Kutatap lekat-lekat foto profil manager pemasaran baru yang terpampang di layar monitor laptopku. Dadaku bergemuruh hebat. Sekelebat bayangan kejadian silam kembali menyinggahi rongga kepalaku memanggil kebencian yang telah kukubur dalam-dalam. Akan tetapi sekarang aku mesti dipertemukan kembali dengan masa kelamku itu. 'Apa masih kurang penderitaan yang kualami karena kehadirannya dalam hidupku?'***Flashback On"Maukah Kak Bima menjadi pacarku? Kalau mau terima bunga ini."Beberapa saat yang lalu. Riuh rendah suara siswa-siswi peserta orientasi siswa baru memenuhi lapangan Sekolah Menengah Atas Nusa pertiwi. Sebuah sekolah swasta bergengsi di kota ini. "Para adik-adik sekalian! Diharap tenang, karena acara terakhir sebelum penutupan MOS akan segera dimulai." Terdengar pemberitahuan dari arah depan lapangan. Seketika para siswa diam dan menunggu instruksi selanjutnya. "Oke. Ini adalah penutupan, jadi kita mengadakan acara seru-seruan aja ya. Nah, Kita membuat lingkaran di te
**"Ya, silahkan masuk!" seruku saat mendengar ketukan dari arah pintu. Kutahan degup di dada kala Bima melangkah masuk. "Selamat datang, Pak Bima Adeswara, selamat bergabung di perusahaan pusat," ucapku tanpa melepas pandangan dari layar laptop yang menampilkan vc nya. Strata dua dengan gelar M. Ekon, merupakan pendidikan terakhirnya. Aku menyipit ketika melihat status perkawinan, ia masih lajang di usianya sekarang. 'Apa karma berlaku padanya?'"Maaf, saya boleh duduk, Bu Ralin."Aku kembali tersadar mendengar suara baritonnya. "E-eh, iya. Silahkan duduk, Pak Bima. Saya sudah membaca VC anda, kinerja anda sangat bagus sehingga kantor pusat meminta anda bergabung di sini. Nanti Pak Sigit akan menjadi mitra kerja anda. Ada yang perlu ditanyakan Pak Bima?" tanyaku tanpa menoleh padanya. "Tidak ada, Bu. Saya akan bekerja semaksimal mungkin untuk kemajuan perusahaan. Kalau begitu saya pamit ke ruangan ya, Bu Raline.""Ya, silahkan!" Karena tak mendengar pergerakan dari arah Bima, a
***Bunyi detak higheel menggema kala memasuki ruangan kerjaku. Di luar udara dingin akibat hujan semalam meretas masuk ke ruanganku yang berAC rendah. Kuambil remote dan mematikan AC yang membuatku menggigil menapakkan kaki di ruangan ini. "Selamat pagi, Bu Raline," sapa Hani. Gadis berhijab modern itu melangkah masuk membawa beberapa map di tangannya. "Hari ini jadwal Ibu ke kantor cabang di Surabaya. Ini agendanya," ucap Hani meletakkan map di depanku. "Atur keberangkatanku, Han. Mungkin aku akan langsung mengambil cuti sampai weekend di sana. Oh, ya. File dari Pak Sigit, asisten manager keuangan kirimkan seperti biasa ya, Han," pintaku sebelum Hani beranjak pergi. Hani mengangguk pasti. Aku tersenyum sambil menarik napas lega. Jarang-jarang aku mendapat tugas ke kantor cabang. Betul-betul saat yang tepat untuk melakukan plan A dan B sekaligus. Aku sengaja tak memberitahu Ayah dengan kedatanganku ke Surabaya. Toh, beliau tak akan peduli, mau aku datang atau tidak. Puluhan tah
**"A-ayah ... "Hening tak ada jawaban. Tapi helaan napas itu masih dapat kudengar walaupun lirih. "Maaf, kalau Ralin tidak singgah, Yah sebab ada pekerjaan penting." Getir kuucapkan kata-kata itu. Aku tak tahu Ayah tahu kedatanganku darimana, yang jelas dari helaan napas itu beliau kecewa. Laju kendaraan sepeda motor nyaring terdengar di seberang telepon pertanda beliau sedang ada di toko saat ini karena Toko bahan material bangunan milik kami terletak di tepi jalan raya. Toko itu sudah ada sejak dari nenek moyang yang diwariskan turun temurun. Tak kunjung bicara dan memang beliau tak akan bicara, aku pamit pada Ayah karena harus menghadiri rapat pagi ini. "Maaf, Yah. Raline harus kerja dulu ... Assalamu'alaikum." Ketika ponsel itu hendak kumasukkan ke dalam saku blazer, panggilan dari Anita memaksaku mengurungkan niatku. "Hallo, Lin. Lagi kerja, ya? Sorry, loh.""Lah, kamu kan tahu itu.""Bentar, bentar aja. Ini kubagikan link berita hari ini ke IG kamu, ya."Anita langsung me
***Pov RalinKutepis lengan yang ingin memelukku dari belakang. "Kau masih menolakku setelah apa yang telah kulakukan semua untukmu?" ucap Rangga dengan gusar. Lelaki berkaos coklat itu mengeluarkan sebungkus rokok dari saku celananya, berjalan ke arah jendela lalu mematiknya di sana. "Maaf, Ngga. Ini hanya soal waktu, aku belum siap, tapi kupastikan tak akan lama lagi.""Aku kesal melihat laki-laki itu memelukmu tadi, sedang aku selalu kau beri batasan. Mau sampai kapan aku menunggu?"Rangga berdecak kesal sembari mengepulkan asap rokoknya ke udara. "Itu tadi tak sengaja, bukan dari hatiku. Aku hampir jatuh beruntung dia menolongku," jawabku menenangkan Rangga. "Apa lagi yang kamu inginkan? Dia sudah keluar dari perusahaan. Kamu tinggal menikah denganku, selesai persoalan.""Kalau kau tak sabar menunggu, kau bisa mencari perempuan lain, Ngga. Tak masalah bagiku selagi kamu berstatus bebas." Kuraih tas lalu bergegas keluar melewatinya. Aku kesal berlama-lama dengan pria yang h
SUAMI DARI MASA LALUPart 6"Maaf Nak Bima. Umi telah membatalkan semuanya, Abi tak bisa berbuat apa-apa. Kamu tahu sendiri Umi bagaimana, 'bukan?""Tolonglah, Bi. Saya mencintai Annisa. Dengarkan penjelasan saya dulu. Saya hanya menolong wanita itu karena ia hampir terjatuh. Tak ada niat lain dan saya pastikan kalau sifat saya sudah berubah."Abi menghela napas panjang, lelaki yang rambutnya sudah memutih semua itu menggeleng pelan. "Abi percaya, Bima. Tapi semua tergantung pada Umi. Annisa harus menuruti perkataan Uminya kalau tak ingin dikatakan anak durhaka."Aku tak dapat berbuat apa-apa lagi untuk mempertahankan pernikahanku. Dengan langkah gontai aku keluar rumah Annisa.Sesampai di pintu pagar aku menoleh ke belakang, tepatnya ke jendela kamar samping rumah berarsitektur kuno itu. Annisa berdiri di sana dengan air mata berderai sambil menutup mulutnya dengan sapu tangan. Tak disangka kejadian yang hanya sekejab mata antara aku dan Bu Ralin berakibat fatal bagi pernikahanku.
SUAMI DARI MASA LALU Part 7**Aku masih bergelung di bawah selimut padahal sinar matahari sudah mengintip dari balik tirai jendela. Perlahan kusibak selimut tebal yang sekian hari menemani tidur malamku itu. Menapak kaki dengan malas di lantai lalu melangkah menuju jendela untuk membuka tirai. "Lin, maukah kamu menjadi pasangan Alex saat mengikuti pembukaan restoran barunya?" pinta Nyonya Lim semalam. Aku tahu keluarga Pak Lim ingin mendekatkan aku dan Alex, walau mereka tak ingin memaksa dengan alasan perbedaan agama diantara kami. Namun, semakin hari mereka ingin mengabaikan perbedaan itu. "Tak ada salahnya dicoba, kami pun ikhlas kalau Alex mengikuti keyakinanmu jika memang dia nyaman denganmu."Kata-kata itu yang kupikirkan semalaman hingga membuat insomnia ku merajalela. Deringan ponsel mengalihkan pandanganku dari bangunan berjejer di bawah lantai dua puluh ini. "Sebentar lagi saya sampai, kamu handle dulu, ya." Aku mengakhiri panggilan dari Hani. Sedetik kemudian pang